Parsa meminta supirnya untuk mengantar dirinya dan Freya ke hotel milik kedua orang tuanya yang tak jauh dari Jalan Senopati, hotel besar yang menjadi kebanggaan keluarga dan selalu dipadati tamu. Mereka menuju ke sana, berniat beristirahat sementara.
Mata-mata Esau masih mengawasi kedua anak manusia itu, bahkan mengirimkan beberapa foto kepada tuannya, tapi Esau yang sedang tertidur dalam keadaan mabuk sama sekali mengacuhkan pesan-pesan tersebut, dia larut dalam mimpinya sendiri.
Parsa memapah tubuh Freya yang lunglai, berjalan menuju ke arah kamar yang dia pesan. Timoty tak tahu harus berbuat apa karena tak ada instruksi sama sekali yang diberikan bosnya itu, dia hanya bisa mengawasi dari kejauhan tanpa berbuat lebih banyak.
Di dalam kamar ... Parsa meletakkan tubuh Freya di atas tempat tidur, hari itu dia merasa lelah, sangat lelah. Parsa naik ke tempat tidur, diperhatikannya wajah Freya dari dekat, gadis itu sangat cantik, kedua bulu mata yang lentik
“A... lena?”Dia bergumam memanggil seseorang di depan sana. Matanya sedikit menyipit, mempertajam penglihatan untuk memastikan dirinya tidak salah melihat. Ya, itu memang Alena, tak mungkin matanya salah.“Alena, Alena!” panggilnya lagi. Kakinya gemetar berdiri untuk mengejar orang yang semakin dekat di depan sana. “Akhirnya kau datang. Kalian menjengukku juga.”Ketika mereka sudah berjarang tak sampai satu langkah, dia memeluk wanita itu segera.“Apa kabarmu, Feli?” Alena tersenyum ramah pada kakak tirinya, mengusap pungguh Feli lembut. “Mari, kita duduk di bangku taman itu,” ajaknya.Alena cukup senang melihat kemajuan yang Feli tunjukkan. Selama ini, kabar yang dia dengar dari perawat rumah sakit mengatakan Felisha masih sering kambuh dan berteriak. Tetapi ketika pagi tadi dia mendengar katanya Feli sudah mulai bergaul dengan pasien lain, Alena
Dalam perjalanan pulang, Esau mengamati wajah cantik yang masih tertidur di sebelahnya. Kepalanya bertanya-tanya, apa saja yang diceritakan gadis ini terhadap Parsa. Apakah dia memberitahu pernikahan mereka yang... hanya karena terpaksa? Ataukah mungkin Freya juga menyebutkan semua perlakuan kasarnya selama ini? Lalu apa pendapat Parsa saat itu? Mungkinkah sahabat Esau itu lantas membelai rambut Freya sembari berkata dia akan melindunginya? Esau semakin melantur di dalam pikiran.Ah... setidaknya Esau masih bisa sedikit tenang saat mengingat perkataan Parsa. Dia tidak menyentuh Freya, dan Esau merasa bisa mempercayai perkataan sahabatnya itu.“Ma...”Freya meracau panjang, tapi hanya kata itu yang bisa Esau dengar. Rasanya, ingin sekali dia menjitak kepala istrinya yang membuat Esau geram. Bagaimana tidak? Sudah tahu tak bisa minum alkohol, tapi Freya malah minum sampai mabuk."Entah, kau ini bodoh keturunan siapa, Frey. Untung saja Parsa masi
Hari ini Esau benar-benar membuat Freya jengkel. Setelah memeluk tanpa permisi dan mempermainkan hati gadis itu, Esau juga memaksanya untuk pergi bersama-sama ke kampus. Meski dia menolak keras, Esau tetap memaksa dan tak mau ditolak. Sungguh itu sangat menyebalkan.“Hei, kenapa kau sangat terburu-buru?” Esau menyapa Freya yang sudah berjalan mendahuluinya. Sangat aneh gadis itu.“Agar dunia tak pernah tahu bahwa aku baru saja datang bersama laki-laki sinting sepertimu!”“Bukankah seharusnya kau senang? Seluruh kampus mungkin akan menatap kagum padamu, ketika mereka tahu kita jalan bersama,” goda Esau seakan tak cukup hanya ketika di rumah tadi.Freya hanya bisa menghela napas, menyerah menghadapi lelaki seperti dia.“Jika aku Leona atau gadis lainnya, ya, mungkin aku akan senang menjadi pusat perhatian. Tapi, Tuan Muda Borisson yang ting
“Parsa, hm... kau dan Julian, kalian bisa pergi denganku?”Mulut Parsa membulat seperti berkata ‘WOW’. Freya tahu lelaki itu pasti mengejeknya sekarang. Setelah sejak tadi dia selalu mengelak akan perasaannya, akhirnya gadis itu geram sendiri. Dia tidak bisa fokus pada dosen yang mengajar, tak mendengar sama sekali apa yang dikatakan dosen itu. Pikirannya selalu buntu oleh bayangan Esau dan Leona yang mungkin akan... bermesraan. Ya, dia geram karenanya, maka Freya berpikir, kenapa dia juga tidak bersenang-senang saja?"Kita bertiga? Frey, apa kau tengah mengajak dua sahabat suamimu kencan bertiga?” Parsa menggodanya tetapi Freya tidak peduli itu.“Ya, anggap begitu.”Akhirnya... gadis aneh dan keras kepala ini tertantang juga ya. Maka Parsa tidak akan menolak ajakannya.“Tentu, kita akan kencan. Itu baru gadisku,” katanya, menegaskan kata ‘gadisku’ di telinga Freya.
“Wooow... seksi.”Mulut Parsa membulat membentuk huruf O, ketika melihat Freya berdiri di depan sebua cermin besar. Gadis itu berputar menunjukkan penampilannya yang sungguh jauh berbeda malam ini. Gaun hitam yang dia pilih di butik tadi sangat indah di tubuhnya. Kaki jenjang yang terbuka hingga paha pun semakin menyempurnakan penampilannya.Dua lelaki yang menatap dirinya hampir saja lupa berkedip jika Freya tidak segera menyadarkan mereka.“Bagaimana?” tanya Freya meminta pendapat pada kedua pemuda tampan yang siap menggandengnya untuk pergi.“Cantik dan kau terlihat keren dengan pakaian itu, belum lagi rambutmu membuatmu benar-benar terlihat sangat berbeda,” jawab Julian kagum. “Apakah mereka yang di sana itu penyihir?” sambungnya, memuji tangan-tangan perias yang sukses mengubah penampilan Freya.Tak pernah disangkanya Freya bisa berubah menjadi
Keduanya hening untuk waktu yang cukup lama. Esau masih termenung oleh kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. Dia sendiri tidak yakin bagaimana dia bisa mengakui Freya adalah miliknya. Tidak hanya Esau. Freya pun sibuk dengan isi kepalanya dengan berbagai pertanyaan yang tak menemukan jawaban. Terkadang dia ragu apakah mungkin telinganya yang salah mendengar? Bisa saja karena bisingnya di dalam tadi, dia menjadi sedikit tuli, kan? “A- apa yang kau katakan tadi? Milikmu?” Akhirnya Freya bisa mengeluarkan suara itu, meski sedikit terbata. “Iya!” Bibir Freya gemetar, dia tak salah dengar ternyata. Esau dengan sadar mengakui Freya sebagai miliknya, dan mengiyakan saat Freya memperjelas perkataan lelaki itu. Dia bingung sekarang, tetapi kemudian membuat diri tertawa sumbang. "Kalau aku milikmu, kau tak akan seenak jidat jalan dengan Leona,” katanya, dan kemudian dia merutuki diri s
“Ambil itu, dan mulai sekarang kau harus patuh akan semua perkataanku.”Esau melemparkan sebuah Black Card, ponsel baru, dan setumpuk besar uang cash di depan Freya, membu at gadis itu memundurkan tubuhnya ke belakang. Freya yang tengah duduk merapikan riasan wajahnya pun mendongak kepala. Ya, dia mulai merias wajahnya hari ini, sebab kemarin Parsa membelikan sangat banyak make up untuk Freya.“Ini....”“Ya, kau bisa membeli apa pun yang kau mau dengan benda ini.”“Untuk apa? Aku tidak membutuhkannya,” kata Freya, bingung dia melihat benda-benda itu.Tanpa menjawab perkataan Freya, Esau merampas peralatan rias di tangan istrinya dan memasukkan benda itu ke dalam tempat sampah. Tidak hanya satu, tapi semua benda yang Parsa belikan kemarin, semuanya dia tarik dari meja rias. Freya membulatkan matanya, tidak mengerti akan isi kepala Esau.“Esau, kenapa denganmu? Hei, barang-barang itu mahal
Tangan Leona semakin dekat, semakin kencang pula dada Freya berdebar. Matanya tertutup rapat-rapat tak kuasa untuk melihat pisau yang kini menempel di wajahnya. Jika Leona menggeser silet itu sedikit saja, wajah Freya pun akan mendapatkan luka dan berdarah.Ke mana Parsa? Biasanya lelaki itu selalu datang membantu ketika Freya dalam kesulitan. Tetapi sejak tadi Freya tidak juga mendengar suara lelaki yang seperti malaikat penolongnya. Esau... apakah dia belum berangkat dari rumah? Hati Freya mencari lelaki itu, berharap Esau segera datang untuk menghentikan Leona.‘Apakah kau sangat bodoh,Frey? Esau tidak mungkin peduli bahkan jika Leona merobek seluruh wajahmu!’ Kemudian hatinya menyadarkan, hatinya perih menahan tangis. Bening hangat itu pun memaksa keluar dari cela mata yang tertutup rapat. Esau tidak mungkin pernah memikirkannya.“Katakan selamat tinggal pada wajah mulusmu, Freya.”Habis lah sudah, Freya pasrah akan