“Parsa, hm... kau dan Julian, kalian bisa pergi denganku?”
Mulut Parsa membulat seperti berkata ‘WOW’. Freya tahu lelaki itu pasti mengejeknya sekarang. Setelah sejak tadi dia selalu mengelak akan perasaannya, akhirnya gadis itu geram sendiri. Dia tidak bisa fokus pada dosen yang mengajar, tak mendengar sama sekali apa yang dikatakan dosen itu. Pikirannya selalu buntu oleh bayangan Esau dan Leona yang mungkin akan... bermesraan. Ya, dia geram karenanya, maka Freya berpikir, kenapa dia juga tidak bersenang-senang saja?
"Kita bertiga? Frey, apa kau tengah mengajak dua sahabat suamimu kencan bertiga?” Parsa menggodanya tetapi Freya tidak peduli itu.
“Ya, anggap begitu.”
Akhirnya... gadis aneh dan keras kepala ini tertantang juga ya. Maka Parsa tidak akan menolak ajakannya.
“Tentu, kita akan kencan. Itu baru gadisku,” katanya, menegaskan kata ‘gadisku’ di telinga Freya.
“Wooow... seksi.”Mulut Parsa membulat membentuk huruf O, ketika melihat Freya berdiri di depan sebua cermin besar. Gadis itu berputar menunjukkan penampilannya yang sungguh jauh berbeda malam ini. Gaun hitam yang dia pilih di butik tadi sangat indah di tubuhnya. Kaki jenjang yang terbuka hingga paha pun semakin menyempurnakan penampilannya.Dua lelaki yang menatap dirinya hampir saja lupa berkedip jika Freya tidak segera menyadarkan mereka.“Bagaimana?” tanya Freya meminta pendapat pada kedua pemuda tampan yang siap menggandengnya untuk pergi.“Cantik dan kau terlihat keren dengan pakaian itu, belum lagi rambutmu membuatmu benar-benar terlihat sangat berbeda,” jawab Julian kagum. “Apakah mereka yang di sana itu penyihir?” sambungnya, memuji tangan-tangan perias yang sukses mengubah penampilan Freya.Tak pernah disangkanya Freya bisa berubah menjadi
Keduanya hening untuk waktu yang cukup lama. Esau masih termenung oleh kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. Dia sendiri tidak yakin bagaimana dia bisa mengakui Freya adalah miliknya. Tidak hanya Esau. Freya pun sibuk dengan isi kepalanya dengan berbagai pertanyaan yang tak menemukan jawaban. Terkadang dia ragu apakah mungkin telinganya yang salah mendengar? Bisa saja karena bisingnya di dalam tadi, dia menjadi sedikit tuli, kan? “A- apa yang kau katakan tadi? Milikmu?” Akhirnya Freya bisa mengeluarkan suara itu, meski sedikit terbata. “Iya!” Bibir Freya gemetar, dia tak salah dengar ternyata. Esau dengan sadar mengakui Freya sebagai miliknya, dan mengiyakan saat Freya memperjelas perkataan lelaki itu. Dia bingung sekarang, tetapi kemudian membuat diri tertawa sumbang. "Kalau aku milikmu, kau tak akan seenak jidat jalan dengan Leona,” katanya, dan kemudian dia merutuki diri s
“Ambil itu, dan mulai sekarang kau harus patuh akan semua perkataanku.”Esau melemparkan sebuah Black Card, ponsel baru, dan setumpuk besar uang cash di depan Freya, membu at gadis itu memundurkan tubuhnya ke belakang. Freya yang tengah duduk merapikan riasan wajahnya pun mendongak kepala. Ya, dia mulai merias wajahnya hari ini, sebab kemarin Parsa membelikan sangat banyak make up untuk Freya.“Ini....”“Ya, kau bisa membeli apa pun yang kau mau dengan benda ini.”“Untuk apa? Aku tidak membutuhkannya,” kata Freya, bingung dia melihat benda-benda itu.Tanpa menjawab perkataan Freya, Esau merampas peralatan rias di tangan istrinya dan memasukkan benda itu ke dalam tempat sampah. Tidak hanya satu, tapi semua benda yang Parsa belikan kemarin, semuanya dia tarik dari meja rias. Freya membulatkan matanya, tidak mengerti akan isi kepala Esau.“Esau, kenapa denganmu? Hei, barang-barang itu mahal
Tangan Leona semakin dekat, semakin kencang pula dada Freya berdebar. Matanya tertutup rapat-rapat tak kuasa untuk melihat pisau yang kini menempel di wajahnya. Jika Leona menggeser silet itu sedikit saja, wajah Freya pun akan mendapatkan luka dan berdarah.Ke mana Parsa? Biasanya lelaki itu selalu datang membantu ketika Freya dalam kesulitan. Tetapi sejak tadi Freya tidak juga mendengar suara lelaki yang seperti malaikat penolongnya. Esau... apakah dia belum berangkat dari rumah? Hati Freya mencari lelaki itu, berharap Esau segera datang untuk menghentikan Leona.‘Apakah kau sangat bodoh,Frey? Esau tidak mungkin peduli bahkan jika Leona merobek seluruh wajahmu!’ Kemudian hatinya menyadarkan, hatinya perih menahan tangis. Bening hangat itu pun memaksa keluar dari cela mata yang tertutup rapat. Esau tidak mungkin pernah memikirkannya.“Katakan selamat tinggal pada wajah mulusmu, Freya.”Habis lah sudah, Freya pasrah akan
“Menurut kau sendiri, sejauh mana persahabatanku dengan Esau? Apakah menurutmu aku akan diam melihat seseorang ingin menghancurkannya?”Pertanyaan dari Parsa membuat Freya terasa ingin lari meninggalkan taman kampus itu.Sejauh mana? Jangan ditanyakan lagi. Mereka adalah sahabat sejak duduk di Tamank Kanak-Kanak, dan terus bersekolah di tempat yang sama hingga ke kampus ini. Siapa yang akan meragukan pershabatan tiga orang itu? Freya bagaikan dilempar pada kenyataan, bahwa selama ini dia hanya dimanfaatkan untuk mendapat informasi.“Jadi... kalian sengaja?” kata Freya, membayangkan betapa bodoh dirinya selama ini. Dia pikir Parsa bisa menjadi teman yang akan mengerti kesulitannya, tetapi semua adalah palsu. “Kau sengaja membuatku mabuk, untuk mengorek informasi dariku.”Betapa bodohnya dia astaga... kenapa Freya bisa mempercayai lelaki ini? Karena kebaikan dan pertolongan yang Parsa berikan, Freya melupakan jika dia sud
Ciuman panas itu masih berlanjut di tengah lapangan kampus yang luas. Awalnya Esau memang kasar, tetapi di beberapa detik kemudian dia menjadi lembut memperlakukan bibir Freya. Gadis yang seumur hidupnya baru kali ini mendapat ciuman pun menjadi terlena. Freya membalas ciuman Esau, meski sesekali nafasnya harus tercekat, dia tidak menarik bibir untuk menjauh. Semua mata membulat menyaksikan seorang Esau Borisson, yang selama ini tidak pernah terdengar skandalnya dengan gadis mana pun, justru berciuman dengan seorang upik abu. Tentunya sangat mengejutkan, kampus pun geger dibuatnya. “Itu... benarkah Esau mencium gadis miskin itu?” “Apakah dia gila?” “Leona saja mati-matian mengejarnya, tetapi dia justru memilih gadis penerima beasiswa? Matanya pasti sudah buta!” Leona tidak tahan lagi mendengar ucapan dari sisi kiri kanannya, dan dia pun berlari ke lapangan. Leona menarik tangan Esau untuk menghentikan pertunjukan
Esau tak peduli dengan ekspresi ketakutan yang muncul di wajah Freya. Semakin Esau mendekat, Freya berusaha menghindar, kemudian Freya melompat dari tempat tidur dan berlari ke arah jendela kamar, tetapi gerakan Esau lebih cepat dari Freya. Dalam sekejap Esau telah menangkap pinggangnya, mengangkat Freya dan mengempaskannya kembali ke ranjang.“Jangan, Esau, aku mohon, aku—““Kau yang akan membuka pakaianmu, atau aku yang akan melakukannya dengan paksa. Kau tahu, aku tak pernah sesakit dan semurka ini, tapi semakin aku berusah menahan emosiku, semakin kau membuat diriku menjadi gila secara perlahan!”“Aku minta maaf, kumohon jangan sakiti aku,” Freya memohon setengah mati, ketika dilihatnya Esau mulai melepaskan kemeja yang dikenakannya. Dada Esau yang berbentuk dan perutnya berotot penuh, membuat Freya tertegun sejenak. Meski ini bukan kali pertama dia melihat Esau tidak mengenakan pakaian atas, tetap saja kali in
“Lakukan!” bentak Freya, ketika Esau masih hening di posisinya. Antara hasrat dan takut dia melihat ekspresi kebingungan wajah suaminya. “Esau, apa yang kau tunggu? Lakukan sekarang, kataku!” Dia hampir frustasi.Seperti orang yang terbangun dari mimpi, Esau menarik napasnya dalam-dalam. Perlahan, dia menggerakkan tubuh untuk melakukan apa yang diminta Freya.“Ya, aku sedang melakukannya.”Ada apa dengan lelaki itu? Ingin sekali dia mengakhiri permainan yang baru saja dimulai, dan bertanya apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka. Tetapi entah itu dorongan dari berahi, ataukah dia tidak ingin Freya menjadi tersakiti oleh segala pertanyaan di kepalanya, Esau menutup mulut dan kembali fokus pada tujuan. Menggapai kenikmatan dengan istrinya.Freya sendiri juga sangat berusaha melupakan segala kebohongannya. Dia hanya ingin permainan ini segera tuntas sampai ke puncak. Freya bahkan melupakan wajah sang papa yang a