“Harry! Kau di mana, Harry?”
Alena berlarian kecil di dalam kamar mereka, mencari Harry yang belum dilihatnya sejak dia terbangun dari tidur. Tidak biasanya lelaki itu menghilang sebelum mengganggu Alena dan membuatnya terjaga.
“Harry, apa kau di dalam?” teriaknya lagi, membuka pintu kamar mandi.
Tak ada Harry di bawah showe, juga tidak ada di dalam bath up dan kolam berendam yang luas itu. Alena mengerut kening merasa ada yang aneh pada suaminya pagi ini.
“Ke mana dia? Apa dia sudah tidak suka melihatku, sehingga pergi ke kantor sangat pagi?”
Sempat dia berdiri di depan cermin rias untuk menatap tubuhnya.
Tubuhnya yang biasa mungil sudah melebar ke kiri kanan. Alena mencebikkan bibir kala melihat perut yang juga semakin membuncit. Usia kehamilannya sudah memasuki bulan ke tujuh, dan kehamilan kali ini sangat berbeda dari saat dia mengandung Zoe. Jika dulu hanya perutnya lah yang sangat menonjol, kal
“Bayinya sangat sehat, Tuan,” kata dokter wanita yang tengah melakukan test pada Alena. Harry tidak pernah melewatkan jadwal USG kandungan istrinya. Bahkan ketika Harry sedang di kantor pun dia akan menyempatkan diri pulang hanya untuk melihat janin Alena dari layar monitor besar itu. Mungkin bisa dikatakan, Harry lah yang lebih bersemangat dan tak pernah lupa dengan tanggal yang ditentukan oleh sang dokter. “Tetu saja. Putra keluarga Borisson tentunya akan sehat,” sahut Harry bangga. Matanya tidak lepas menatap layar besar di depan mereka, dan senyumnya selalu mengembang sejak tadi. Kala itu pun janin di perut Alena memutar wajahnya menghadap depan, dan langsung terlihat senyum di bibir janin itu. Harry menunjuk penuh semangat, suaranya bahkan tak bisa dia tahan. “Lihat, Sayang, putra kita tersenyum di dalam sana,” kata Harry sambil mengecup kening Alena. “Dia tersenyum. Putra kita pasti sangat senang melihat wajah kita di sini.” Betapa k
“Harry! Harry!” Alena berlarian dari dalam kamar dan langsung menuju ruang kerja suaminya. Para pelayan yang berpapasan ikut terkejut melihat nyonya rumah yang tampak panik di wajahnya. Tiffany yang bertepatan sedang bermain dengan zoe, lantas meletakkan anak itu dan ikut berlari ke dalam ruang kerja Harry. “Harry!” seru Alena, menghentikan jemari suaminya yang sedang mengetik sesuatu di keyboard laptop. Harry mengangkat wajahnya menatap Alena dan tampak lelaki itu ikut panik. “Sayang? Ada apa denganmu? Kau merasa sakit?” tanya Harry, berdiri cepat untuk menghampiri istrinya. “Di mana? Di mana kau merasa sakit?” Tangannya bergerak menyentuh punggung dan tubuh Alena yang lainnya, untuk memastikan apa keluhan istrinya saat ini. “Aku ...” Melihat Lukas juga berada di ruangan itu, Alena sedikit berjinjit untuk mendekatkan wajahnya ke telinga Harry dan berbisik di sana. “Sepertinya bayi kita akan segera lahir. Aku melihat tanda di dalamanku,” katanya, waja
Alena masih belum sadar, membuat Harry tidak bisa tenang hanya melihat para medis yang sibuk memberikan pertolongan pertama. Dia terus menggenggam tangan istri yang lemah tak berdaya dan menyerukan nama istrinya berkali-kali. Entah ini sudah yang keberapa, tapi Harry seakan tidak lelah mengulangi nama itu. Dia bahkan berharap Alena hanya bermain-main, sengaja menggoda suaminya. “Sayang, bangun lah kumohon. Aku yang akan mati jika melihat kau seperti ini,” kata Harry, semakin frustasi lelaki itu melihat dokter yang tidak juga berhasil membuat istrinya bangun. “Tuan, bisa Anda keluar sebentar?” Ketika salah satu dokter berkata seperti itu, hati Harry terasa sangat sakit membayangkan ada sesuatu yang tidak beres di sini. Mungkin mereka ingin membuatnya tidak melihat kesakitan yang dirasakan oleh Alena? Tidak ... Harry tidak akan pernah meninggalkan ruang bersalin itu. “Lakukan saja tugas kalian!” sentaknya tidak senang. “Tapi, Tuan. Nyonya Alena
Kata orang, semakin lama usia menikah akan membuat hubungan terasa biasa saja, cinta yang awalnya menggebu di awal-awal menikah akan menjadi terasa hambar di usia pernikahan yang menginjak angka sepuluh tahun. Mungkin itu benar bagi sebagian orang, tapi tidak untuk Harry dan Alena.Hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke sepuluh, tapi cinta di antara keduanya masih terasa seperti di awal mereka menikah dulu. Bukan karena tidak mendapat guncangan kiri kanan dan masalah lainnya, tapi tepatnya, karena mereka selalu bertahan meski banyak kerikil yang mengganggu cinta mereka.Harry memang suami yang sangat mengerti membangkitkan terus rasa cinta di dada istrinya, dan dia selalu sukses untuk membuat wanitanya itu tersenyum dan tersipu malu.“Kau sudah siap, Sayang?”Lelaki bertungkai panjang itu memasuki ruangan yang dipakai untuk merias Alena, dan melihat istrinya dari pantulan cermin. Dua perias yang ada di sana ikut tersenyum meliha
“Mom, ada apa denganmu?” Zoe berlari mengejar mommy-nya yang tiba-tiba saja menghentikan langkah. Tangan wanita itu memegangi kening, menandakan Alena tidak baik-baik saja. Zoe yang saat ini akan memasuki usia lima belas tahun, sangat khawatir menatap wajah Alena. “Apa yang terjadi, Mom?” ulang Zoe, memegangi pundak Alena. Wanita dengan gulungan rambut tinggi itu lantas menggeleng lemah. “Tidak, Sayang. Mom hanya sedikit merasa pusing. Tapi sekarang sudah baik-baik saja,” sahut Alena, membenarkan tegaknya yang sempat bersandar ke tiang pintu. “Mom yakin?” Zoe memastikan mommy-nya baik-baik saja, dan dibalas anggukan oleh wanita berusia pertengahan tiga puluh itu. “Ya, ini sudah baik-baik saja. Mungkin karena aku belum sarapan sejak pagi.” Alena memang kurang berselera beberapa hari ini. Dia sering meninggalkan jam makannya dan hanya akan makan jika Harry yang memaksa. Karena suaminya sedang mengurus sesuatu bersama Esau, dia pun
“Zoe ...!” Alena berteriak histeri di dalam kamar putri satu-satunya yang di miliki keluarga Borisson. Degup jantungnya berdebar hebat, mata bulat itu terbuka lebar dengan ekspresi kaget luar biasa. Bahkan tubuhnya yang mungil ikut gemetar menatap benda yang dicengkramnya dengan erat. Harry yang tadinya tengah mengenakan pakaian di dalam kamar mereka, segera berlari begitu mendengar teriakan histeris dari sang istri. Bukan hanya Harry, para pelayan juga Esau dan El, adik lelakinya, ikut heboh mendengar teriakan tak biasa dari Alena. Semua orang kelabakan sebab ini adalah suara pertama Alena pernah berteriak sekencang ini.Segera Harry mengejar istri yang terduduk lemah di atas ranjang putri mereka. Wanita itu terduduk di atas ranjang putrinya dengan secarik kertas yang terus dia tatap. Melihatnya, Harry yang baru saja datang lantas berlari untuk menentukan ada apa dengan Alena. “Sayang, ada apa kau teriak?” tanya Harry ikut panik. Tanpa m
Mendengar perkataan lelaki itu, Zoe seperti ditampar pada kenyataan yang membuatnya segera mengangkat wajah menjauh. Pipinya memerah seperti baru memakai blush on yang sangat banyak.“A-apa katamu?” sentak Zoe. “Sangat tidak sopan.” Bibirnya mencibir kesal.Lelaki bermata cokelat itu mengangkat sebelah bibirnya. “Apakah sopan meletakkan wajahmu sangat dekat di muka lelaki yang tidak dikenal?”Sial! Zoe merasa sangat kesal sempat mengagumi wajah lelaki itu. Sangat angkuh seakan menuduh Zoe baru saja akan melakukan hal tidak senonoh padanya. Tapi itu bukan lah hal penting sekarang, Zoe kembali pada niat awalnya.“Ganti seluruh kerugianku,” ucap Zoe. “Aku yakin, kau tidak mungkin tuli mendengar aku berteriak kehilangan tas. Dan tentunya kau tidak lupa ingatan setelah menabrakku, betul?”Dengan gerakan yang sangat tenang lelaki itu bangun dari kursi malasnya dan menatap Zoe serius. “Tent
“Lalu, Nona, apa rencana Anda berikutnya? “ Kepala keamanan itu bertanya, membawa Zoe kembali pada kenyataan. Bahkan dia sendiri juga tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Zoe berpikir sejenak, sebelum meminta keringanan pada mereka. “Tuan, karena aku sudah terlanjur ada di kapal ini, bisakah aku meminta satu kabin? Ketika kapal ini berlabu pertama kalinya, aku akan membayarkan tiketku.” Zoe membuka sebuah kalung yang dia miliki, lantas menyerahkannya pada petugas. “Ini adalah jaminan untuk sementara, sampai aku bisa menghubungi keluargaku.” Kalung berlian itu sangat mahal, kalung pemberian daddy ketika Zoe berulang tahun yang ke dua puluh, tahun lalu. Dad berpesan agar Zoe menjaganya baik-baik, sebab katanya, kalung itu adalah sisah batu permata dari milik mommy-nya. Batu permata yang sangat langka dan belum tentu dimiliki keluarga kaya lainnya. Tentu saja mata petugas tercengang melihat bandulan berlian merah muda yang menggantung pada ra