Kata orang, semakin lama usia menikah akan membuat hubungan terasa biasa saja, cinta yang awalnya menggebu di awal-awal menikah akan menjadi terasa hambar di usia pernikahan yang menginjak angka sepuluh tahun. Mungkin itu benar bagi sebagian orang, tapi tidak untuk Harry dan Alena.
Hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke sepuluh, tapi cinta di antara keduanya masih terasa seperti di awal mereka menikah dulu. Bukan karena tidak mendapat guncangan kiri kanan dan masalah lainnya, tapi tepatnya, karena mereka selalu bertahan meski banyak kerikil yang mengganggu cinta mereka.
Harry memang suami yang sangat mengerti membangkitkan terus rasa cinta di dada istrinya, dan dia selalu sukses untuk membuat wanitanya itu tersenyum dan tersipu malu.
“Kau sudah siap, Sayang?”
Lelaki bertungkai panjang itu memasuki ruangan yang dipakai untuk merias Alena, dan melihat istrinya dari pantulan cermin. Dua perias yang ada di sana ikut tersenyum meliha
“Mom, ada apa denganmu?” Zoe berlari mengejar mommy-nya yang tiba-tiba saja menghentikan langkah. Tangan wanita itu memegangi kening, menandakan Alena tidak baik-baik saja. Zoe yang saat ini akan memasuki usia lima belas tahun, sangat khawatir menatap wajah Alena. “Apa yang terjadi, Mom?” ulang Zoe, memegangi pundak Alena. Wanita dengan gulungan rambut tinggi itu lantas menggeleng lemah. “Tidak, Sayang. Mom hanya sedikit merasa pusing. Tapi sekarang sudah baik-baik saja,” sahut Alena, membenarkan tegaknya yang sempat bersandar ke tiang pintu. “Mom yakin?” Zoe memastikan mommy-nya baik-baik saja, dan dibalas anggukan oleh wanita berusia pertengahan tiga puluh itu. “Ya, ini sudah baik-baik saja. Mungkin karena aku belum sarapan sejak pagi.” Alena memang kurang berselera beberapa hari ini. Dia sering meninggalkan jam makannya dan hanya akan makan jika Harry yang memaksa. Karena suaminya sedang mengurus sesuatu bersama Esau, dia pun
“Zoe ...!” Alena berteriak histeri di dalam kamar putri satu-satunya yang di miliki keluarga Borisson. Degup jantungnya berdebar hebat, mata bulat itu terbuka lebar dengan ekspresi kaget luar biasa. Bahkan tubuhnya yang mungil ikut gemetar menatap benda yang dicengkramnya dengan erat. Harry yang tadinya tengah mengenakan pakaian di dalam kamar mereka, segera berlari begitu mendengar teriakan histeris dari sang istri. Bukan hanya Harry, para pelayan juga Esau dan El, adik lelakinya, ikut heboh mendengar teriakan tak biasa dari Alena. Semua orang kelabakan sebab ini adalah suara pertama Alena pernah berteriak sekencang ini.Segera Harry mengejar istri yang terduduk lemah di atas ranjang putri mereka. Wanita itu terduduk di atas ranjang putrinya dengan secarik kertas yang terus dia tatap. Melihatnya, Harry yang baru saja datang lantas berlari untuk menentukan ada apa dengan Alena. “Sayang, ada apa kau teriak?” tanya Harry ikut panik. Tanpa m
Mendengar perkataan lelaki itu, Zoe seperti ditampar pada kenyataan yang membuatnya segera mengangkat wajah menjauh. Pipinya memerah seperti baru memakai blush on yang sangat banyak.“A-apa katamu?” sentak Zoe. “Sangat tidak sopan.” Bibirnya mencibir kesal.Lelaki bermata cokelat itu mengangkat sebelah bibirnya. “Apakah sopan meletakkan wajahmu sangat dekat di muka lelaki yang tidak dikenal?”Sial! Zoe merasa sangat kesal sempat mengagumi wajah lelaki itu. Sangat angkuh seakan menuduh Zoe baru saja akan melakukan hal tidak senonoh padanya. Tapi itu bukan lah hal penting sekarang, Zoe kembali pada niat awalnya.“Ganti seluruh kerugianku,” ucap Zoe. “Aku yakin, kau tidak mungkin tuli mendengar aku berteriak kehilangan tas. Dan tentunya kau tidak lupa ingatan setelah menabrakku, betul?”Dengan gerakan yang sangat tenang lelaki itu bangun dari kursi malasnya dan menatap Zoe serius. “Tent
“Lalu, Nona, apa rencana Anda berikutnya? “ Kepala keamanan itu bertanya, membawa Zoe kembali pada kenyataan. Bahkan dia sendiri juga tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Zoe berpikir sejenak, sebelum meminta keringanan pada mereka. “Tuan, karena aku sudah terlanjur ada di kapal ini, bisakah aku meminta satu kabin? Ketika kapal ini berlabu pertama kalinya, aku akan membayarkan tiketku.” Zoe membuka sebuah kalung yang dia miliki, lantas menyerahkannya pada petugas. “Ini adalah jaminan untuk sementara, sampai aku bisa menghubungi keluargaku.” Kalung berlian itu sangat mahal, kalung pemberian daddy ketika Zoe berulang tahun yang ke dua puluh, tahun lalu. Dad berpesan agar Zoe menjaganya baik-baik, sebab katanya, kalung itu adalah sisah batu permata dari milik mommy-nya. Batu permata yang sangat langka dan belum tentu dimiliki keluarga kaya lainnya. Tentu saja mata petugas tercengang melihat bandulan berlian merah muda yang menggantung pada ra
Dua pupil berwarna hijau itu membulat merasakan bibirnya disentuh benda lembut milik lelaki. Zoe terpaku, ini kali pertama dia merasakan seseorang mengecup bibirnya. Dentuman jantung di balik dadanya merontah seakan ingin keluar. Ini kah yang disebut dengan ciuman pertama? Lelaki ini sudah merebut ciuman pertama milik Zoe dan dia sekarang dia tersenyum nakal di depan gadis itu. Zoe yakin, jika daddy tahu perkara ini, dia akan menggantungnya di tengah kota.“Istriku sangat lugu.” Dia berkata menyindir.Sial ... terkutuk lah kau Zoe, yang sudah dengan tak tahu malunya membiarkan seseorang menciummu. Apa kau sudah gila?“Le-lepaskan aku,” kata Zoe. Suaranya tercekat di tenggorokan.“Kenapa? Kau baru saja meminta maaf dan meminta untuk mengingat janji kita di altar. Lalu sekarang kau ingin menghindar?”Apa dia memang sangat bodoh dengan artinya sandiwara? Sejak kapan pula mereka benar-benar melakukan itu?
“Aku? Kau yakin ingin tahu siapa aku?” Lelaki melepaskan sebelah cengkramannya dan beralih ke dagu Zoe. Dia cubit dagu lancip yang mulus itu, mengangkat wajah Zoe untuk lebih menengadah lagi. Dua pasang bola mata mereka semakin lama bertemu, terasa semakin mendebarkan dada. Ini adalah pengalaman pertama Zoe bersentuhan sangat intim dengan lawan jenis, jadi bisa dia rasakan desiran-desiran aneh menggerogoti dirinya. Suasana yang mencekam bercampur getaran aneh itu membuat dia terhanyut dan pikirannya tidak berjalan dengan benar. Lalu tanpa Zoe bisa mengelak, si lelaki semakin mendekatkan wajah mereka sehingga kening saling beradu. Bibirnya terbuka beberapa saaat, memberi sentuhan napasnya di wajah cantik itu. Perlahan, lelaki berkata diiringi desah napas yang berat. “Aku adalah lelaki yang ingin kau nikahi.” Seketika suasana itu menjadi membingungkan, lalu perlahan terasa lucu sehingga suasana yang tadinya sempat disukai oleh Zoe, justru sekarang
Selesai menyusun pakaiannya ke dalam lemari, Zoe meregangkan tubuh di atas sofa panjang yang berada di depan jendela kabin. Pemandangan laut yang diterangi lampu-lampu kapal terlihat sangat indah bagaikan pecahan cahaya mutiara di dasar lautan. Gadis itu terhanyut beberapa saat sehingga dia teringat akan Dixon, pemilik kabin yang sudah membiarkannya menumpang. Seketika itu pun Zoe mengetuk kepalanya. “Zoe, apa kau memang harus melakukan ini? Kau menjual tubuhmu demi kabin? Astaga ... aku tidak tahu bahwa kau akan mengalami hal seperti ini,” gumamnya pada diri sendiri. Terbayang wajah kecewa mom dan dad di pelupuk matanya, menyaksikan dua orang tua yang sangat mencintainya itu pasti sangat shock jika tahu putri mereka melakukan hal gila dan menjijikkan. Bahkan jika dad sampai membawanya ke tiang penggantungan pun dia tidak akan bisa membayar semua rasa malu dan kecewa itu. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk saat ini? Di luar sana jauh lebih berbahaya. “Dixon
Zoe bergegas berdiri ketika mendengar pintu kamar mandi yang dibuka dari dalam sana. Gadis yang sejak tadi dadanya berbedar hebat, lantas berlari menuju balkon kabin yang cukup luas. Dia biarkan Dixon mengenakan dulu pakaiannya, sebelum mengganggu lelaki itu lagi. Tapi entah dasarnya rasa penasaran membuat gadis itu sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang, melihat punggung lebar Dixon yang kini tengah mengenakan pakaian. Tubuh yang altetis, dada yang bidang, dan tinggi lelaki itu adalah idaman setiap wanita di dunia. Ah ... apalagi dia adalah seorang putra dari keluarga Stewart, pasti memiliki banyak simpanan. Zoe lantas memajukan bibirnya untuk tidak memikirkan lelaki itu. “Hei, Zoe ... ayo lah. Kau baru bertemu dengannya, jangan mengagumi lelaki yang baru kau kenal.” Dia katakan kalimat itu tanpa sadar, dan sejurus kemudian menepuk jidatnya. “Apa? Memikirkannya? Yang benar saja, Zoe!” Dia adalah putri satu-satunya keluarga Borisson, jadi tak wajar jika Z