Dua pupil berwarna hijau itu membulat merasakan bibirnya disentuh benda lembut milik lelaki. Zoe terpaku, ini kali pertama dia merasakan seseorang mengecup bibirnya. Dentuman jantung di balik dadanya merontah seakan ingin keluar. Ini kah yang disebut dengan ciuman pertama? Lelaki ini sudah merebut ciuman pertama milik Zoe dan dia sekarang dia tersenyum nakal di depan gadis itu. Zoe yakin, jika daddy tahu perkara ini, dia akan menggantungnya di tengah kota.
“Istriku sangat lugu.” Dia berkata menyindir.
Sial ... terkutuk lah kau Zoe, yang sudah dengan tak tahu malunya membiarkan seseorang menciummu. Apa kau sudah gila?
“Le-lepaskan aku,” kata Zoe. Suaranya tercekat di tenggorokan.
“Kenapa? Kau baru saja meminta maaf dan meminta untuk mengingat janji kita di altar. Lalu sekarang kau ingin menghindar?”
Apa dia memang sangat bodoh dengan artinya sandiwara? Sejak kapan pula mereka benar-benar melakukan itu?
<“Aku? Kau yakin ingin tahu siapa aku?” Lelaki melepaskan sebelah cengkramannya dan beralih ke dagu Zoe. Dia cubit dagu lancip yang mulus itu, mengangkat wajah Zoe untuk lebih menengadah lagi. Dua pasang bola mata mereka semakin lama bertemu, terasa semakin mendebarkan dada. Ini adalah pengalaman pertama Zoe bersentuhan sangat intim dengan lawan jenis, jadi bisa dia rasakan desiran-desiran aneh menggerogoti dirinya. Suasana yang mencekam bercampur getaran aneh itu membuat dia terhanyut dan pikirannya tidak berjalan dengan benar. Lalu tanpa Zoe bisa mengelak, si lelaki semakin mendekatkan wajah mereka sehingga kening saling beradu. Bibirnya terbuka beberapa saaat, memberi sentuhan napasnya di wajah cantik itu. Perlahan, lelaki berkata diiringi desah napas yang berat. “Aku adalah lelaki yang ingin kau nikahi.” Seketika suasana itu menjadi membingungkan, lalu perlahan terasa lucu sehingga suasana yang tadinya sempat disukai oleh Zoe, justru sekarang
Selesai menyusun pakaiannya ke dalam lemari, Zoe meregangkan tubuh di atas sofa panjang yang berada di depan jendela kabin. Pemandangan laut yang diterangi lampu-lampu kapal terlihat sangat indah bagaikan pecahan cahaya mutiara di dasar lautan. Gadis itu terhanyut beberapa saat sehingga dia teringat akan Dixon, pemilik kabin yang sudah membiarkannya menumpang. Seketika itu pun Zoe mengetuk kepalanya. “Zoe, apa kau memang harus melakukan ini? Kau menjual tubuhmu demi kabin? Astaga ... aku tidak tahu bahwa kau akan mengalami hal seperti ini,” gumamnya pada diri sendiri. Terbayang wajah kecewa mom dan dad di pelupuk matanya, menyaksikan dua orang tua yang sangat mencintainya itu pasti sangat shock jika tahu putri mereka melakukan hal gila dan menjijikkan. Bahkan jika dad sampai membawanya ke tiang penggantungan pun dia tidak akan bisa membayar semua rasa malu dan kecewa itu. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk saat ini? Di luar sana jauh lebih berbahaya. “Dixon
Zoe bergegas berdiri ketika mendengar pintu kamar mandi yang dibuka dari dalam sana. Gadis yang sejak tadi dadanya berbedar hebat, lantas berlari menuju balkon kabin yang cukup luas. Dia biarkan Dixon mengenakan dulu pakaiannya, sebelum mengganggu lelaki itu lagi. Tapi entah dasarnya rasa penasaran membuat gadis itu sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang, melihat punggung lebar Dixon yang kini tengah mengenakan pakaian. Tubuh yang altetis, dada yang bidang, dan tinggi lelaki itu adalah idaman setiap wanita di dunia. Ah ... apalagi dia adalah seorang putra dari keluarga Stewart, pasti memiliki banyak simpanan. Zoe lantas memajukan bibirnya untuk tidak memikirkan lelaki itu. “Hei, Zoe ... ayo lah. Kau baru bertemu dengannya, jangan mengagumi lelaki yang baru kau kenal.” Dia katakan kalimat itu tanpa sadar, dan sejurus kemudian menepuk jidatnya. “Apa? Memikirkannya? Yang benar saja, Zoe!” Dia adalah putri satu-satunya keluarga Borisson, jadi tak wajar jika Z
Ketika keluar dari kamar mandi, Zoe melihat Dixon sudah berbaring di atas ranjang. Lelaki itu, apakah dia tidak berpikir bahwa Zoe pasti sedang kelaparan? Bagaimana bisa dia tertidur sangat cepat? Padahal, Zoe hanya pergi memasang pembalut tidak lebih dari lima menit.Zoe memajukan bibirnya ke depan, dengan suara menyedihkan dia mulai bergumam sendiri."Oh perutku yang malang, seseorang tidak peduli padamu." Dia mengusap perutnya yang rata sembari mengawasi lelaki yang sama sekali tidak bergerak. "Sangat malang, aku tidak tega pada perutku."Bukannya bangun, lelaki di atas ranjang itu sama sekali tidak peduli. Jadi Zoe pikir dia harus membuat suaranya lebih keras lagi."Aku lapar, tapi aku tidak punya uang. Seseorang yang seharusnya bertanggung jawab untuk perutku justru memilih tidur dengan nyenyak."Lelaki yang berpura tidur itu mengerut kening tidak percaya. Sejak kapan dia yang menjadi bertanggung jawab untuk urusan perut gadis ini? Apakah seka
Kekesalan di hati Dixon membuatnya menarik gagang pintu sangat keras, sehingga tanpa dia sadari sudah membuat Zoe yang berada di luar sana ikut tertarik paksa masuk ke dalam kamar. Jika lelaki itu tidak segera menangkap tangannya, mungkin Zoe akan terlempar ke atas lantai. Zoe sampai tak bisa mengendalikan mulutnya yang menjerit kaget.“Kenapa kau menarikku? Bagaimana jika tadi aku terjatuh?” celotehnya dengan wajah tidak senang.Baru saja Dixon khawatir padanya, tapi gadis ini justru mengomel. Padahal juga 'kan dia sudah menolongnya agar tidak terjatuh.“Salah sendiri kau memegangi gagang pintunya,” sahut Dixon asal.Astaga ... jadi, maksudnya Zoe tidak boleh memegang gagang pintu? Memangnya dia pikir pintu kabin itu akan terbuka dengan sendirinya? Memutar matanya malas, Zoe memilih mengabaikan perkataan lelaki yang tidak ada manis-manisnya itu. Dia memang wajah tersenyum dan berpura berkata-kata manis.“Baik lah, kar
Lelaki itu tersenyum sangat lebar, tapi tidak cukup untuk membuat Zoe senang melihatnya. Justru, gadis berparas cantik itu mencibirkan bibirnya dan memutar mata malas.“Lepaskan,” kata Zoe.“Kenapa? Memangnya, siapa yang boleh melarangku memegang tanganmu? Bahkan Tuan Borisson akan sangat senang hati jika melihat kita berjalan bersama.”Oh please ... lelaki sinting, gila, punya rasa percaya diri yang sangat tinggi, dan jangan lupa sikap sok tahu yang melekat pada dirinya. Dia adalah Andreas Jonatan, putra dari seorang pengusaha yang namanya cukup terkenal di New York, dan salah satu dari rekan bisnis Harry Borisson. Lelaki yang sudah puluhan kali ditolak oleh Zoe, tapi tidak pernah mengerti. Bukan karena wajahnya tidak tampan. Andreas terbilang menawan dengan senyum manis dari bibirnya, tapi sayang Zoe selalu illfeel ketika melihatnya. Bagaimana tidak? Andreas adalah tipe lelaki sok tampan yang seakan bisa membeli seluruh gadis di dunia i
Suasana di lorong itu semakin mencekam Zoe rasakan. Malam sudah beranjak lebih larut dan dia hanya bisa berdiri menunggu Dixon yang entah kapan akan kembali. Dia sudah mencoba meminta bantuan pada bagian keamanan, tapi mereka tidak berani untuk memberikan password pintu milik tuannya. Mereka hanya menyarankan agar Zoe sabar menanti sampai Dixon kembali ke kapal. Tapi kapan itu? Zoe menatap ujung lorong seakan dia akan menemukan Dixon di sana.Orang-orang di dalam kapal berasal dari latar keluarga yang terbilang golongan atas sampai elite, mereka terbiasa hidup dengan gemerlapnya dunia malam dan seks bebas. Tidak heran jika sesekali Zoe harus mendapat tatapan tidak mengenakkan dari para lelaki yang lalu. Mungkin, mereka pikir Zoe sedang mencari hidung belang yang ingin membokingnya? Sangat ironis.“Halo, Nona, kau menunggu seseorang?” tanya seorang lelaki berbadan tambun yang sudah empat kali sengaja lewat dari sana. “Sejak tadi kulihat kau berdi
Zoe mungkin terpengaruh oleh narkoba yang terminumnya, tapi tentu saja pikiran masih bisa berjalan meski tidak seutuhnya bisa dikendalikan. Dia lihati beberapa pemuda yang mulai mendekat ke arahnya, sehingga Zoe berusaha mundur ke belakang. “Apakah dia masih virgin? Tampaknya sangat pemalu,” kata salah satu dari pemuda yang lebih dulu mendekati gadis itu. “Halo, Manis, sudah berapa kali kau menjual tubuhmu?” Tentu saja hinaan itu melukai hati Zoe yang paling dalam. Alam bawah sadarnya berontak, menepis tangan si lelaki yang mencoba menyentuh pundaknya. Zoe menyilangkan kedua tangan di depan dada yang sudah basah oleh air kolam. “Jangan kurang ajar! Aku bukan gadis seperti yang kalian pikirkan!” sentaknya, memaksa diri tetap waras meski sangat sulit. “Oh ayo lah, Yuska, kau bilang ingin melelang gadis kasar seperti ini?” kata lelaki lainnya yang juga ikut berada di sekitar Zoe. Bukan hanya dua tiga pemuda saja yang mendekat, bahkan pria tua ber