Ketika keluar dari kamar mandi, Zoe melihat Dixon sudah berbaring di atas ranjang. Lelaki itu, apakah dia tidak berpikir bahwa Zoe pasti sedang kelaparan? Bagaimana bisa dia tertidur sangat cepat? Padahal, Zoe hanya pergi memasang pembalut tidak lebih dari lima menit.
Zoe memajukan bibirnya ke depan, dengan suara menyedihkan dia mulai bergumam sendiri.
"Oh perutku yang malang, seseorang tidak peduli padamu." Dia mengusap perutnya yang rata sembari mengawasi lelaki yang sama sekali tidak bergerak. "Sangat malang, aku tidak tega pada perutku."
Bukannya bangun, lelaki di atas ranjang itu sama sekali tidak peduli. Jadi Zoe pikir dia harus membuat suaranya lebih keras lagi.
"Aku lapar, tapi aku tidak punya uang. Seseorang yang seharusnya bertanggung jawab untuk perutku justru memilih tidur dengan nyenyak."
Lelaki yang berpura tidur itu mengerut kening tidak percaya. Sejak kapan dia yang menjadi bertanggung jawab untuk urusan perut gadis ini? Apakah seka
Kekesalan di hati Dixon membuatnya menarik gagang pintu sangat keras, sehingga tanpa dia sadari sudah membuat Zoe yang berada di luar sana ikut tertarik paksa masuk ke dalam kamar. Jika lelaki itu tidak segera menangkap tangannya, mungkin Zoe akan terlempar ke atas lantai. Zoe sampai tak bisa mengendalikan mulutnya yang menjerit kaget.“Kenapa kau menarikku? Bagaimana jika tadi aku terjatuh?” celotehnya dengan wajah tidak senang.Baru saja Dixon khawatir padanya, tapi gadis ini justru mengomel. Padahal juga 'kan dia sudah menolongnya agar tidak terjatuh.“Salah sendiri kau memegangi gagang pintunya,” sahut Dixon asal.Astaga ... jadi, maksudnya Zoe tidak boleh memegang gagang pintu? Memangnya dia pikir pintu kabin itu akan terbuka dengan sendirinya? Memutar matanya malas, Zoe memilih mengabaikan perkataan lelaki yang tidak ada manis-manisnya itu. Dia memang wajah tersenyum dan berpura berkata-kata manis.“Baik lah, kar
Lelaki itu tersenyum sangat lebar, tapi tidak cukup untuk membuat Zoe senang melihatnya. Justru, gadis berparas cantik itu mencibirkan bibirnya dan memutar mata malas.“Lepaskan,” kata Zoe.“Kenapa? Memangnya, siapa yang boleh melarangku memegang tanganmu? Bahkan Tuan Borisson akan sangat senang hati jika melihat kita berjalan bersama.”Oh please ... lelaki sinting, gila, punya rasa percaya diri yang sangat tinggi, dan jangan lupa sikap sok tahu yang melekat pada dirinya. Dia adalah Andreas Jonatan, putra dari seorang pengusaha yang namanya cukup terkenal di New York, dan salah satu dari rekan bisnis Harry Borisson. Lelaki yang sudah puluhan kali ditolak oleh Zoe, tapi tidak pernah mengerti. Bukan karena wajahnya tidak tampan. Andreas terbilang menawan dengan senyum manis dari bibirnya, tapi sayang Zoe selalu illfeel ketika melihatnya. Bagaimana tidak? Andreas adalah tipe lelaki sok tampan yang seakan bisa membeli seluruh gadis di dunia i
Suasana di lorong itu semakin mencekam Zoe rasakan. Malam sudah beranjak lebih larut dan dia hanya bisa berdiri menunggu Dixon yang entah kapan akan kembali. Dia sudah mencoba meminta bantuan pada bagian keamanan, tapi mereka tidak berani untuk memberikan password pintu milik tuannya. Mereka hanya menyarankan agar Zoe sabar menanti sampai Dixon kembali ke kapal. Tapi kapan itu? Zoe menatap ujung lorong seakan dia akan menemukan Dixon di sana.Orang-orang di dalam kapal berasal dari latar keluarga yang terbilang golongan atas sampai elite, mereka terbiasa hidup dengan gemerlapnya dunia malam dan seks bebas. Tidak heran jika sesekali Zoe harus mendapat tatapan tidak mengenakkan dari para lelaki yang lalu. Mungkin, mereka pikir Zoe sedang mencari hidung belang yang ingin membokingnya? Sangat ironis.“Halo, Nona, kau menunggu seseorang?” tanya seorang lelaki berbadan tambun yang sudah empat kali sengaja lewat dari sana. “Sejak tadi kulihat kau berdi
Zoe mungkin terpengaruh oleh narkoba yang terminumnya, tapi tentu saja pikiran masih bisa berjalan meski tidak seutuhnya bisa dikendalikan. Dia lihati beberapa pemuda yang mulai mendekat ke arahnya, sehingga Zoe berusaha mundur ke belakang. “Apakah dia masih virgin? Tampaknya sangat pemalu,” kata salah satu dari pemuda yang lebih dulu mendekati gadis itu. “Halo, Manis, sudah berapa kali kau menjual tubuhmu?” Tentu saja hinaan itu melukai hati Zoe yang paling dalam. Alam bawah sadarnya berontak, menepis tangan si lelaki yang mencoba menyentuh pundaknya. Zoe menyilangkan kedua tangan di depan dada yang sudah basah oleh air kolam. “Jangan kurang ajar! Aku bukan gadis seperti yang kalian pikirkan!” sentaknya, memaksa diri tetap waras meski sangat sulit. “Oh ayo lah, Yuska, kau bilang ingin melelang gadis kasar seperti ini?” kata lelaki lainnya yang juga ikut berada di sekitar Zoe. Bukan hanya dua tiga pemuda saja yang mendekat, bahkan pria tua ber
Semakin mereka jauh meninggalkan Dixon di sana, semakin dadanya terasa terbakar di dalam. Dixon meremas kedua tangan sehingga menimbulkan buku-buku putih di punggung tinjunya. Lelaki yang disulut api kemarahan itu tidak sadar ketika kakinya sudah melangkah lebar mengejar tiga lelaki yang bersiap masuk ke dalam kamar. Ada yang tidak beres di sini, Dixon tahu itu. Hidungnya masih berfungsi mencium aroma wine yang menguar dari mulut Zoe ketika gadis itu berbicara tadi. Dia yakin Zoe sedang dalam pengaruh alkohol berat, dan mungkin kah dia tidak sadar jika tiga orang ini akan melakukan hal tidak senonoh padanya? Dan ketika mereka akhirnya masuk ke dalam kabin, Dixon berlari dan lantas menerjang pintu dengan kasar. “Keluar, Zoe!” sentaknya penuh tekanan. Mata menyalang itu menatap Zoe yang sudah dibaringkan di atas ranjang, sementara pria tua bertubuh tambun tampaknya sedang bersiap ingin menggagahi Zoe. “Keluar, sebelum aku membunuhmu di sini!” Si p
Bibir mungil milik Zoe semakin rakus menyentuh Dixon lebih jauh lagi. Dixon masih terdiam, bingung untuk membalas perlakuan gadis yang kian bernafsu. Sesekali giginya menyakiti bibir Dixon, pertanda gadis ini masih sangat minim pengalamannya soal berciuman.Semakin dia menyentuh lebih banyak, semakin Dixon dibuat terhanyut. Lelaki yang tadinya hanya diam mematung, kini mulai menggerakkan pelan bibirnya.“Ughm ...” desah Zoe, merasakan bibir lelaki itu membalas perlakuannya. Angan yang sudah serasa terbang di angkasa, semakin membuai gadis yang penuh hasrat.Lumatan serta isapan terus beradu antara keduanya, dan Dixon sendiri semakin tidak mampu menahan diri dengan posisi itu saja. Secara naluria tangan besarnya mulai menyentuh Zoe, memasukkan telapak besar itu dari bagian bawah pakaiannya. Perlahan, Dixon bisa merasakan kulit lembut milik Zoe yang seakan memiliki magnet, menariknya untuk melakukan hal yang lebih jauh lagi.Ciuman itu berlangsu
Sepasang bulu mata panjang dan lebat bergerak pelan, sebelum kemudian dia membuka kelopak mata itu untuk terbuka. Dua bola indah berwarna hazel terlihat sayu menatap ke sekitar. Hari sudah siang, tampak dari cayaha matahari yang masuk dari pantulan kaca jendela. Bahkan mungkin ini sudah tengah hari.Zoe menggerakkan tangannya lemah, memijit pelan pelipis yang terasa pusing. Dan selanjutnya, dia rasakan sesuatu di dalam perut seperti diaduk-aduk. Zoe bangkit dari tidurnya untuk mengejar westafel di sudut kamar dan mengeluarkan sisa kemabukannya tadi malam. Rasanya sangat tidak nyaman, belum lagi mulut yang terasa kering kerontang dan perih, seperti pecah-pecah. Ada apa sebenarnya? Zoe berpikir sejenak, mengingat apa yang sudah terjadi tadi malam.Seketika dia teringat ketika menunggu Dixon di depan pintu kabin, seseorang mendatanginya. Lalu di kali terakhir naik ke dek atas bersama seorang gadis yang mengakui namanya sebagai Yuska, gadis yang memberinya segelas wine. Ot
Tiga hari setelah kejadian itu, Dixon belum juga kembali ke kapal. Zoe bisa menikmati waktu berkabungnya tanpa harus malu bertatap muka dengan lelaki yang sudah mengambil kesuciannya. Sedikit banyaknya, Zoe mulai bisa berdamai dengan hati, memberi semangat pada diri sendiri untuk tidak terus menangisi keadaan. Bukankah semua sudah terjadi? Lantas, untuk apa Zoe menangisinya terus-terusan? Kesuciannya tak akan bisa kembali bahkan jika Zoe harus menangis berhari-hari, yang ada justru matanya semakin bengkak dan merah. Zoe tidak ingin membuat dirinya pulang dengan keadaan yang mengerikan sehingga mom dan dad menjadi curiga. Sebisa mungkin, dia akan menyembunyikan kejadian ini jangan sampai didengar keluarganya. Bukankah selalu ada pelangi setelah hujan? Ketika Zoe kehilangan kesuciannya, di masa depan nanti pasti ada lelaki yang bisa menerima kekurangannya itu. Zoe yakin di dunia ini pasti ada cinta yang tulus, yang sedang menanti dirinya. “Semangat, Zoe, tidak
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep