Semakin mereka jauh meninggalkan Dixon di sana, semakin dadanya terasa terbakar di dalam. Dixon meremas kedua tangan sehingga menimbulkan buku-buku putih di punggung tinjunya. Lelaki yang disulut api kemarahan itu tidak sadar ketika kakinya sudah melangkah lebar mengejar tiga lelaki yang bersiap masuk ke dalam kamar.
Ada yang tidak beres di sini, Dixon tahu itu. Hidungnya masih berfungsi mencium aroma wine yang menguar dari mulut Zoe ketika gadis itu berbicara tadi. Dia yakin Zoe sedang dalam pengaruh alkohol berat, dan mungkin kah dia tidak sadar jika tiga orang ini akan melakukan hal tidak senonoh padanya?
Dan ketika mereka akhirnya masuk ke dalam kabin, Dixon berlari dan lantas menerjang pintu dengan kasar.
“Keluar, Zoe!” sentaknya penuh tekanan. Mata menyalang itu menatap Zoe yang sudah dibaringkan di atas ranjang, sementara pria tua bertubuh tambun tampaknya sedang bersiap ingin menggagahi Zoe. “Keluar, sebelum aku membunuhmu di sini!”
Si p
Bibir mungil milik Zoe semakin rakus menyentuh Dixon lebih jauh lagi. Dixon masih terdiam, bingung untuk membalas perlakuan gadis yang kian bernafsu. Sesekali giginya menyakiti bibir Dixon, pertanda gadis ini masih sangat minim pengalamannya soal berciuman.Semakin dia menyentuh lebih banyak, semakin Dixon dibuat terhanyut. Lelaki yang tadinya hanya diam mematung, kini mulai menggerakkan pelan bibirnya.“Ughm ...” desah Zoe, merasakan bibir lelaki itu membalas perlakuannya. Angan yang sudah serasa terbang di angkasa, semakin membuai gadis yang penuh hasrat.Lumatan serta isapan terus beradu antara keduanya, dan Dixon sendiri semakin tidak mampu menahan diri dengan posisi itu saja. Secara naluria tangan besarnya mulai menyentuh Zoe, memasukkan telapak besar itu dari bagian bawah pakaiannya. Perlahan, Dixon bisa merasakan kulit lembut milik Zoe yang seakan memiliki magnet, menariknya untuk melakukan hal yang lebih jauh lagi.Ciuman itu berlangsu
Sepasang bulu mata panjang dan lebat bergerak pelan, sebelum kemudian dia membuka kelopak mata itu untuk terbuka. Dua bola indah berwarna hazel terlihat sayu menatap ke sekitar. Hari sudah siang, tampak dari cayaha matahari yang masuk dari pantulan kaca jendela. Bahkan mungkin ini sudah tengah hari.Zoe menggerakkan tangannya lemah, memijit pelan pelipis yang terasa pusing. Dan selanjutnya, dia rasakan sesuatu di dalam perut seperti diaduk-aduk. Zoe bangkit dari tidurnya untuk mengejar westafel di sudut kamar dan mengeluarkan sisa kemabukannya tadi malam. Rasanya sangat tidak nyaman, belum lagi mulut yang terasa kering kerontang dan perih, seperti pecah-pecah. Ada apa sebenarnya? Zoe berpikir sejenak, mengingat apa yang sudah terjadi tadi malam.Seketika dia teringat ketika menunggu Dixon di depan pintu kabin, seseorang mendatanginya. Lalu di kali terakhir naik ke dek atas bersama seorang gadis yang mengakui namanya sebagai Yuska, gadis yang memberinya segelas wine. Ot
Tiga hari setelah kejadian itu, Dixon belum juga kembali ke kapal. Zoe bisa menikmati waktu berkabungnya tanpa harus malu bertatap muka dengan lelaki yang sudah mengambil kesuciannya. Sedikit banyaknya, Zoe mulai bisa berdamai dengan hati, memberi semangat pada diri sendiri untuk tidak terus menangisi keadaan. Bukankah semua sudah terjadi? Lantas, untuk apa Zoe menangisinya terus-terusan? Kesuciannya tak akan bisa kembali bahkan jika Zoe harus menangis berhari-hari, yang ada justru matanya semakin bengkak dan merah. Zoe tidak ingin membuat dirinya pulang dengan keadaan yang mengerikan sehingga mom dan dad menjadi curiga. Sebisa mungkin, dia akan menyembunyikan kejadian ini jangan sampai didengar keluarganya. Bukankah selalu ada pelangi setelah hujan? Ketika Zoe kehilangan kesuciannya, di masa depan nanti pasti ada lelaki yang bisa menerima kekurangannya itu. Zoe yakin di dunia ini pasti ada cinta yang tulus, yang sedang menanti dirinya. “Semangat, Zoe, tidak
“Kenapa dengan matamu?”Zoe sedang duduk di kursi malas balkon kabin, ketika Dixon mendatanginya ke sana. Gadis itu menggerakkan wajah mendongak, untuk bisa melihat wajah lelaki yang berdiri di sisi kirinya. Lubang kecewa yang Dixon sisakan sejak malam tadi, masih sangat membekas di hati Zoe.“Tidak mengapa,” sahut Zoe tak bersemangat. Mata itu dia alihkan kembali menatap lautan luas di hadapan mereka. ‘Kenapa kau sok peduli? Dasar laki-laki tak berperasaan! Kau bahkan tak ingat membuatku menangis?’ batinnya jengkel.Jika kemarin Zoe berharap lelaki itu segera pulang, pagi ini justru dia sangat kesal dan berharap Dixon pergi lagi. Bila perlu, Dixon tak usah kembali ke kapal, agar Zoe bisa menikmati patah hatinya tanpa harus dilihat lelaki menjengkelkan itu. Hatinya semakin kesal ketika Dixon menjawab acuh.“Oke, sepertinya kau memang tidak mengapa.”Menjengkelkan, bukan? Apakah otaknya memang terlalu
“Halo, Bibi, selamat siang.”Alena dikejutkan tangan kecil milik seorang gadis yang baru saja menyapanya. Lucia, gadis yang menjadi sahabat putrinya itu menyentuh pundak Alena dari belakang, membuatnya sedikit tersentak. Wanita yang masih cantik itu lantas berbalik untuk melihat Lucia, dan membuat matanya sedikit menjereng.“Luci, kau ingin membuat bibimu mati jantungan?” Alena berpura marah dengan bibir yang ditahan untuk tersenyum.“Oh, lihat lah bibiku yang masih cantik dan muda ini, apakah mungkin kematian akan bisa menjemputnya? Paman akan membunuh si serangan jantung lebih dulu,” canda Lucia, yang lantas membuat Alena terkikik tak tertahan. Dia menggamik kecil pipi Lucia dan mengajaknya duduk.“Sudah lama tak terlihat, apa kegiatanmu sekarang?” tanya Alena, begitu mereka duduk di sofa besar yang ada di ruang pribadi milik Alena.“Itu ... hehehe. Aku masih seperti biasa, Bi, sebab itu ibuku
“Harry! Harry!”Alena memasuki ruang kerja Harry dan memanggil nama lelaki yang sudah dua puluh dua tahun menjadi suaminya. Matanya menemukan meja kosong tanpa keberadaan Harry. Bahkan asisten pribadi yang biasanya selalu berada di ruangan itu pun tak dia temukan di sana. Segera dia berlari meninggalkan ruangan itu, menuju ruangan besar yang tidak jauh dari tempatnya.Pikiran Alena sudah tak bisa dikendalikan lagi. Dia bahkan tidak peduli jika suaminya mungkin tengah menerima tamu penting di dalam sana. Yang ada di pikiran wanita itu adalah, Harry harus segera tahu tentang Zoe agar bisa mencarinya. Bukankah justru Harry akan marah padanya nanti, jika Alena menunda memberitahu tentang putri mereka? Tanpa berpikir panjang, dia dorong pintu besar di depannya dan berpasang-pasang matamu teralih pada Alena.Di depan sana, di bundaran meja besar yang hanya berjarak beberapa langkah dari pintu, bisa Alena lihat beberapa orang yang tengah duduk melingk
“Kenapa? Kau tidak senang dengan ucapanku? Terserah kau terima atau tidak, tapi kau harus menikahiku segera setelah pelayaran ini selesai!”Zoe mengalihkan matanya pada gadis yang kini berjalan menuju Dixon, tampak jelas raut tak senang di wajah cantik Zoe, tak suka melihat si gadis yang sekarang sudah berdiri di samping Dixon. Lihat saja gadis itu memasang senyumnya, membuat Zoe semakin muak ketika Dixon justru membalas tatapnnya. Apakah mereka tidak paham dengan ucapan Zoe barusan? Sebenarnya Dixon ini orang seperti apa, sih? Kenapa dia sangat tidak peka?“Maaf, Tuan Stewart, sepertinya Anda memiliki masalah pribadi, apakah kita harus menunda pekerjaan ini?” Si gadis berkata dengan bibir mengulum senyum, menyebabkan mual perasaan Zoe.Tapi ... tunggu. Apakah dia tadi memanggil Dixon dengan sebutan ‘Tuan’? Lalu kemudian dia berkata pekerjaan? Apakah mungkin ... mata Zoe segera membulat dan tangannya ditangkupkan di depan mulu
Ciuman itu terus berlanjut untuk beberapa detik ke depan. Gigi Zoe yang tadinya mengatup pun kini terbuka memberikan akses bagi lidah Dixon masuk ke dalam sana. Zoe bisa merasakan tubuhnya seakan melayang, ketika lidah basah Dixon mengabsen setiap benda yang ada di dalam rongga mulut Zoe. Ini kah yang disebut sebagai ciuman basah? Sempat dia berpikir, tapi kembali terhanyut akan perlakuan Dixon yang memilin habis lidahnya. Ketika akhirnya mereka sudah tak bisa menahan napas lebih lama lagi, ciuman itu pun terpaksa dilepaskan. Zoe merasa seakan sebagian dari dirinya ikut menghilang bersamaan dengan ciuman yang berakhir.Dua anak manusia itu terdiam kemudian. Dixon menempelkan kening mereka dan mempertemukan dua pucuk hidung mancung yang saling beradu. Bisa mereka rasakan deruan napas memburu yang keluar dari mulut masing-masing, seperti embusan angin laut menerpa wajah mereka.Kemudian Dixon membuka matanya. Bisa dia lihat Zoe yang masih terpej