Gemetar tangan Alena menerima rangkaian bunga yang diberikan oleh suaminya, dadanya berdebar lebih cepat, sedang hatinya bertanya-tanya, apa yang mengubah Harry dalam waktu yang tidak begitu lama? Lalu setelah Alena memeluk buket di dadanya, Harry menyentuh telapaknya dan menjalin jemari mereka. Dibawanya Alena keluar dari tempat itu.
Bukankah mereka akan pulang ungtuk berganti dan sebagainya? Semakin bingun dan gugup Alena saat ternyata Harry membawanya ke sebuah rooftop kafe di hotel itu.
"I-ini ... bukankah seharusnya kita pulang?" Pertama kalinya Alena berbicara sejak terkahir di rumah sakit tadi.
"Tidak, aku ingin mengajakmu makan malam."
Tidak, bukan janggal Harry mengajaknya seperti ini, sudah hal biasa bagi mereka menikmati wa
"Harry, kau melihat album pernikahan kita? Zoe bosan hanya berbaring di ranjang, jadi dia memintaku membawakan album untuk dilihat, katanya."Alena membongkar seluruh laci yang ada di dalam kamar untuk menemukan album pernikahan mereka. Yang dia ingat, dia menyimpannya di laci meja rias, tapi sudah membongkar seluruh isinya pun, Alena tidak juga menemukan album itu. Dia terus mencari dan mengoceh tanpa melihat Harry yang tengah memasang pakaian dalam."Aku mengingatnya di sana, kau sudah mencari semuanya?" kata Harry, berjalan menuju meja tempat istrinya menunduk."Sudah semua, tapi itu tidak ada."Sesaat Harry mengerut kening sebelum akhirnya memberi saran. "Coba tanyakan pelayan, mungkin mereka membersihkan kamar ketika kita di rumah sakit.""Apakah mungkin?" Alena bertanya bingung tapi tetap melakukan saran Harry. Dia tidak begitu yakin memang, mengingat pelayan sangat jarang menyentuh kamar mereka."Tiffa, selama aku di ruma
Harry mengecup kening istrinya sangat lama, kedua tangan lelaki itu melingkar erat di pinggang Alena seakan tak rela melepaskannya."Aku tidak ingin pergi tanpamu. Rasanya ingin memasukkanmu ke dalam saku jas," kata Harry, memeluk semakin erat.Alena menarik wajahnya menjauh dari dada lelaki itu, untuk bisa melihat muka yang sedang cemberut. Lihatlah, bibir Harry jatuh ke bawah dan wajahnya dibuat sesedih mungkin mengalahi seorang bocah lima tahun. Dia menjengkelkan sekaligus manis di saat yang bersamaan."Andai aku bisa mengecil seperti itu," kata Alena, ikut bermanja dengan memainkan dada Harry dengan ujung tekunjuknya."Hum, seharusnya kau memang memiliki progam yang bisa mengecil dan besarkan tubuhmu, sehingga aku bisa membawamu k
"Kau ingin mempermainkan emosiku? Kau mencoba mencari simpatik pada istriku? Semuanya sudah dia berikan, tapi sepertinya kau tidak pantas mendapat perhatian dari kami." Mata Harry melotot dan sangat menakutkan, dia mengabaikan fakta bahwa Harel adalah putra dari kakaknya.Namun, bagi seorang Alena yang memiliki hati lembut tentu saja itu sangat menyedihkan. Dia tidak membela Harel juga tak tega memojokkannya."Harry, tenangkan dirimu, Sayang. Kita harus membicarakan ini baik-baik.""Diam kataku maka diam, Alen! Aku berhak berbicara pada keponakanku."Para pelayan pun datang di saat yang bersamaan tapi tak seorang pun yang berani melerai emosi tuan mereka. Semuanya hanya berdiri menunggu perintah, tentu dengan tangan yang membungkam mu
Empat hari sudah Harry pergi melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Alena merasa sangat merindukan lelaki itu, bahkan rasanya tidak tahan untuk segera bertemu. Harry berkata dirinya akan tiba hari ini, tapi sehingga sudah menjelang sore, dia tidak juga mendapat kabar dari suaminya. Ponsel Harry tidak bisa dihubungi, dan lelaki itu juga sama sekali tidak memberinya kabar sejak terakhir mereka berbicara di telepon. Ke mana Harry sebenarnya? Hati Alena bertanya-tanya. Membuat orang khawatir bukan bagian dari kebiasaan Harry selama ini.Apa lagi, siang tadi dokter berbicara pada Alena dan mengatakan Zoe sudah bisa pulang. Tulang punggung yang tadinya bergeser sudah kembali pada tempatnya, dan pergelangan yang tadinya memar pun sudah pulih sedia kala. Alena merasa khawatir jika putrinya merasa sedih, sebab Harry tidak menjemputnya pulang dari rumah sakit."Mom? Sebenarnya berapa lama dad di luar negeri? Bukankah dia bilang hanya pergi tiga hari?" tanya Zoe, anak itu su
Jika Harry sudah berkata di sini, ya harus di sini. Diabaikannya bisikan Alena yang terus memohon untuk dilepaskan. Harry sudah berhasik menyingkap gaun istrinya sehingga menunjukkan dua dada yang mencuat dari balik bra hitam. Dia menatap benda itu beberapa saat dengan mata yang sangat memuja."Sangat indah, bagaimana bisa aku menunggu kita kembali ke rumah, Sayang?" katanya, lalu menyapukan lidah di permukaan bukit Alena.Mendapat rangsangan dari lidah hangat itu, Alena yang tadinya berusaha berontak pun kini mulai melemah. Dia menjadi pasrah, bahkan tangannya memeluk erat leher Harry. Alena bersusah payah untuk menahan erangan ketika akhirnya Harry sudah melepaskan bra hitam yang melingkar di dadanya."Sayang, ah ..." erangnya mulai meracau.
"Alen ... jangan pergi," rengek Harry. Kedua alis lelaki itu menaut dan keringat dingin sudah membanjiri keningnya yang putih bersih. "Sayang, kumohon tetap di sini," ulangnya lagi, dengan wajah yang terlihat sangat ketakutan.Di sebelahnya, Alena mendengar ucapan lelaki itu dan mengubah posisi tidurnya. Dua mata yang masih mengantuk mulai berkedip dan memaksa terbangun. Tampak wajah suami yang dia kasihi sangat sedih seperti ingin menangis membuat mata Alena menjadi terang seketika. Dia menyentuh dahi Harry yang penuh keringat dan memanggil nama suaminya."Harry, Harry, kau bermimpi?"Kemudian dia tersadar kening Harry sangat panas. Lelaki itu ternyata diserang deman dan membuatnya mengigau."Kau demam?" kata Alena lagi. Buru-buru di
"Kau akan ke mana, Sayang?" Harry memegangi kaki Alena untuk mencegah istrinya berdiri. Dia letakkan kepala di atas paha itu, agar Alena tidak beranjak dari atas ranjang. Dia tidak ingin Alena meninggalkannya barang sedetik pun. Lelaki yang dalam masa pemulihannya itu menjadi sangat manja, dan selalu ingin bersama dengan Alena. "Aku hanya ingin melihat Zoe, Sayang, tunggu lah sebentar," kata Alena, mencoba membujuk suaminya. Lantas, Harry memajukan bibirnya dan menggeleng dua kali. "Tidak, biarkan aku di sini untuk beberapa saat lagi. Zoe pasti bermain dengan pelayan, kalau tidak, seharusnya sejak tadi dia sudah masuk," sahut Harry yang semakin mempererat pegangannya di paha Alena. Astaga ... Alena menarik napas pasrah. Sejak Harry demam, dia menjadi sangat manja bahkan melebihi seorang bayi. Harry selalu berkata ingin terus berada di sisi istrinya, untuk membayar empat harinya yang sepi selama di perjalanan bisnis. "Alen,
Harry tak membiarkan matanya lepas barang sedetik pun dari para pelayan lelaki yang disibukkan dengan sebuah bingkisan sangat besar."Hati-hati. Jangan sampai isi di dalamnya menjadi berantakan," katanya, kala mereka meletakkan bingkisan itu di tengah rumah. Ini masih sangat pagi dan dia sudah bangun lebih dulu bersama para pelayan. Harry tersenyum lebar melihat bingkisan berwarna merah muda itu, dan bersegera dia berjalan menuju tangga.Masih dengan senyum lebarnya, Harry memasuki kamarnya bersama Alena dan mengguncang pelan pundak istrinya."Sayang... Sayang, bangun," panggilnya lembut.Wanita yang tadinya tertidur dengan lelap perlahan membuka kedua mata. Alena mengerut kecil, bingung melihat lelaki itu."Harry, ada apa? Kau merasakan sesuatu? Suhu tubuhmu naik lagi?" Alena mendaratkan tangannya di kening Harry untuk memastikan dugaan.Tangan itu Harry tangkap dan bawa ke depan bibir. Dia mengecup pelan punggung tangan A