Serena gadis yang licik. Di saat dia terjepit seperti ini bukan berarti dia akan sepenuhnya patuh pada perkataan Harry. Gadis itu selalu mencari celah untuk melancarkan niat jahatnya sehingga dia bisa membalas rasa sakit karena tak bisa memiliki Harry.
Seperti saat ini contohnya. Sere sudah merencanakan sesuatu yang akan sangat mengejutkan Harry. Sengaja dia menunggu lelaki itu sibuk mengurusi Ezra Raves, sehingga Harry akan lengah tentang dirinya. Sere tertawa lebar melihat berita yang sedang disiarkan di televisi.
"Ingin mengikutiku? Ha ha ha! Harry ... Harry ... bahkan kakakmu yang sangat pintar pun bisa mati di tanganku. Dan kau berpikir ingin menempatkan seseorang mengikutiku? Jangan bermimpi! Bahkan jika kau menempatkan seluruh orang-orangmu mengikutiku, aku akan selalu bisa lepas!" katanya, dan sekali lagi dia tertawa karena itu.
"Kau menghancurkan mimpiku! Kau juga menolak perasaanku padamu, karena perempuan sialan itu? Akan kutunjukkan siapa yang lebih
"Masuk!""Lepaskan aku! Siapa kalian dan apa yang kalian lakukan padaku!"Alena berusaha berontak ketika salah satu lelaki itu menyeretnya keluar dari dalam mobil. Mereka sudah berada di depan sebuah rumah yang cukup besar dan terlihat sudah lama tinggal. Tanaman rambat memenuhi atap rumah itu yang menjuntai sampai ke bagian bawahnya."Lepaskan! Apa mau kalian sebenarnya?!" teriaknya lagi, mencoba memutar pundaknya ke belakang untuk melihat Jeslyn, teman yang akan membuka usaha butik dengannya. Tapi sama saja, Jeslyn juga diperlakukan sangat kasar oleh seorang lelaki lainnya, dan gadis itu tampaknya tidak berani berkutik. Hanya pasrah ketika mereka digiring masuk ke dalam rumah lalu dilempar ke atas lantai.Alena meringis, dia pegangi kedua kaki yang baru saja beradu dengan lantai sembari melihat dua orang itu."Kalian sedang cari mati?" kata Alena lagi, berharap dua orang itu menjadi takut saat mendengar nama suaminya. "Harry Borisson
"Cari semuanya, cepat!" perintah Harry. Semua bawahannya berlari memasuki rumah milik Serena dan memeriksa setiap ruangan di tempat itu. Para pelayan yang bekerja di rumah itu pun ikut berlari dan menjerit ketakutan.Lelaki itu tidak hanya diam. Ketika semua orang sibuk mencari keberadaan istrinya, Harry pun tak henti-henti memanggil nama Alena dan memeriksa semua ruangan sampai ke bawah kolong ranjang."Alena! Di mana kau, Alena?" teriaknya menendang pintu kamar yang baru saja dia datangi. Tak ada jawaban, pria itu semakin geram memeriksa bahkan ke dalam lemari."Alena! Tolong jawab aku di mana kau, Alena?" jerit Harry, perasaanya bercampur aduk sekarang. "Aku akan membunuh Serena jika menemukan bedebah itu!" Dia berlari lagi ke lantai bawah menemui para pelayan yang ketakutan berkump
"Kalian tak dengar? Cepat lakukan seperti yang aku perintahkan!" teriak Serena, membuat dua lelaki suruhannya maju ke depan.Mereka mendekati Alena, membuka tali pengikat tubuh gadis yang kini memohon dilepaska."Tolong ... kalian tidak boleh melakukan ini padaku. Kalian juga punya ibu dan saudara perempuan, bukan? Tolong jangan lakukan itu padaku!" mohonnya putus asa, lalu berusaha melarikan diri ketika ikatan di tubuhnya sudah benar-benar lepas.Bruk!Jika salah satu dari mereka tidak menangkap kaki Alena, dia hampir saja menyentuh gagang pintu itu. Sekarang dia hanya bisa meringis merasakan sakit setelah terjatuh ke atas lantai. Hidung Alena mengeluarkan cairan merah kental dan keningnya terluka memar, dia sudah tak sanggup untuk bangkit dan hanya mampu menangisi nasibnya."Ini menarik, Alena. Melihat kau berusaha melepaskan diri, itu seperti aku tengah melihat seekor tikus yang terjebur ke dalam kolam. Terlihat lucu dan sangat menye
"Tidak, Alen, jangan ...!"Lelaki yang sempat kehilangan akalnya itu kembali meneriakkan nama istrinya. Harry sangat rapuh, berusaha mengangkat kaki yang terluka di kedua sisi. Dia ingin menghambur ke anak tangga di mana Alena bersimpuh di kedua kakinya, lalu memeluk istrinya sangat erat. Tapi, baru saja Harry akan meneriakkan nama Alena lagi, tubuh Serena menimpah mereka dari atas. Harry menjaga bobot tubuhnya dan Alena untuk tidak berguling ke bawah sana, darah segar membanjiri kepala mereka ketika tubuh Serena sudah berguling menuju lantai terbawah. Kedua mata Harry menatap tubuh kakak iparnya yang kini terkapar di atas lantai dengan sebuah lubang di bagian dada kiri. Kala itu pun, Harry membelalak menatap istrinya dan tangannya bergerak sangat cepat memeriksa seluruh tubuh gadis itu. Tak ada luka yang dia temukan di tubuh Alena. Meski sangat bingung dengan keadaan ini, Harry sa
Kedua lelaki itu masih berdiri di bawah sana dengan sorot mata yang sangat menakutkan, seakan mereka ingin saling membunuh. Alena tak bisa menahan diri untuk terus melihat mereka, apalagi ketika Ezra melayangkan sebuah tinju di pipi kiri Harry, yang membuat lelaki itu terjatuh."Harry!"Alena memaksa dirinya berlari ke bawah sana, dia mengabaikan seluruh sakit di tubuhnya atas siksaan yang tadi dia dapatkan dari Sere. Yang ada di pikiran Alena hanya lah ingin melindungi suaminya.Harry yang tersungkur sama sekali tak ingin mengalah. Demi harga dirinya dan Alena, lelaki itu terus memaksa diri menerjang Ezra dan memberi satu tinju besar di pipi lelaki itu. Meski pada akhirnya Harry juga ikut terjatuh, dia cukup puas melihat Ezra terjerembab menerima serangannya."Hanya segitu kesombonganmu? Jangan berpikir aku lemah karena sedang terluka, Brengsek!" umpat Harry. Dia menarik kerah baju Ezra, mengangkat lelaki itu untuk berdiri dan berakhir terjatuh lagi. Dia
"Harry ..." panggil Alena pelan. Matanya menatap Harry dan Tuan Borisson secara bergantian. "Jangan seperti itu," lanjut Alena.Harry hanya mendengus mendengar perkataan istrinya, tapi dia menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun lagi. Ini kali pertama papanya mau berlama-lama berada dengan dirinya dalam satu ruangan, jadi dia ingin tahu apa yang membuat Tuan Borisson datang jauh-jauh ke negara ini."Maaf sudah membuat Anda datang ke sini. Mungkin banyak pekerjaan yang sedang menunggu Anda sekarang," kata Harry. Dia kerahkan seluruh perasaannya sebelum melanjutkan ucapannya. "Papa boleh pulang. Aku tidak akan meminta Papa berlama-lama."Sebagai anak yang sejak kecilnya tak mendapat perhatian, tentu saja Harry sangat ingin Tuan Borisson berada di sini lebih lama. Setidaknya, sampai l
Kala semua orang bingung melihat Tuan Borisson, Zoe justru mulai melebarkan senyumnya pada pria tua itu. "Kakek!" seru Zoe sangat keras, semakin membuat semua orang terpaku. Apa mungkin anak seusia ini bisa mengingat seseorang yang hanya ditemuinya satu kali? Apalagi kejadian itu sudah sekitar empat bulan yang lalu, rasanya sangat mustahil jika Zoe bisa mengingat Tuan Borisson adalah kakeknya. "Ya, kakek datang menjengukmu. Kakek tidak berbohong, betul?" kata orang tua itu lagi, yang lantas semakin membingungkan. "Sejak kapan papa pintar berjanji? Dan kapan kau bertemu dengan putriku?" cecar Harry, tak bisa dia tahan rasa ingin tahu di pikirannya. "Dad! Kakek bilang
Suasana semakin mencekam Alena rasakan saat semua orang duduk dengan diam, telinganya bisa mendengar degupan jantung sendiri, menunggu dua keluarga yang tidak juga mengeluarkan suara. Sampai dia merasa sangat penasaran kenapa semua hanya diam, Alena mengangkat wajahnya was-was dan matanya melihat Tuan Borisson dan Tuan Raves saling mengadu tatap. Sorot mata mereka sangat jelas tengah berperang.Kemudian, Tuan Borisson tersenyum miring sambil berkata, "Bukannya kau datang dengan tujuan, Raves? Kenapa hanya melihat aku seperti ingin membunuh?"Tuan Raves mengalihkan matanya sejenak dan menjawab, "Kau tentu tahu tujuanku meski aku tidak mengatakannya."Seringai yang sangat menakutkan. Dua pria tua itu sama-sama memiliki sokap sombong dan angkuh. Tapi jelas lebih banyak pada Tuan Borisson."Masih membahasnya, heh?" Tuan Borisson melipat kedua tangan di depan dada, menyandarkan punggung ke belakang. "Kupikir kau sudah belajar dari kekalahanmu."