Suasana semakin mencekam Alena rasakan saat semua orang duduk dengan diam, telinganya bisa mendengar degupan jantung sendiri, menunggu dua keluarga yang tidak juga mengeluarkan suara. Sampai dia merasa sangat penasaran kenapa semua hanya diam, Alena mengangkat wajahnya was-was dan matanya melihat Tuan Borisson dan Tuan Raves saling mengadu tatap. Sorot mata mereka sangat jelas tengah berperang.
Kemudian, Tuan Borisson tersenyum miring sambil berkata, "Bukannya kau datang dengan tujuan, Raves? Kenapa hanya melihat aku seperti ingin membunuh?"
Tuan Raves mengalihkan matanya sejenak dan menjawab, "Kau tentu tahu tujuanku meski aku tidak mengatakannya."
Seringai yang sangat menakutkan. Dua pria tua itu sama-sama memiliki sokap sombong dan angkuh. Tapi jelas lebih banyak pada Tuan Borisson.
"Masih membahasnya, heh?" Tuan Borisson melipat kedua tangan di depan dada, menyandarkan punggung ke belakang. "Kupikir kau sudah belajar dari kekalahanmu."
Ada yang tidak beres di sini, Alena yakin itu. Dia bisa menyimak dari perkataan papanya Ezra, bahwa Amanda memberitahu Julia tentang penculikan yang membuat Ezra datang ke sana. Alena menatap mertua perempuannya, seakan menunggu penjelasan dari wanita itu."Tuan Raves, jangan berpikiran buruk terhadapku. Benar aku meminta istri Anda menyampaikan pada putra kalian tentang penculikan yang dilakukan Serena, tapi kalian apa tahu kenapa aku memberitahunya? Sebab Ezra lah yang tahu di mana Serena menyekap Alena. Aku hanya meminta bantuan istri Anda untuk membantu kami untuk tahu di mana alamat itu, tak ada tujuan lain." Amanda mengelak tuduhan Tuan Raves yang seakan menyudutkannya.Semua orang kini menatap wajah Julia meminta penjelasan kenapa Ezra ada di sana."Aku mencintai putraku, tentu saja. Tapi aku pun tahu dia melakukan kesalahan. Raves, apakah salah aku menyuruh putramu menebus kesalahannya dengan menolong menemukan Alena? Aku hanya tak menyangka dia ak
"Ini laporan perusahaan, Tuan."Lukas meletakkan tabletnya di depan Harry, memberi tuannya waktu untuk memeriksa semuanya berjalan lancar. Selama dia dirawat di rumah, Harry menugaskan Lukas lah yang mengurus segala sesuatu di kantor. Tuan Borisson sibuk mengurus Harel, setelah menyelesaikan urusan dengan keluarga Serena. Pria tua yang dulunya sangat pekerja keras, sekarang hanya menjadi pengasuh yang sangat menyayangi cucunya."Kau sudah mengambil bagian di Raves Group?" tanya Harry, membaca setiap laporan di layar tablet.Lukas mengangguk sangat cepat seperti lehernya diberi batterai. "Sudah, Tuan. Tuan Raves menyerahkan 20% dari sahamnya untuk mengganti semua kerugian yang mereka buat," sahut Lukas penuh semangat.Melihat betapa antusiasnya Lukas, Harry sampai tersenyum melihat pria tua itu."Hanya 20%?" tanya Harry, menatap Lukas dengan serius. "Kau tau berapa kerugian kita dari ulah mereka? Seharusnya kau meminta 50%!"Pria tua ya
"Kau tidur, Alen?" bisik Harry di telinga istrinya.Alena yang tengah menutup mata, lantas menata Harry di sebelah kanan. "Tidak."Dua mata indah itu terbuka untuk melihat Harry. Bulu mata tebal dan hitam itu bagaikan surai merak, melambaik indah mengikuti geraknya berkedip. Harry selalu bisa terpaku melihat keindahan Alena, meski sudah beberapa tahun ini mereka selalu bersama. Baginya, Alena seperti sebuah keajaiban yang bisa dia sentuh."Ada apa? Kenapa kau menatapku sangat lama?" tanya Alena, merasa dirinya jadi pusat perhatian lelaki itu."Karena kau sangat indah. Aku selalu terlena setiap kali melihatmu seperti ini."Dia merasa pipinya mulai memanas mendengar godaan dari suaminya. Alena tersipu malu, seakan mereka masih di masa-masa awal jatuh cinta."Kau berlebihan, Harry. Kau penggoda ulung," sahutnya malu-malu.Sebelah alis Harry naik ke atas. Gombalannya untuk Alena selalu berfungsi kapan pun, membuat lelaki itu semakin
Dia bersemu, tapi berusaha menyembunyikan rasa di hatinya. Alena membalik tubuh untuk menghindari beradu tatap dengan suaminya yang nakal. Alena merasakan pipinya memanas, menanti apa yang akan dilakukan lelaki itu selanjutnya. Dan tidak seperti pemikiran Alena, Harry tidak berlaku lembut seperti biasa, lelaki itu dengan garang membalik tubuh Alena dan menindih dari atas."Kau menghindariku, Alen?"Siapa yang menghindar? Mata Alena terbelalak mendengar pertanyaan suaminya. Apalagi cara bertanya Harry juga terdengar menuduh, seakan dia sedang tidak senang."Aku tidak. Kau yang terlalu berpikir salah," sahutnya, mencoba mengabaikan debaran di dalam dada.Mungkin karena mereka sudah berbulan-bulan tidak melakukan sentuhan intim, Alena me
Resepsi pernikahan itu masih berlangsung hingga malam. Tamu dari berbagai kota dan negara tak ingin melewatkan peresmian rumah tangga putra dari orang yang sangat terkenal dalam dunia bisnis. Apalagi nama Harry sendiri pun sudah sangat terkenal bahkan menyaingi papanya. Semua orang tampak bergembira melihat pasangan yang menjadi pusat perhatian. Apalagi dengan adanya Zoe yang lucu dan menggemaskan. Gadis kecil yang sangat cantik itu membuat suasana peresmian ini menjadi sangat berbeda dari pernikahan pada umumnya. Zoe memiliki bibir kecil yang tidak hentinya berceloteh, dan menjadi daya tarik orang-orang untuk menggodanya.Sekarang Alena tengah berdiri di antara para tamu wanita. Amanda memperkenalkannya pada para istri pejabat dan orang yang berpengaruh di kota itu, dan mereka menyambut Alena sangat hangat. Zoe juga berada di sana menggenggam tangan Amanda, sebab Harry dan Borisso
Dua wanita yang sudah lama tidak bertemu, kini duduk berhadapan di sebuah meja yang terbilang sepi. Alena sengaja mengambil tempat yang tidak tidak terlalu mencolok dari perhatian banyak orang. Sebuah gelas berisi sampanye dia mainkan di tangannya, sedangkan Nitty tersenyum miring memperhatikan lawan bicaranya."Hai, lama tidak bertemu, Nitty," sapa Alena berbasa-basi.Nitty menggerdik bahu acuh. Dia tenggak isi gelasnya sekali tarikan napas dan kembali melihat Alena."Tampaknya kau sudah terpelajar mengikuti kehidupan kalangan elit, ya. Kuakui, cukup banyak perubahan di dirimu, Alena.""Tentu saja. Suamiku seorang yang sangat berpengaruh, sudah sepantasnya aku mengikuti gaya hidupnya, bukan begitu?" Tak mau kalah Alena menyahut.
Harry yang melihat kejadian itu hanya tertawa kecil melihat istrinya. Baru satu tamparan saja Nitty sudah tidak berkutik? Padahal dia masih ingin melihat Alena mengeluarkan seluruh kekesalannya pada gadis itu."Harry, bawa istrimu ke atas," kata Amanda.Tanpa rasa bersalah Harry menjawab, "Padahal baru saja permulaan. Sangat jarang Alena seperti ini."Alena yang dipengaruhi alkohol lantas membulatkan matanya pada Harry. "Benar, aku memang jarang seperti ini. Sayang, boleh aku menutup mulut Nitty? Aku bosan melihat orang seperti dia. Terlalu licik."Jika tidak mengingat di sini tamu masih sangat ramai, ingin Harry membiarkan Alena melepaskan semua amarah tertahannya pada Nitty. Tapi dia hanya tersenyum melihat Alena, lalu merangkul pundak istrinya itu. "Dia sudah menutup mulutnya, Sayang. Mari, kau pasti sangat lelah sejak siang."Tak membuang waktu dia menggiring Alena meninggalkan tempat ini. Tak lupa dia berbisik ke telinga Alena. "Ka
Alena meletakkan dua gelas orange juice dan sepiring camilan di atas meja. Matanya menatap Harel, anak kecil yang tengah duduk di taman belakang bersama Harry. Anak itu menatap Zoe, putri kecil Alena yang tengah bermain di taman dengan Tiffa. Pandangannya kosong seakan pikiran tidak di badan."Harel, kau ingin bermain dengan adikmu?" tanya Alena membuka pembicaraan.Harel memutar kepala menatap Alena, kepalanya menggeleng lemah sedang bibir anak itu terkunci rapat. Tidak akan mudah memang mendekati seorang anak yang masih baru kehilangan mamanya. Alena cukup memahami anak ini sedang butuh perhatian khusus. Dia berusaha tersenyum, mengabaikan sikap Harel yang acuh."Atau mungkin ingin bermain dengan aku?""Tidak, tapi aku ingin bertanya," sahut Harel. Akhirnya dia membuka mulut itu, membuat Alena tersenyum senang. Lantas dia duduk di sebelah Harel dan memberi anak itu waktu."Baik lah, aku akan menjawab pertanyaanmu. Katakan apa itu."M
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep