Kala semua orang bingung melihat Tuan Borisson, Zoe justru mulai melebarkan senyumnya pada pria tua itu.
"Kakek!" seru Zoe sangat keras, semakin membuat semua orang terpaku.
Apa mungkin anak seusia ini bisa mengingat seseorang yang hanya ditemuinya satu kali? Apalagi kejadian itu sudah sekitar empat bulan yang lalu, rasanya sangat mustahil jika Zoe bisa mengingat Tuan Borisson adalah kakeknya.
"Ya, kakek datang menjengukmu. Kakek tidak berbohong, betul?" kata orang tua itu lagi, yang lantas semakin membingungkan.
"Sejak kapan papa pintar berjanji? Dan kapan kau bertemu dengan putriku?" cecar Harry, tak bisa dia tahan rasa ingin tahu di pikirannya.
"Dad! Kakek bilang
Suasana semakin mencekam Alena rasakan saat semua orang duduk dengan diam, telinganya bisa mendengar degupan jantung sendiri, menunggu dua keluarga yang tidak juga mengeluarkan suara. Sampai dia merasa sangat penasaran kenapa semua hanya diam, Alena mengangkat wajahnya was-was dan matanya melihat Tuan Borisson dan Tuan Raves saling mengadu tatap. Sorot mata mereka sangat jelas tengah berperang.Kemudian, Tuan Borisson tersenyum miring sambil berkata, "Bukannya kau datang dengan tujuan, Raves? Kenapa hanya melihat aku seperti ingin membunuh?"Tuan Raves mengalihkan matanya sejenak dan menjawab, "Kau tentu tahu tujuanku meski aku tidak mengatakannya."Seringai yang sangat menakutkan. Dua pria tua itu sama-sama memiliki sokap sombong dan angkuh. Tapi jelas lebih banyak pada Tuan Borisson."Masih membahasnya, heh?" Tuan Borisson melipat kedua tangan di depan dada, menyandarkan punggung ke belakang. "Kupikir kau sudah belajar dari kekalahanmu."
Ada yang tidak beres di sini, Alena yakin itu. Dia bisa menyimak dari perkataan papanya Ezra, bahwa Amanda memberitahu Julia tentang penculikan yang membuat Ezra datang ke sana. Alena menatap mertua perempuannya, seakan menunggu penjelasan dari wanita itu."Tuan Raves, jangan berpikiran buruk terhadapku. Benar aku meminta istri Anda menyampaikan pada putra kalian tentang penculikan yang dilakukan Serena, tapi kalian apa tahu kenapa aku memberitahunya? Sebab Ezra lah yang tahu di mana Serena menyekap Alena. Aku hanya meminta bantuan istri Anda untuk membantu kami untuk tahu di mana alamat itu, tak ada tujuan lain." Amanda mengelak tuduhan Tuan Raves yang seakan menyudutkannya.Semua orang kini menatap wajah Julia meminta penjelasan kenapa Ezra ada di sana."Aku mencintai putraku, tentu saja. Tapi aku pun tahu dia melakukan kesalahan. Raves, apakah salah aku menyuruh putramu menebus kesalahannya dengan menolong menemukan Alena? Aku hanya tak menyangka dia ak
"Ini laporan perusahaan, Tuan."Lukas meletakkan tabletnya di depan Harry, memberi tuannya waktu untuk memeriksa semuanya berjalan lancar. Selama dia dirawat di rumah, Harry menugaskan Lukas lah yang mengurus segala sesuatu di kantor. Tuan Borisson sibuk mengurus Harel, setelah menyelesaikan urusan dengan keluarga Serena. Pria tua yang dulunya sangat pekerja keras, sekarang hanya menjadi pengasuh yang sangat menyayangi cucunya."Kau sudah mengambil bagian di Raves Group?" tanya Harry, membaca setiap laporan di layar tablet.Lukas mengangguk sangat cepat seperti lehernya diberi batterai. "Sudah, Tuan. Tuan Raves menyerahkan 20% dari sahamnya untuk mengganti semua kerugian yang mereka buat," sahut Lukas penuh semangat.Melihat betapa antusiasnya Lukas, Harry sampai tersenyum melihat pria tua itu."Hanya 20%?" tanya Harry, menatap Lukas dengan serius. "Kau tau berapa kerugian kita dari ulah mereka? Seharusnya kau meminta 50%!"Pria tua ya
"Kau tidur, Alen?" bisik Harry di telinga istrinya.Alena yang tengah menutup mata, lantas menata Harry di sebelah kanan. "Tidak."Dua mata indah itu terbuka untuk melihat Harry. Bulu mata tebal dan hitam itu bagaikan surai merak, melambaik indah mengikuti geraknya berkedip. Harry selalu bisa terpaku melihat keindahan Alena, meski sudah beberapa tahun ini mereka selalu bersama. Baginya, Alena seperti sebuah keajaiban yang bisa dia sentuh."Ada apa? Kenapa kau menatapku sangat lama?" tanya Alena, merasa dirinya jadi pusat perhatian lelaki itu."Karena kau sangat indah. Aku selalu terlena setiap kali melihatmu seperti ini."Dia merasa pipinya mulai memanas mendengar godaan dari suaminya. Alena tersipu malu, seakan mereka masih di masa-masa awal jatuh cinta."Kau berlebihan, Harry. Kau penggoda ulung," sahutnya malu-malu.Sebelah alis Harry naik ke atas. Gombalannya untuk Alena selalu berfungsi kapan pun, membuat lelaki itu semakin
Dia bersemu, tapi berusaha menyembunyikan rasa di hatinya. Alena membalik tubuh untuk menghindari beradu tatap dengan suaminya yang nakal. Alena merasakan pipinya memanas, menanti apa yang akan dilakukan lelaki itu selanjutnya. Dan tidak seperti pemikiran Alena, Harry tidak berlaku lembut seperti biasa, lelaki itu dengan garang membalik tubuh Alena dan menindih dari atas."Kau menghindariku, Alen?"Siapa yang menghindar? Mata Alena terbelalak mendengar pertanyaan suaminya. Apalagi cara bertanya Harry juga terdengar menuduh, seakan dia sedang tidak senang."Aku tidak. Kau yang terlalu berpikir salah," sahutnya, mencoba mengabaikan debaran di dalam dada.Mungkin karena mereka sudah berbulan-bulan tidak melakukan sentuhan intim, Alena me
Resepsi pernikahan itu masih berlangsung hingga malam. Tamu dari berbagai kota dan negara tak ingin melewatkan peresmian rumah tangga putra dari orang yang sangat terkenal dalam dunia bisnis. Apalagi nama Harry sendiri pun sudah sangat terkenal bahkan menyaingi papanya. Semua orang tampak bergembira melihat pasangan yang menjadi pusat perhatian. Apalagi dengan adanya Zoe yang lucu dan menggemaskan. Gadis kecil yang sangat cantik itu membuat suasana peresmian ini menjadi sangat berbeda dari pernikahan pada umumnya. Zoe memiliki bibir kecil yang tidak hentinya berceloteh, dan menjadi daya tarik orang-orang untuk menggodanya.Sekarang Alena tengah berdiri di antara para tamu wanita. Amanda memperkenalkannya pada para istri pejabat dan orang yang berpengaruh di kota itu, dan mereka menyambut Alena sangat hangat. Zoe juga berada di sana menggenggam tangan Amanda, sebab Harry dan Borisso
Dua wanita yang sudah lama tidak bertemu, kini duduk berhadapan di sebuah meja yang terbilang sepi. Alena sengaja mengambil tempat yang tidak tidak terlalu mencolok dari perhatian banyak orang. Sebuah gelas berisi sampanye dia mainkan di tangannya, sedangkan Nitty tersenyum miring memperhatikan lawan bicaranya."Hai, lama tidak bertemu, Nitty," sapa Alena berbasa-basi.Nitty menggerdik bahu acuh. Dia tenggak isi gelasnya sekali tarikan napas dan kembali melihat Alena."Tampaknya kau sudah terpelajar mengikuti kehidupan kalangan elit, ya. Kuakui, cukup banyak perubahan di dirimu, Alena.""Tentu saja. Suamiku seorang yang sangat berpengaruh, sudah sepantasnya aku mengikuti gaya hidupnya, bukan begitu?" Tak mau kalah Alena menyahut.
Harry yang melihat kejadian itu hanya tertawa kecil melihat istrinya. Baru satu tamparan saja Nitty sudah tidak berkutik? Padahal dia masih ingin melihat Alena mengeluarkan seluruh kekesalannya pada gadis itu."Harry, bawa istrimu ke atas," kata Amanda.Tanpa rasa bersalah Harry menjawab, "Padahal baru saja permulaan. Sangat jarang Alena seperti ini."Alena yang dipengaruhi alkohol lantas membulatkan matanya pada Harry. "Benar, aku memang jarang seperti ini. Sayang, boleh aku menutup mulut Nitty? Aku bosan melihat orang seperti dia. Terlalu licik."Jika tidak mengingat di sini tamu masih sangat ramai, ingin Harry membiarkan Alena melepaskan semua amarah tertahannya pada Nitty. Tapi dia hanya tersenyum melihat Alena, lalu merangkul pundak istrinya itu. "Dia sudah menutup mulutnya, Sayang. Mari, kau pasti sangat lelah sejak siang."Tak membuang waktu dia menggiring Alena meninggalkan tempat ini. Tak lupa dia berbisik ke telinga Alena. "Ka