"Kalian tak dengar? Cepat lakukan seperti yang aku perintahkan!" teriak Serena, membuat dua lelaki suruhannya maju ke depan.
Mereka mendekati Alena, membuka tali pengikat tubuh gadis yang kini memohon dilepaska.
"Tolong ... kalian tidak boleh melakukan ini padaku. Kalian juga punya ibu dan saudara perempuan, bukan? Tolong jangan lakukan itu padaku!" mohonnya putus asa, lalu berusaha melarikan diri ketika ikatan di tubuhnya sudah benar-benar lepas.
Bruk!
Jika salah satu dari mereka tidak menangkap kaki Alena, dia hampir saja menyentuh gagang pintu itu. Sekarang dia hanya bisa meringis merasakan sakit setelah terjatuh ke atas lantai. Hidung Alena mengeluarkan cairan merah kental dan keningnya terluka memar, dia sudah tak sanggup untuk bangkit dan hanya mampu menangisi nasibnya.
"Ini menarik, Alena. Melihat kau berusaha melepaskan diri, itu seperti aku tengah melihat seekor tikus yang terjebur ke dalam kolam. Terlihat lucu dan sangat menye
"Tidak, Alen, jangan ...!"Lelaki yang sempat kehilangan akalnya itu kembali meneriakkan nama istrinya. Harry sangat rapuh, berusaha mengangkat kaki yang terluka di kedua sisi. Dia ingin menghambur ke anak tangga di mana Alena bersimpuh di kedua kakinya, lalu memeluk istrinya sangat erat. Tapi, baru saja Harry akan meneriakkan nama Alena lagi, tubuh Serena menimpah mereka dari atas. Harry menjaga bobot tubuhnya dan Alena untuk tidak berguling ke bawah sana, darah segar membanjiri kepala mereka ketika tubuh Serena sudah berguling menuju lantai terbawah. Kedua mata Harry menatap tubuh kakak iparnya yang kini terkapar di atas lantai dengan sebuah lubang di bagian dada kiri. Kala itu pun, Harry membelalak menatap istrinya dan tangannya bergerak sangat cepat memeriksa seluruh tubuh gadis itu. Tak ada luka yang dia temukan di tubuh Alena. Meski sangat bingung dengan keadaan ini, Harry sa
Kedua lelaki itu masih berdiri di bawah sana dengan sorot mata yang sangat menakutkan, seakan mereka ingin saling membunuh. Alena tak bisa menahan diri untuk terus melihat mereka, apalagi ketika Ezra melayangkan sebuah tinju di pipi kiri Harry, yang membuat lelaki itu terjatuh."Harry!"Alena memaksa dirinya berlari ke bawah sana, dia mengabaikan seluruh sakit di tubuhnya atas siksaan yang tadi dia dapatkan dari Sere. Yang ada di pikiran Alena hanya lah ingin melindungi suaminya.Harry yang tersungkur sama sekali tak ingin mengalah. Demi harga dirinya dan Alena, lelaki itu terus memaksa diri menerjang Ezra dan memberi satu tinju besar di pipi lelaki itu. Meski pada akhirnya Harry juga ikut terjatuh, dia cukup puas melihat Ezra terjerembab menerima serangannya."Hanya segitu kesombonganmu? Jangan berpikir aku lemah karena sedang terluka, Brengsek!" umpat Harry. Dia menarik kerah baju Ezra, mengangkat lelaki itu untuk berdiri dan berakhir terjatuh lagi. Dia
"Harry ..." panggil Alena pelan. Matanya menatap Harry dan Tuan Borisson secara bergantian. "Jangan seperti itu," lanjut Alena.Harry hanya mendengus mendengar perkataan istrinya, tapi dia menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun lagi. Ini kali pertama papanya mau berlama-lama berada dengan dirinya dalam satu ruangan, jadi dia ingin tahu apa yang membuat Tuan Borisson datang jauh-jauh ke negara ini."Maaf sudah membuat Anda datang ke sini. Mungkin banyak pekerjaan yang sedang menunggu Anda sekarang," kata Harry. Dia kerahkan seluruh perasaannya sebelum melanjutkan ucapannya. "Papa boleh pulang. Aku tidak akan meminta Papa berlama-lama."Sebagai anak yang sejak kecilnya tak mendapat perhatian, tentu saja Harry sangat ingin Tuan Borisson berada di sini lebih lama. Setidaknya, sampai l
Kala semua orang bingung melihat Tuan Borisson, Zoe justru mulai melebarkan senyumnya pada pria tua itu. "Kakek!" seru Zoe sangat keras, semakin membuat semua orang terpaku. Apa mungkin anak seusia ini bisa mengingat seseorang yang hanya ditemuinya satu kali? Apalagi kejadian itu sudah sekitar empat bulan yang lalu, rasanya sangat mustahil jika Zoe bisa mengingat Tuan Borisson adalah kakeknya. "Ya, kakek datang menjengukmu. Kakek tidak berbohong, betul?" kata orang tua itu lagi, yang lantas semakin membingungkan. "Sejak kapan papa pintar berjanji? Dan kapan kau bertemu dengan putriku?" cecar Harry, tak bisa dia tahan rasa ingin tahu di pikirannya. "Dad! Kakek bilang
Suasana semakin mencekam Alena rasakan saat semua orang duduk dengan diam, telinganya bisa mendengar degupan jantung sendiri, menunggu dua keluarga yang tidak juga mengeluarkan suara. Sampai dia merasa sangat penasaran kenapa semua hanya diam, Alena mengangkat wajahnya was-was dan matanya melihat Tuan Borisson dan Tuan Raves saling mengadu tatap. Sorot mata mereka sangat jelas tengah berperang.Kemudian, Tuan Borisson tersenyum miring sambil berkata, "Bukannya kau datang dengan tujuan, Raves? Kenapa hanya melihat aku seperti ingin membunuh?"Tuan Raves mengalihkan matanya sejenak dan menjawab, "Kau tentu tahu tujuanku meski aku tidak mengatakannya."Seringai yang sangat menakutkan. Dua pria tua itu sama-sama memiliki sokap sombong dan angkuh. Tapi jelas lebih banyak pada Tuan Borisson."Masih membahasnya, heh?" Tuan Borisson melipat kedua tangan di depan dada, menyandarkan punggung ke belakang. "Kupikir kau sudah belajar dari kekalahanmu."
Ada yang tidak beres di sini, Alena yakin itu. Dia bisa menyimak dari perkataan papanya Ezra, bahwa Amanda memberitahu Julia tentang penculikan yang membuat Ezra datang ke sana. Alena menatap mertua perempuannya, seakan menunggu penjelasan dari wanita itu."Tuan Raves, jangan berpikiran buruk terhadapku. Benar aku meminta istri Anda menyampaikan pada putra kalian tentang penculikan yang dilakukan Serena, tapi kalian apa tahu kenapa aku memberitahunya? Sebab Ezra lah yang tahu di mana Serena menyekap Alena. Aku hanya meminta bantuan istri Anda untuk membantu kami untuk tahu di mana alamat itu, tak ada tujuan lain." Amanda mengelak tuduhan Tuan Raves yang seakan menyudutkannya.Semua orang kini menatap wajah Julia meminta penjelasan kenapa Ezra ada di sana."Aku mencintai putraku, tentu saja. Tapi aku pun tahu dia melakukan kesalahan. Raves, apakah salah aku menyuruh putramu menebus kesalahannya dengan menolong menemukan Alena? Aku hanya tak menyangka dia ak
"Ini laporan perusahaan, Tuan."Lukas meletakkan tabletnya di depan Harry, memberi tuannya waktu untuk memeriksa semuanya berjalan lancar. Selama dia dirawat di rumah, Harry menugaskan Lukas lah yang mengurus segala sesuatu di kantor. Tuan Borisson sibuk mengurus Harel, setelah menyelesaikan urusan dengan keluarga Serena. Pria tua yang dulunya sangat pekerja keras, sekarang hanya menjadi pengasuh yang sangat menyayangi cucunya."Kau sudah mengambil bagian di Raves Group?" tanya Harry, membaca setiap laporan di layar tablet.Lukas mengangguk sangat cepat seperti lehernya diberi batterai. "Sudah, Tuan. Tuan Raves menyerahkan 20% dari sahamnya untuk mengganti semua kerugian yang mereka buat," sahut Lukas penuh semangat.Melihat betapa antusiasnya Lukas, Harry sampai tersenyum melihat pria tua itu."Hanya 20%?" tanya Harry, menatap Lukas dengan serius. "Kau tau berapa kerugian kita dari ulah mereka? Seharusnya kau meminta 50%!"Pria tua ya
"Kau tidur, Alen?" bisik Harry di telinga istrinya.Alena yang tengah menutup mata, lantas menata Harry di sebelah kanan. "Tidak."Dua mata indah itu terbuka untuk melihat Harry. Bulu mata tebal dan hitam itu bagaikan surai merak, melambaik indah mengikuti geraknya berkedip. Harry selalu bisa terpaku melihat keindahan Alena, meski sudah beberapa tahun ini mereka selalu bersama. Baginya, Alena seperti sebuah keajaiban yang bisa dia sentuh."Ada apa? Kenapa kau menatapku sangat lama?" tanya Alena, merasa dirinya jadi pusat perhatian lelaki itu."Karena kau sangat indah. Aku selalu terlena setiap kali melihatmu seperti ini."Dia merasa pipinya mulai memanas mendengar godaan dari suaminya. Alena tersipu malu, seakan mereka masih di masa-masa awal jatuh cinta."Kau berlebihan, Harry. Kau penggoda ulung," sahutnya malu-malu.Sebelah alis Harry naik ke atas. Gombalannya untuk Alena selalu berfungsi kapan pun, membuat lelaki itu semakin