Sudah tiga hari Alena dikurung di kamar besar penyiksaan itu. Tubuhnya terasa remuk, sakit di mana-mana. Pria bernama Harry Borisson itu menggagahinya tanpa kenal waktu. Bahkan di siang hari yang terik pun, pria itu terkadang datang menemuinya.
Alena sudah tak punya kekuatan untuk melawan. Setiap kali Harry menidurinya, dia memilih diam bagaikan sepotong kayu. Dia terlalu lelah untuk merontah.
Pintu di depannya terbuka lagi. Alena melihat pria tua bernama Lukas itu masuk kamar.
"Nona, makan lah. Anda bisa sakit jika terus-terusan tidak makan," ucapnya ketika dua pelayan wanita datang mengantarkan senampan makanan.
"Mari, Nona. Kami akan menyuapi Anda makan."
"Hentikan! Jangan berpura-pura bersikap baik padaku!"
Alena menepis piring dan mangkuk itu dari depannya. Seluruh makanan yang berada di dalamnya pun terbuang di atas ranjang. Kaki panjang berkulit putih milik Alena bahkan tak merasakan lagi percikan sup panas yang mengenainya. Dia sudah seperti mati rasa.
"Nona Alena, tolong bekerja sama. Tuan Harry Muda akan sangat marah jika Nona tidak makan."
"Apa aku peduli?! Suruh dia membunuhku saja!" tantang Alena.
Dia hanya gadis lemah yang berharap dibebaskan dari penjara ini. Alena tak bisa menerima paksaan untuk memberikan keturunan pada lelaki yang tidak dikenalnya. Kehidupannya bukan untuk menjadi budak seks bagi laki-laki itu.
"Suruh dia melepaskanku, kumohon ..." isak Alena, kembali dia menangis.
"Nona, Tuan Muda tak mungkin melepaskan Nona. Jika Anda tidak ingin terus-terusan dikurung di kamar ini, sebaikanya tanda tangani saja surat itu. Nona bisa menikmati hidup yang baik jika mau bekerja sama dengan Tuan Muda." Lukas menjelaskan.
Namun, bagi Alena penjelasan itu tidak lah ada gunanya. Dia lebih baik mati, jika memang tuan mereka tak mau melepaskannya. Alena tak akan menerima kerja sama gila yang akan sangat merugikannya.
"Katakan pada tuan kalian, aku lebih baik mati daripada menjadi simpanannya!"
"Benar kah? Jadi, kau lebih senang mati?"
Sebuah suara datang dari balik pintu bersamaan dengan pemiliknya. Pria berwajah tampan bernama Harry Borisson berjalan mendekati ranjang.
Alena mundur. Dia tahu apa yang akan dilakukan pria itu jika sudah datang.
"Jangan ...."
Harry menjentikkan jarinya. Dua pria bertubuh kekar masuk ke dalam kamar dengan air putih di tangannya.
"Minumkan padanya. Aku tidak senang bermain dengan sepotong kayu!" perintahnya.
Alena refleks berdiri menghindari dua orang itu. Dia berlarian di dalam kamar oleh kejaran mereka. Dari perkataan Harry tadi dia yakini bahwa air di dalam gelas itu pasti lah mengandung sesuatu.
Sekuat apa pun Alena mencoba melarikan diri, dia tetap lah kalah dari mereka. Alena sudah dijatuhkan di atas ranjang yang langsung dihimpat Harry dari atas. Dua suruhannya membuka mulut Alena, memaksa air itu masuk ke dalam mulut.
"Hmp ... hmp ...."
Tak ada kata ampun. Air itu sudah lolos ke tenggorokannya dalam hitungan detik. Lalu tak lama, orang-orang di dalam kamar meninggalkannya bersama dengan Harry.
"Kau tau? Air itu sudah dibubuhi oleh bubuk perangsang yang sangat kuat. Efeknya tidak akan hilang bahkan jika kau memandikan dirimu dengan air dingin. Dan lebih parahnya lagi, rasa ingin di dalam dirimu akan membunuh secara perlahan jika tidak mengeluarkannya."
Pria itu melepaskan tubuh Alena dan duduk di atas sofa besar di depan sana. Dia mengamati Alena yang kini memeluk tubuh kecilnya.
"Tanda tangani kontrak itu. Setelah kau hamil dan melahirkan anak untukku, kau akan kembali menikmati hidup seperti dulu. Dan tentu saja kehidupanmu akan lebih baik ke depannya. Kau bisa meminta lebih jika uang satu miliar tidak cukup."
"Jangan bermimpi! Aku lebih baik mati seperti ini," bisik Alena.
Dia sangat ketakutan dengan ucapan pria yang mengatakan dirinya barusan diberi obat perangsang. Tapi, dia akan memilih mati seperti perkataannya pada Lukas. Tak akan pernah dia melahirkan anak untuk laki-laki kejam ini.
"Benar kah? Baik. Mari kita lihat seperti apa kau akan memohon padaku!" Harry duduk di tempatnya.
Alena mulai merasakan efek obat perangsang yang dikatakan oleh Harry. Bukan hanya panas, tubuhnya juga mulai menggeliat tak terkontrol. Rasa aneh di dalam dirinya merontah-rontah.
Pahanya menjepit. Tangannya bergerak liar menyentuh setiap inci dari kulitnya. Alena tak pernah merasa dirinya menginginkan sentuhan seperti ini. Sangat berbeda dengan perangsang malam itu yang hanya membuatnya lemas dan kepanasan. Kali ini, pikirannya juga mulai bermain kotor berharap Harry datang menggagahinya.
"Apa yang kau lakukan padaku? Kenapa aku jadi begini?" jerit Alena frustasi.
Hampir satu jam dia seperti cacing kepanasan di dalam kamar itu. Harry masih setia menontonnya tanpa sedikit pun berniat maju ke arah Alena. Dia benar-benar melakukan apa yang dikatakannya tadi.
Lukas kemudian datang membawa surat kontrak yang tak pernah lepas dari tangannya.
"Nona, jangan keras kepala. Jika Anda tak mau menanda tangani kerja sama ini, Anda sendiri yang akan sangat rugi. Tuan Muda berkata akan melepaskan Anda ke jalanan. Apa Nona tak kasihan pada tubuh sendiri?"
Perkataan itu masih berusaha dicerna Alena, meski dirinya sudah semakin menggila. Kedua tangan harus dia eratkan saling mencengkram agar Lukas tak melihatnya meraba tubuh sendiri.
'Jika dia membuangku ke jalanan dengan kondisi ini, akan berapa banyak laki-laki yang akan memerkosaku?' pikir Alena.
Efek obat perangsang itu semakin kuat. Dia bahkan mulai berpikir ingin menerkam Lukas, lelaki tua yang masih berdiri di depannya. Beruntung masih ada sedikit kesadaran yang memaksanya untuk tetap bertahan.
"Suruh dia membunuhku!" jawab Alena, memaksa kesadaran yang masih tersisa sedikit. Matanya tajam membalas tatapan Harry.
"Lukas, keluar lah. Aku yang akan membuatnya memohon menandatangani kontrak itu."
"Baik, Tuan Muda." Lukas mengangguk dan meninggalkan mereka lagi.
Alena tak bisa mengontrol dorongan hasrat yang kian menggebuh di dalam dirinya. Tangannya liar membuka gaun tipis yang menempel membalut tubuh. Alena bahkan tak punya rasa malu lagi diperhatikan Harry dari sana. Dia menggila, mendesah oleh dorongan hasratnya sendiri.
Kewarasan Alena sudah tak sampai lima persen lagi. Dia berjalan ke dekat sofa tempat Harry duduk. Kedua kakinya berlutut seperti seorang jalang yang haus akan sentuhan."Kumohon ... tolong sentuh aku," bisiknya.
Harry terkekeh. "Kau ingin dipuaskan? Gaya seperti apa yang kau inginkan?" tanya Harry mengejek.
"Tuan, kasihani lah aku. Aku akan menyetujuinya. Tolong lakukan seperti yang biasa Anda lakukan padaku." Dia menyentuh ujung kaki Harry.
Rasa malu dan harga diri sudah tak lagi dipikirkan oleh Alena. Isi pikirannya semua hanya adegan kotor, mengingkan disentuh oleh Harry. Kewarasan sudah tak lagi dimiliki gadis yang sejak tadi mempertahankan harga dirinya.
"Sudah kubilang. Kau sendiri yang akan memohon padaku."
Surat kontrak itu Harry lemparkan di atas meja beserta dengan pulpennya.
"Tanda tangani itu, maka aku akan membantumu menghilangkan efek obat itu."
Bersambung. Terima kasih sudah baca, jangan lupa masukkan ke library, kak.Tangan Alena gemetar meraih pulpel di atas kertas. Dia menorehkan tanda tangan beserta cap jempolnya di bagian bawah kertas kontrak itu. Hasrat dirinya semakin menggila, tak sempat baginya membaca seluruh isi kalimat yang ada di sana."Bagus. Ternyata kau sudah tak sabar untuk bercinta."Harry mencengkram dagu gadis itu dan nenyusuri bibir Alena dengan ibu jarinya. Alena mendesah seperti seorang murahan."Bangun."Alena mengikuti perintah Harry untuk bangkit. Napas berat pria itu langsung menyapu wajahnya begitu Harry menarik pinggangnya mendekat.Mata sayu itu terlihat sangat menggoda di depan Harry. Dia tak sabar langsung mengulum bibir merah muda milik Alena.Meski sudah kehilangan kesuciannya berapa hari yang lalu, ini kali pertama Alena berani membalas lumatan bibir Harry. Dia yang tadinya sama sekali tidak berpengalaman menjadi liar oleh dorongan obat perangsang yang diminumnya. Alena melingkar tangannya di leher Harr
Setelah hampir tiga jam Alena membersihkan dirinya di kamar mandi, dua pelayan datang menghampirinya ke sana."Nona, Anda sudah terlalu lama berendam di air. Mari kami bantu mengenakan pakaian," ucap salah seorang dari mereka.Alena membiarkan dirinya dibantu berdiri oleh mereka dan dikenakan gaun tipis untuk tidur. Alena bahkan tak punya rasa malu lagi saat para pelayan itu melihat semua bagian tubuhnya.'Kenapa harus malu? Aku sudah jadi perempuan yang tak punya harga diri,' pikirnya. Harapan pun sudah tak lagi ada di hatinya."Nona, Anda makan lah."Lukas kembali dengan pelayan dapur yang membawa makanan. Dia didudukkan di atas sofa dengan makanan yang sangat banyak di depannya. Alena menatap makanan itu tanpa sedikit pun berselera."Aku tak ingin makan. Aku ingin mati," jawab Alena datar."Nona, surat perjanjian itu sudah Anda tanda tangani. Itu berarti, Tuan Harry tidak akan membiarkan Anda mati begitu saja
Alena terus menyeret kakinya meninggalkan tempat itu. Namun, bukannya menemukan jalan keluar justru dia terjebak di kolam renang yang ramai oleh gadis-gadis. Mereka menatap Alena dengan mata sinis yang siap menerkam."Hei! Siapa kau? Kenapa kau masuk ke tempat ini?""Dia seperti gembel yang menyasar!""Lea, ayo kita usir dia!"Mereka bergantian berkata. Tak senang melihat ada gadis lain di rumah tuannya.Jadi suara tawa yang didengar Alena itu berasal dari kolam renang ini? Siapa gadis-gadis itu? Apakah mereka juga bertugas melahirkan anak untuk si Harry gila? Pikir Alena.Gadis berambut pirang sepundak itu keluar dari dalam kolam dan langsung mendekati Alena."Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya penuh selidik. 'Apa dia juga simpanan Tuan Harry? Kenapa sangat jelek?'"Aku ... aku menyasar. Bisa kalian tunjukkan jalan keluar dari tempat ini?" tanya Alena berbohong.Semoga saja ga
Di dalam kamarnya Harry termenung setelah menghancurkan sangat banyak benda di atas lantai. Dia sudah seperti orang bodoh."Kenapa aku tak bisa marah pada gadis itu?" gumamnya kesal.Ini kali pertama Harry membiarkan seseorang bersuara keras di depannya. Semua orang, tak terkecuali lawan bisnisnya di luar sana, tak satu pun yang pernah mengangkat suara di depan Harry. Semuanya selalu ketakutan jika dia sudah marah."Bukannya aku sudah menawarkannya uang yang banyak? Bahkan jika dia bekerja di Toko Toserba sampai tua, aku yakin gajinya tak akan pernah terkumpul satu miliar!" ucapnya lagi. Entah dia memang sudah menjadi bodoh.Setiap kali dia menginginkan seorang gadis, Harry tak pernah kesulitan mendapatkan perhatian mereka. Hanya dengan berjalan saja, gadis-gadis itu sudah datang menempel padanya. Mereka akan sangat senang meski Harry hanya meletakkan tangan di pinggang mereka. Apalagi jika sampai membawa mereka ke atas ranjang, itu suatu kehormatan bes
Alena berbaring malas di atas ranjang dengan seluruh tubuh yang hampir remuk redam. Matanya mengantuk tapi tak bisa diajak tidur. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong melompong.Lukas datang dengan pelayan dapurnya mengantar senampan makan siang. "Nona, makan siang Anda sudah siap," ucapnya.Alena melirik malas pada tiga orang di depannya itu."Paman Lukas, di mana laki-laki itu?""Maksud Nona, Tuan Muda?" Lukas bertanya balik. "Tuan Muda sedang ada rapat penting di luar. Ada apa, Nona?"Seketika Alena mendapat pikiran cemerlang."Benar kah? Kalau begitu, bisa kah Paman Lukas memberiku sedikit keringanan? Aku bosan hanya di kamar ini. Ingin keluar melihat-lihat." Padahal Alena sedang merencanakan pelarian dirinya.Menurutnya Lukas sudah tua. Jika Alena mengajaknya berjalan-jalan di luar sana, Lukas tidak akan sanggup mengejar Alena jika dia kabur. Ini kesempatan baik untuknya.&
"Nona, tolong jangan mengganggu pekerjaan kami.""Kembali lah ke kamar Anda, Nona."Para pelayan dapur heboh dengan kedatangan Alena ke sana. Gadis itu sudah sibuk dengan pekerjaannya tanpa menghiraukan perkataan mereka. Dia hanya fokus pada tujuannya; membuat hati Harry senang."Jika Tuan Muda melihat Nona di dapur, kami semua akan kena marah."Bukan hanya pelayan rendahan, bahkan Lukas kelimpungan melihat Alena yang sibuk sendiri. Dia terus mencoba menghentikannya."Tidak apa-apa, Paman. Aku yang akan bertanggung jawab. Palingan juga aku yang kena hukum, kan? Paman Lukas tenang aja," jawab Alena tetap tenang.Belum saja dia tahu emosi Harry yang sebenarnya. Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu sangat gampang marah. Lukas sudah mengenal Harry sejak anak itu masih berusia lima tahun."Jika dia suka masakanku, mungkin dia akan memberiku sedikit kelonggaran," bisik Alena.Meski dia sendiri tak
Harry mencengkram jemarinya mendengar perkataan Alena. 'Dia meremehkan aku?' pikirnya. Baru kali ini ada seseorang yang berani mempertanyakan uang yang dimiliki Harry.Jangankan satu gadis seperti Alena, Harry bisa membeli banyak pulau, membangun segala fasilitas dan mengumpulkan penuh gadis-gadis di dalamnya."Kau tak mengenalku?" tanya Harry."Tidak. Aku tak mengenalmu. Siapa kau, dan kau pikir sehebat apa kau membeliku?" tantang Alena. Meski dia sendiri sudah sangat ketakutan, Alena masih berusaha melawan pria itu."Aku Harry Borisson, pria paling tampan di negara ini. Berusia dua puluh delapan tahun dan sukses menjadi CEO nomor satu di lima negara saat aku masih dua puluh lima tahun. Kau ingin tau berapa banyak uang yang kupunya? Kau ingin melihat semua asetku? Aku yakin, kau pasti mati jantungan melihat berapa digit angka di salah satu debit card milikku."Selain penuh percaya diri dan kejam, ternyata laki-laki ini juga nars
"Paman Lukas, apa itu?"Alena mendengar kebisingan di luar dan memilih keluar dari dalam kamarnya. Di lorong kamar dia melihat Lukas dan yang lainnya mendorong troley yang berisi banyak sekali perabotan rumah. Tapi semuanya sudah hancur, pecah berkeping-keping. Alena merasa penasaran makhluk apa yang merusak semua benda itu."Ini barang-barang yang sudah tak bisa dipakai," jawab Lukas.Tentu saja Alena tahu. Dia hanya penasaran pelayan atau siapa yang menghancurkannya dan apakah orang itu mendapat hukuman dari Harry?'Itu sudah pasti, Alena. Harry pasti menghukum orang yang berani merusak barangnya.'"Apa ada gempa bumi? Kenapa di kamarku aman-aman saja? Paman, siapa yang memecahkannya?" tanya Alena penasaran."Tuan Muda. Permisi, Nona, kami harus membuang semua ini."Apa? Tuan Mudanya yang gila itu menghancurkan semua barang-barang? Alena menggeleng tak percaya. Selain bodoh pria itu juga ternyata perusak perab