Matahari semakin mencondong ke barat. Alena masih terus menyusuri jalanan bertanah penuh lumpur. Kakinya yang perih di berbagai tempat sudah tak dihiraukan olehnya lagi. Yang Alena tahu, dia harus meninggalkan hutan itu sebelum malam datang.
"Pa, Alena takut," bisiknya, ketika telinganya mendengar suara hewan liar mengaum di kejauhan.Perkataan pria tua tadi semakin membuatnya tersugesti, membayangkan diri mungkin akan diterkam hewan buas."Papa, tolong kirimkan seseorang untuk menolong Alena," isaknya tertahan.Di kejauhan sana, Alena melihat sebuah mobil mendekat ke arahnya. Apakah doanya terkabulkan? Papanya mungkin tahu Alena sedang dalam masalah, lalu mengirimkan seseorang menjemputnya ke sini? Ada setitik harap di dadanya, tak lupa dia mengucap syukur atas pertolongan yang kini semakin dekat di depan mata.Namun, ketika mobil itu berhenti tepat di depan Alena, harapan gadis bertubuh kecil itu seperti ditelan oleh ombak besar.Ini bukan pertolongan. Orang yang turun dari mobil itu adalah pria tua dan tiga suruhannya. Orang yang menculik dan membuangnya ke dalam hutan.Kaki Alena mundur ke belakang saat pria itu sudah berdiri di depannya."A-apa mau kalian?" tanya Alena. Dia kembali ketakutan."Nona, masuk lah ke mobil. Mari kita pulang ke rumah," ucap pria tua yang kejam itu."Itu bukan rumahku. Pergi lah. Biarkan aku mati dimakan hewan buas!" cetus Alena.Sebenarnya dia sendiri sangat takut dengan perkataan itu. Alena belum bisa membiarkan dirinya diterkam binatang buas lalu mati dengan keadaan yang sia-sia. Dia masih memiliki banyak mimpi yang ingin dia wujudkan.Tapi, untuk pulang dengan orang-orang ini tidak akan pernah dia terima. Untuk apa? Untuk disekap dan digagahi pria bernama Harry itu? Itu sama saja membunuhnya perlahan-lahan."Nona, maafkan atas sikap kami sebelumnya. Sebaiknya Nona terima saja tawaran dari Tuan Harry," bujuk Lukas. Pria tua itu masih tetap bersikap sopan.Tuan Harry sialan yang tak pernah Alena kenal itu? Laki-laki pemerkosa tak punya akhlak itu? Alena mencengkram gaun tipisnya saat mengingat lagi perlakuan biadab pria itu."Tidak! Saya bukan perempuan murahan yang akan melahirkan anak untuk tuan kalian. Saya punya harga diri yang tidak bisa dinilai dengan semua uang miliknya!" balas Alena tegas. Matanya kembali berair mengingat kesuciannya sudah direnggut paksa."Maafkan kami, Nona. Tapi Tuan Muda memerintahkan kami membawa Nona Alena kembali," jawab Lukas.Tiga orang lainnya menarik Alena dan memaksanya masuk ke dalam mobil lagi. Meski dia merontah dan terus-terusnya menjerit, orang-orang itu seperti tak terganggu oleh suaranya. Alena dibawa kembali ke istana besar milik Harry."Kupikir dia akan kembali sebagai mayat. Sangat mengecewakan," ucap Tuan Harry menyambut mereka.Tatapan mata pria itu turun dari atas kepala hingga ujung kaki Alena. Kembali ke dadanya, mengamati dua bukit yang menjulang. Alena mengangkat leher bajunya yang sobek. Mencengkramnya erat."Keluar," ucap Harry. Lukas mengangguk paham.Kaki Alena gemetar ketakutan. Bibirnya digigit untuk menahan isakan yang hampir terlepas. Sudut matanya masih terus mengeluarkan cairan bening penderitaan. Kakinya mundur ke belakang ketika Harry mendekat maju."Jangan ... jangan sentuh saya," bisiknya tertahan. Punggungnya beradu dengan dinding dingin di belakangnya."Kenapa tidak? Mereka membawamu ke sini untuk mengandung anakku. Jika tidak menyentuh, bagaimana kau akan cepat hamil?" balas Harry.Tangan Harry diletakkan di kedua sisi tubuh Alena. Menguncinya di dinding itu. Dua mata hijau itu menatap penuh napsu dan bibirnya segera menyambar bibir Alena. Memaksanya berciuman.Gadis cantik berponi itu berusaha melepaskan diri dari cengkraman Harry Borisso. Pria gila yang tak pernah dia kenal sebelumnya. Tapi, Harry terlalu kuat mencengkram wajah kecil AlenaNapas Alena tersedak. Dia mendorong Harry mundur ke belakang."Laki-laki gila! Aku akan melaporkanmu dengan tuduhan pemerkosaan!" teriaknya.Pandangan Harry menjadi gelap seketika. Dia mencengkram pundak Alena dan melemparkannya ke atas ranjang. Pria itu merobek gaun tipis yang menempel di tubuh Alena hingga menunjukkan lekuk tubuhnya yang ramping.'Sial! Tubuhnya sangat indah,' umpat Harry di pikiran."Melaporkanku? Jangan bermimpi! Bahkan melangkah dari kamar saja kau tidak akan kubiarkan!"Harry menindih tubuh kecil Alena lagi. Mulutnya rakus menggigit bibir gadis itu memaksa lidahnya masuk ke dalam sana. Dia memainkan bibir itu cukup lama hingga Alena hampir kehabisan napas.Seharusnya Alena sudah dimakan hewan buas di hutan sana. Tapi entah kenapa, Harry memerintahkan anak buahnya menjemput gadis itu lagi. Kehangatan tubuh Alena tak bisa dia lupakan sedikit pun."Sial! Tubuhmu menjepit milikku," umpat Harry.Hujaman demi hujaman didapatkan Alena di bagian feminimnya. Pria gila itu terus memacu layaknya sedang memacu kuda. Dia seperti tak pernah puas mempermainkan tubuh gadis di bawahnya."Lepaskan! Jangan lakukan lagi!" jerit Alena. Dia merasa bagian feminimnya sangat panas oleh gesekan.Hampir satu jam Alena menerima siksaan yang tiada henti itu, hingga dia tak mampu lagi. Tubuhnya tersungkur di tepi ranjang saat Harry melepaskan pegangan pada pundaknya. Alena mencengkram alas kasur, merasakan Harry membuang cairan kenikmatan di dalam rahimnya. Air matanya kembali mengalir membayangkan apa yang akan terjadi padanya ke depan nanti.Benarkah Alena akan hamil setelah ini? Dia akan memberikan anak pada laki-laki gila yang tidak dikenalnya itu? Bahkan dirinya masih berusia dua puluh tahun, bagaimana akan menerima nasibnya mengandung?"Argh!"Alena menjerit putus asa, tapi tak satu pun peduli dengannya.Bersambung.Jangan lupa klik tanda + untuk memasukkan novel ini ke library ya, Kak. Tinggalkan review juga kesan kalian membacanya. Terima kasihSudah tiga hari Alena dikurung di kamar besar penyiksaan itu. Tubuhnya terasa remuk, sakit di mana-mana. Pria bernama Harry Borisson itu menggagahinya tanpa kenal waktu. Bahkan di siang hari yang terik pun, pria itu terkadang datang menemuinya.Alena sudah tak punya kekuatan untuk melawan. Setiap kali Harry menidurinya, dia memilih diam bagaikan sepotong kayu. Dia terlalu lelah untuk merontah.Pintu di depannya terbuka lagi. Alena melihat pria tua bernama Lukas itu masuk kamar."Nona, makan lah. Anda bisa sakit jika terus-terusan tidak makan," ucapnya ketika dua pelayan wanita datang mengantarkan senampan makanan."Mari, Nona. Kami akan menyuapi Anda makan.""Hentikan! Jangan berpura-pura bersikap baik padaku!"Alena menepis piring dan mangkuk itu dari depannya. Seluruh makanan yang berada di dalamnya pun terbuang di atas ranjang. Kaki panjang berkulit putih milik Alena bahkan tak merasakan lagi percikan sup panas yang meng
Tangan Alena gemetar meraih pulpel di atas kertas. Dia menorehkan tanda tangan beserta cap jempolnya di bagian bawah kertas kontrak itu. Hasrat dirinya semakin menggila, tak sempat baginya membaca seluruh isi kalimat yang ada di sana."Bagus. Ternyata kau sudah tak sabar untuk bercinta."Harry mencengkram dagu gadis itu dan nenyusuri bibir Alena dengan ibu jarinya. Alena mendesah seperti seorang murahan."Bangun."Alena mengikuti perintah Harry untuk bangkit. Napas berat pria itu langsung menyapu wajahnya begitu Harry menarik pinggangnya mendekat.Mata sayu itu terlihat sangat menggoda di depan Harry. Dia tak sabar langsung mengulum bibir merah muda milik Alena.Meski sudah kehilangan kesuciannya berapa hari yang lalu, ini kali pertama Alena berani membalas lumatan bibir Harry. Dia yang tadinya sama sekali tidak berpengalaman menjadi liar oleh dorongan obat perangsang yang diminumnya. Alena melingkar tangannya di leher Harr
Setelah hampir tiga jam Alena membersihkan dirinya di kamar mandi, dua pelayan datang menghampirinya ke sana."Nona, Anda sudah terlalu lama berendam di air. Mari kami bantu mengenakan pakaian," ucap salah seorang dari mereka.Alena membiarkan dirinya dibantu berdiri oleh mereka dan dikenakan gaun tipis untuk tidur. Alena bahkan tak punya rasa malu lagi saat para pelayan itu melihat semua bagian tubuhnya.'Kenapa harus malu? Aku sudah jadi perempuan yang tak punya harga diri,' pikirnya. Harapan pun sudah tak lagi ada di hatinya."Nona, Anda makan lah."Lukas kembali dengan pelayan dapur yang membawa makanan. Dia didudukkan di atas sofa dengan makanan yang sangat banyak di depannya. Alena menatap makanan itu tanpa sedikit pun berselera."Aku tak ingin makan. Aku ingin mati," jawab Alena datar."Nona, surat perjanjian itu sudah Anda tanda tangani. Itu berarti, Tuan Harry tidak akan membiarkan Anda mati begitu saja
Alena terus menyeret kakinya meninggalkan tempat itu. Namun, bukannya menemukan jalan keluar justru dia terjebak di kolam renang yang ramai oleh gadis-gadis. Mereka menatap Alena dengan mata sinis yang siap menerkam."Hei! Siapa kau? Kenapa kau masuk ke tempat ini?""Dia seperti gembel yang menyasar!""Lea, ayo kita usir dia!"Mereka bergantian berkata. Tak senang melihat ada gadis lain di rumah tuannya.Jadi suara tawa yang didengar Alena itu berasal dari kolam renang ini? Siapa gadis-gadis itu? Apakah mereka juga bertugas melahirkan anak untuk si Harry gila? Pikir Alena.Gadis berambut pirang sepundak itu keluar dari dalam kolam dan langsung mendekati Alena."Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya penuh selidik. 'Apa dia juga simpanan Tuan Harry? Kenapa sangat jelek?'"Aku ... aku menyasar. Bisa kalian tunjukkan jalan keluar dari tempat ini?" tanya Alena berbohong.Semoga saja ga
Di dalam kamarnya Harry termenung setelah menghancurkan sangat banyak benda di atas lantai. Dia sudah seperti orang bodoh."Kenapa aku tak bisa marah pada gadis itu?" gumamnya kesal.Ini kali pertama Harry membiarkan seseorang bersuara keras di depannya. Semua orang, tak terkecuali lawan bisnisnya di luar sana, tak satu pun yang pernah mengangkat suara di depan Harry. Semuanya selalu ketakutan jika dia sudah marah."Bukannya aku sudah menawarkannya uang yang banyak? Bahkan jika dia bekerja di Toko Toserba sampai tua, aku yakin gajinya tak akan pernah terkumpul satu miliar!" ucapnya lagi. Entah dia memang sudah menjadi bodoh.Setiap kali dia menginginkan seorang gadis, Harry tak pernah kesulitan mendapatkan perhatian mereka. Hanya dengan berjalan saja, gadis-gadis itu sudah datang menempel padanya. Mereka akan sangat senang meski Harry hanya meletakkan tangan di pinggang mereka. Apalagi jika sampai membawa mereka ke atas ranjang, itu suatu kehormatan bes
Alena berbaring malas di atas ranjang dengan seluruh tubuh yang hampir remuk redam. Matanya mengantuk tapi tak bisa diajak tidur. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong melompong.Lukas datang dengan pelayan dapurnya mengantar senampan makan siang. "Nona, makan siang Anda sudah siap," ucapnya.Alena melirik malas pada tiga orang di depannya itu."Paman Lukas, di mana laki-laki itu?""Maksud Nona, Tuan Muda?" Lukas bertanya balik. "Tuan Muda sedang ada rapat penting di luar. Ada apa, Nona?"Seketika Alena mendapat pikiran cemerlang."Benar kah? Kalau begitu, bisa kah Paman Lukas memberiku sedikit keringanan? Aku bosan hanya di kamar ini. Ingin keluar melihat-lihat." Padahal Alena sedang merencanakan pelarian dirinya.Menurutnya Lukas sudah tua. Jika Alena mengajaknya berjalan-jalan di luar sana, Lukas tidak akan sanggup mengejar Alena jika dia kabur. Ini kesempatan baik untuknya.&
"Nona, tolong jangan mengganggu pekerjaan kami.""Kembali lah ke kamar Anda, Nona."Para pelayan dapur heboh dengan kedatangan Alena ke sana. Gadis itu sudah sibuk dengan pekerjaannya tanpa menghiraukan perkataan mereka. Dia hanya fokus pada tujuannya; membuat hati Harry senang."Jika Tuan Muda melihat Nona di dapur, kami semua akan kena marah."Bukan hanya pelayan rendahan, bahkan Lukas kelimpungan melihat Alena yang sibuk sendiri. Dia terus mencoba menghentikannya."Tidak apa-apa, Paman. Aku yang akan bertanggung jawab. Palingan juga aku yang kena hukum, kan? Paman Lukas tenang aja," jawab Alena tetap tenang.Belum saja dia tahu emosi Harry yang sebenarnya. Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu sangat gampang marah. Lukas sudah mengenal Harry sejak anak itu masih berusia lima tahun."Jika dia suka masakanku, mungkin dia akan memberiku sedikit kelonggaran," bisik Alena.Meski dia sendiri tak
Harry mencengkram jemarinya mendengar perkataan Alena. 'Dia meremehkan aku?' pikirnya. Baru kali ini ada seseorang yang berani mempertanyakan uang yang dimiliki Harry.Jangankan satu gadis seperti Alena, Harry bisa membeli banyak pulau, membangun segala fasilitas dan mengumpulkan penuh gadis-gadis di dalamnya."Kau tak mengenalku?" tanya Harry."Tidak. Aku tak mengenalmu. Siapa kau, dan kau pikir sehebat apa kau membeliku?" tantang Alena. Meski dia sendiri sudah sangat ketakutan, Alena masih berusaha melawan pria itu."Aku Harry Borisson, pria paling tampan di negara ini. Berusia dua puluh delapan tahun dan sukses menjadi CEO nomor satu di lima negara saat aku masih dua puluh lima tahun. Kau ingin tau berapa banyak uang yang kupunya? Kau ingin melihat semua asetku? Aku yakin, kau pasti mati jantungan melihat berapa digit angka di salah satu debit card milikku."Selain penuh percaya diri dan kejam, ternyata laki-laki ini juga nars
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep