Share

Bab 9. Peresmian

Author: Melisristi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
"Karena saya ... perempuan yang sudah tua Pak. Saya, perawan tua."

Kinara benar-benar menunduk. Malu sudah mukanya untuk menatap pria muda di depannya ini. Perbedaan usia yang begitu jauh membuat Kinara cukup sadar diri. Bahwa ia tak lain hanyalah sebuah batu dihamparan debu. Sedang perempuan di luaran sana? Mereka bagaikan berlian di tengah bebatuan yang ada.

Indah, begitu memikat dalam pandangan. Sedang ia? Begitu kumuh, jelek dan ... tidak enak dipandang.

"Seharusnya Bapak tidak menikahi saya, Pak ... saya hanya akan memalukan Bapak saja. ah atau tidak, Bapak bisa kok langsung ceraikan saya." Kinara memberanikan dirinya dalam menatap Aarav, terdapat rona merah di pipinya. Bukan marah, hanya saja Kinara merasa bahwa memang dirinya tidak pantas untuk siapapun, membuatnya ingin menangis saja. Apalagi untuk pria muda di depannya ini.

"Saya akan menerima dengan ikhlas kalau Bapak mentalak saya. Karena saya sadar, seharusnya perempuan seperti saya tidak bersanding dengan Bapak. Seharus
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yanguwais
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Sani
kalau Aarav emang suka ama kinar knpa harus dingin sih bikin kesel aja si aarav
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 10. Cinta Yang Terpendam

    "Mau ke mana kamu?" tanya Vanzo menatap cucunya yang hendak pergi. Aarav menoleh pada Vanzo yang diikuti pengawalnya itu. "Aku mau pulang Kek, capek," ujarnya dengan datar. "Pulang ke rumah kakek. Kamu sudah lama tidak berkunjung ke rumah. Mana besok saudara kembar kamu bakal datang ke sini," ucap Vanzo memberitahukan. "Aavar?" Vanzo mengangguk. "Masa peresmian kamu dia tidak datang. Bukankah terasa kurang?" "Kalau begitu besok saja, besok aku bakal ke rumah Kakek," ucap Aarav pada akhirnya. Dia kemudian melengos pergi. "Aarav? Kau tidak punya sopan santun yah?!" teriak sang kakek. Darah di atas ubun-ubunnya naik saja karena sang cucu yang selalu main pergi-pergi saja. Namun darah itu seketika turun kembali kala Aarav berbalik dan berjalan ke arah Vanzo. Ada apa tuh cucu balik lagi? "Kek, ada hal penting yang ingin Aarav katakan," ujar pria jangkung itu. Membuat alis Vanzo naik sebelah. "Apa? Jangan bilang---" "Jangan di sini," ucap Aarav menarik Vanzo agar ikut den

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 11. Psychopath

    Pagi-pagi begini Kinara dibuat bingung untuk memilih baju yang akan ia pakai hari ini. Karena selain pakaian baju gamis Kinara juga hanya dipenuhi dengan pakaian yang itu-itu saja. Tidak ada yang aneh, terlihat kumuh dan yah ... seperti orangnya. Kinara sebelumnya memang membawa sebagian barang-barang yang tersimpan di rumahnya dulu. Rumah itu masih haknya, soalnya yah ... dia membelinya dengan harga yang lumayan mahal. Tentu semua itu karena pemilik kontrakan menawarkan untuk dijual saja. Dan sekarang yang ia bawa hanya sebagian pakaian milik Lusi dan sebagian kecil miliknya. Sekarang ia bingung mau memakai baju yang mana, pasalnya semua baju ini sering ia gunakan. "Kenapa tidak sekolah, Lusi?" Suara bariton Aarav membuat fokus Kinara teralihkan. Dia menoleh ke belakang di mana Aarav duduk di tepi ranjang. Melihat sang adik yang terbaring dengan selimut. "Dia sedang sakit, Pak," jawab Kinara langsung. Kedua mata itu akhirnya bertemu, namun sedetik kemudian Aarav membuang mukanya

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 12. Kecantikan Kinara Yang Sebenarnya

    "Kita harus bisa lari dari sini, Kak," ucap Lusi. Keduanya menatap Aarav yang masih setia tersenyum miring. Kinara mengangguk, menggenggam erat pegangan tangannya pada lengan Lusi. Bersiap untuk lari dari pria gila itu. "Sekarang, Lus. Satu ... dua ... tiga ....""Lariiii!""Aaaaaa!""Kau kenapa?" Deg! Nyali Kinara langsung menciut kala ia mendengar sebuah seruan suara. Melirik pada Aarav yang sudah duduk manis di kursi kemudi. Dia menyimpan terlebih dahulu sebuah barang yang tadi dia bawa. Kinara mengedipkan mata untuk beberapa saat. "Bapak dari mana? Dan itu," tunjuk Kinara pada benda berbentuk panjang yang masih setia di dalam sarungnya. "Oh itu, itu buat Kakek saya. Dia nitip untuk bawa alat ini ke rumahnya," jawab Aarav menatap Kinara yang nampak berkeringat. "Kau baik-baik saja? Kenapa berkeringat seperti itu?" tanya Aarav merasa heran. Kinara menghela nafas lega. 'Hah, ku kira hidupku tidak akan lama lagi. Ternyata itu cuman bayanganku saja,' ucap Kinara di dalam hati

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 13. Gugup Vs Grogi

    Kini mobil itu kembali melaju membelah jalan. Melewati kendaraan lain dengan cepat. Sampai di sebuah belokan, Aarav membelokkan mobil tersebut untuk masuk ke jalan sana. "Kinar?""Iya, Pak?" jawab Kinara langsung. Dia menoleh pada Aarav yang fokus mengemudi. "Nanti kalau sudah di rumah, kau panggil saya Mas, ya? Jangan Bapak," ucapnya membuat kening Kinara mengernyit. "Kenapa, Pak? Saya belum terbiasa memanggil Bapak dengan sebutan selain, Pak!""Turuti saja perintahku! Lagian saya masih muda, sangat tidak pantas kau panggil Bapak," tutur Aarav tanpa mengalihkan fokusnya. Sekali saja lihat wajah Kinara, maka fokus Aarav akan terbuyarkan karenanya. "Tapi Bapak kan atasan saya, dan---""Kau ingin ngebantah saya?""Eh tidak, tidak Pak! Maksud saya, saya belum terbiasa, jadi ... paling saya bakal pelan-pelan untuk belajar manggil Bapak dengan nama 'Mas?"Aarav terdiam saat Kinara mengatakan Mas padanya. Ingin sekali tersenyum namun ia harus tetap berdiri dalam pendiriannya. Sebenarn

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 14. Diterima Dengan Baik

    "Jadi, perempuan ini yang kamu nikahi, Aarav?" Suara penuh tegas nan intimidasi membuat Aarav mengangguk yakin. Sedang Kinara menunduk takut.Selepas Kinara puas menertawakan Aarav yang sama groginya, kini pasangan itu harus di hadapkan dengan sang Kakek. Kakek dari Aarav. Dan keduanya kini benar-benar grogi. Ah tidak, mungkin hanya Kinara yang merasakan kecanggungan, berbeda dengan Aarav yang hanya menampilkan raut datarnya. "Kenapa kalian harus menyembunyikan pernikahan ini, ha?""Kami tidak menyembunyikannya, Kek. Bukankah aku sekarang ada di hadapan kakek?" jawab Aarav membalas tatapan Vanzo. "Dalam keadaan seperti ini kau masih merasa tidak takut?" tanya Vanzo melihat Aarav yang hanya duduk tenang saja. Padahal ia sudah menunjukkan raut marahnya akan informasi mendadak ini. "Untuk apa aku takut, Kek. Untuk menikah apa harus takut?" jawab kembali Aarav membuat Vanzo kehabisan sabar nya. "Bukan seperti itu, Aarav! Tapi, jika saja kau memberitahukan pernikahan ini sejak awal pa

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 15. Kejujuran Lusi

    "Kalian harus makan yang banyak, biar kalian cepat besar dan tentu sehat," ujar Vanzo menatap kedua perempuan bawaan Aarav. Mereka tak lain Kinara dan Lusi. Mereka duduk di samping sedang Vanzo duduk di kursi paling ujung, tepat di kursi utama kepala keluarga. Kinara merasakan canggung saja. Vanzo—kakek Aarav begitu baik padanya, sampai-sampai apapun dia perlihatkan untuknya dan untuk sang adik. "Terima kasih Kakek, tapi, ini terlalu kebanyakan kek. Saya enggak bakal bisa menampungnya," ujar Kinara dengan sopan. Begitu banyak menu yang di sajikam di atas meja ini, berjejer dari ujung kiri sampai ke ujung kanan. Huh, padahal yang makan hanya tiga orang saja. Tapi makanan begitu banyak dihidangkan. Sekelebat akan orang-orang yang kurang mampu membuat Kinara merasa kasihan. Begitu banyak di luar sana yang tidak pernah mendapatkan makanan seenak dan semewah ini. Termasuk dirinya sendiri. Ya, bagi Kinara yang biasanya hanya bermakan lauk-pauk biasa tentu menjadi sebuah kesyukuran kala

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 16. Pertengkaran Kecil

    "Ck, sebenarnya apa rencana Kakek dalam hal ini? Kenapa dia harus mengeluarkan ku dari rumahku sendiri?" tanya Aarav yang kini dibuat mondar-mandir tidak jelas. Setelah pengusiran yang dilakukan Vanzo padanya membuat Aarav berdiri tetap di depan pintu. Berharap kakeknya membuka pintu. Namun, menunggu hanyalah menunggu. Pintu itu sama sekali tidak dibuka. Sudah hampir satu jam Aarav menunggu, dan setengah jam berikutnya masih sama saja. Jangan bertanya kenapa tidak jalan lain? Bisa saja, hanya saja jika sudah mendapat perintah sang kepala keluarga dapat dipastikan semuanya akan mengusirnya. Tidak ada bedanya! Namun didetik berikutnya Aarav langsung menoleh kala suara pintu terdengar diputar. Yang mana sang Kakek sudah berdiri. Tersenyum dengan senyuman mengejek. Aarav mendengus, menatap sang pelaku dengan kesal. "Awas Kek, Aarav pengen lihat Kinar," sergah Aarav menyerobot untuk masuk ke dalam. "Eitsss, tidak bisa. Apa-apaan kamu? Tidak, tidak." Vanzo menahan Aarav yang ingin m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 17. Hendak Dilecehkan

    "Kak?"Tok Tok TokSuara ketukan pintu terdengar dari luar membuat Kinara melirik pada pintu tersebut. "Kak Kinar, ini Lusi," ujar Lusi membuat Kinara dengan sigap bangun dari baringan. Berjalan menuju pintu untuk ia buka. "Apa Lus?""Kak, kakak bisa antar aku tidak?""Ke mana?""Ke rumah temen, mau minjam tugas buat ujian sekolah Lusi," ucapnya dengan memohon. "Kamu kan lagi sakit, Lusi. Mana ada orang sakit keluar-keluar dulu," ucap Kinara. "Tapi ini juga penting, dua hari lalu Lusi enggak masuk, sekarang pun Lusi enggak masuk. Sedangkan ujian kenaikan untuk masuk SMA butuh nilai yang bagus kan, kak? Dan lagian, Lusi gak punya HP merek android, jadi susah buat minta sama temen."Perkataan Lusi membuat Kinara tersentil. Terasa hatinya tengah dicubit.Benar juga. Lusi kelas tiga SMP, yang mana ia lebih difokuskan ke ujian-ujian akhir. Tidak boleh bolos, tugas harus terpenuhi, dan tentu semakin diperketat dalam pembelajaran. Selain itu pula, Lusi memang tidak Kinara beri HP melai

Latest chapter

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 94

    Khalifa berlari dan langsung memeluk Alby. Ia menangis dengan tubuh bergetar hebat. “Kak Al, makasih, makasih telah kembali….” Alby menelan salivanya pelan, bergetar hatinya kala melihat keadaan Khalifa seperti ini. “Maaf, maafkan aku baru datang Alif. Maaf telah meninggalkan kamu seorang diri.” Khalifa menggeleng, ia melerai pelukannya, mendongak untuk melihat wajah Alby. “Mereka … mereka ingin melecehkan aku, Kak. Aku--aku takut ….” Alby melihat wajah ketakutan itu, ia pegang tangan Khalifa untuk menenangkan gadisnya. Namun, yang ia lihat justru gurat merah dari pergelangan tangannya. Khalifa menunduk, ia masih terisak. “Mereka pegang tangan aku dengan keras Kak… mereka kasar dan menyeramkan….” Mendengar lirihan itu rahang Alby mengeras, menoleh ke kanan, ia dapati 11 orang itu yang tampak tertawa saja. “Ayo kabur, Kak. Mereka bukan tandingan kita,” ucap Khalifa kembali. Alby menatap Khalifa, memilih kabur? Itu bukan dirinya. “Tidak Alif, mereka harus membayar at

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 93

    Nyatanya bukan sehabis magrib Khalifa pulang, melainkan sehabis isya baru ia bisa pulang. Jangan tanyakan kenapa, karena saat ini Khalifa ingin sendirian, menjadikan ia habiskan beberapa waktu sendirian di kantor. Dan sekarang waktunya ia pulang beberapa security yang jaga pula sebagian sudah pulang, paling hanya beberapa yang tetap berjaga karena bekerja sesuai shif. Khalifa berjalan terburu-buru menuju mobilnya, lantas melaju membelah jalan tanpa menunggu lama. Takut kemalaman Khalifa makin mempercepat lajunya. Sebuah dering ponsel terdengar namun tak Khalifa gubris untuk mengangkatnya. Memilih abai Khalifa terus melajukan mobilnya di tengah keramaian. Namun, kala ia berbelok ia harus di hadapkan dengan jalan yang cukup sepi. “Huft, semoga tidak terjadi apa-apa.” Khalifa mengucap doa dalam hati. Mau bagaimana pun ia perempuan, dan jelas ia takut jika tiba-tiba ada hal aneh yang melintas. Suara bisingnya motor terdengar dari arah belakang, memusat perhatian Khalifa untuk m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 92

    Khalifa menangkup kedua pipi di atas meja, bosan melanda hatinya. Hari ini tugas yang diberikan Aavar dalam mempelajari berbagai perbisnisan cukup menguras pikiran dan tenaga. Ternyata susah sekali untuk memahami berbagai persoalan dalam perbisnisan ini. Jika bukan karena otak yang encer mungkin Khalifa memilih tidur saja di atas kasur. Hari ini jam sudah menunjukan pukul empat sore. Tidak terasa, dari pagi sampai saat ini Khalifa menghabiskan waktu hanya di kantor saja, tentunya dengan Khanza. Namun, saat ini perempuan itu entah pergi ke mana, katanya izin keluar sebentar. “Khalifa, Om pulang lebih dulu ya, istri Om kasihan di rumah sendirian.” Tiba-tiba suara Aavar terdengar setelah pintu terbuka. “Kamu pulang lah, besok bisa dilanjutkan.” Punggung Khalifa berdiri tegap. “Nggak deh, Khalifa mau lembur. Soalnya masih banyak banget yang belum dikerjakan Om.” Aavar menoleh. “lembur?” Ia tertawa. “ya ampun Khalifa, ini kan cuma belajar aja. Gak usah terlalu dibuat serius jug

DMCA.com Protection Status