Home / Romansa / Melahirkan Keturunan Untuk CEO / Bab 16. Pertengkaran Kecil

Share

Bab 16. Pertengkaran Kecil

Author: Melisristi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ck, sebenarnya apa rencana Kakek dalam hal ini? Kenapa dia harus mengeluarkan ku dari rumahku sendiri?" tanya Aarav yang kini dibuat mondar-mandir tidak jelas.

Setelah pengusiran yang dilakukan Vanzo padanya membuat Aarav berdiri tetap di depan pintu. Berharap kakeknya membuka pintu. Namun, menunggu hanyalah menunggu.

Pintu itu sama sekali tidak dibuka.

Sudah hampir satu jam Aarav menunggu, dan setengah jam berikutnya masih sama saja.

Jangan bertanya kenapa tidak jalan lain? Bisa saja, hanya saja jika sudah mendapat perintah sang kepala keluarga dapat dipastikan semuanya akan mengusirnya. Tidak ada bedanya!

Namun didetik berikutnya Aarav langsung menoleh kala suara pintu terdengar diputar. Yang mana sang Kakek sudah berdiri. Tersenyum dengan senyuman mengejek.

Aarav mendengus, menatap sang pelaku dengan kesal.

"Awas Kek, Aarav pengen lihat Kinar," sergah Aarav menyerobot untuk masuk ke dalam.

"Eitsss, tidak bisa. Apa-apaan kamu? Tidak, tidak." Vanzo menahan Aarav yang ingin m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 17. Hendak Dilecehkan

    "Kak?"Tok Tok TokSuara ketukan pintu terdengar dari luar membuat Kinara melirik pada pintu tersebut. "Kak Kinar, ini Lusi," ujar Lusi membuat Kinara dengan sigap bangun dari baringan. Berjalan menuju pintu untuk ia buka. "Apa Lus?""Kak, kakak bisa antar aku tidak?""Ke mana?""Ke rumah temen, mau minjam tugas buat ujian sekolah Lusi," ucapnya dengan memohon. "Kamu kan lagi sakit, Lusi. Mana ada orang sakit keluar-keluar dulu," ucap Kinara. "Tapi ini juga penting, dua hari lalu Lusi enggak masuk, sekarang pun Lusi enggak masuk. Sedangkan ujian kenaikan untuk masuk SMA butuh nilai yang bagus kan, kak? Dan lagian, Lusi gak punya HP merek android, jadi susah buat minta sama temen."Perkataan Lusi membuat Kinara tersentil. Terasa hatinya tengah dicubit.Benar juga. Lusi kelas tiga SMP, yang mana ia lebih difokuskan ke ujian-ujian akhir. Tidak boleh bolos, tugas harus terpenuhi, dan tentu semakin diperketat dalam pembelajaran. Selain itu pula, Lusi memang tidak Kinara beri HP melai

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 18. Papa Mertua

    Kinara memundurkan langkahnya. Menatap wajah suaminya yang ada dua. "Hey, nona manis? Kenapa kau ketakutan seperti itu?" tanya lelaki yang sempat Kinara peluk. Kinara ingin menjawab tapi sebelum itu. "Ada apa? Kenapa kau ketakutan seperti ini?" tanya lelaki berwajah Aarav. Dia menangkup pipi Kinara yang basah karena menangis. Kinara yang mendapat respon tersebut jelas terkejut. "Saya Aarav, yang tadi kamu peluk saudara saya," ucapnya kemudian, menjawab sudah pertanyaan Kinara yang kini tengah kebingungan.Kinara mendongak untuk menatap Aarav, namun kemudian dia memeluknya dengan perasaan bungkah nan takut. Aarav tersentak kala Kinara langsung memeluknya secara tiba-tiba. Jantungnya berdetak kembali dengan cepat. "Den, Aden Aarav ... di dalam, ada Papa aden!" Suara Bi Wawa baru muncul. Dia berlari tergesa menuju kedua kembar itu. "Eh, den Aavar?" seru Bi Wawa kemudian. Dia menatap Aavar yang mana kembaran Aarav. Ya, mereka saudara kembar. Sangat mirip. Saking miripnya kadang k

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 19. Sebuah Pelukan Hangat

    "Ikut denganku," ujar Aarav menarik paksa lengan Kinara. "Bi?! bawa Lusi ke kamarnya, jangan sampai pria tua itu menyakiti mereka untuk yang kedua kalinya!" teriak Aarav sebelum dia menarik paksa lengan Kinara agar ikut dengannya. Kinara menoleh terlebih dahulu ke belakang di mana Lusi dibawa oleh Bi Wawa, sedang Darren nampaknya tengah berdebat kembali dengan saudara kembar Aarav. "Pak?"Kinara merasakan sakit kala Aarav mencekal kuat-kuat pergelangan tangannya. Menarik sampai masuk ke dalam lift untuk menuju lantai dua. Keduanya saling terdiam, berkecamuk dengan isi pikiran masing-masing. Kinara menunduk takut, melihat pergelangan tangan yang masih setia di genggam erat oleh sang suami. Merasakan bahwa atmosfer kemarahan itu masih meluap-luap di dalam diri Aarav. Ting! Suara lift terbuka, membuat Aarav kembali menarik lengan Kinara. Kini cekalan itu tidak terlalu kuat, melonggar tatkala ruang kamar keduanya sudah ada di depan mata. Aarav melepaskan cekalan tangan tersebut kala

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 20. Aarav atau Aavar?

    Malam ini Kinara tidak bisa tidur, membuat ia uring-uringan di atas kasur besar. Bagaimana tidak uring-uringan? Selepas kejadian tadi suaminya itu pergi lagi yang entah ke mana. Sampai ia harus ditinggal sendiri lagi di ruangan besar ini. Karena bosan Kinara hanya menatap langit-langit atas, terlihat lampu yang menggantung di atasnya. Menghela nafas kemudian menghembuskannya. "Hufft, nasib jadi istri CEO, ya gini. Sering ditinggal sendiri," ucap Kinara berceloteh sendiri. "Padahal di kisah-kisah novel yang sempat aku baca, CEO itu bebas, bisa mengambil cuti kapan saja. Bahkan, lebih dominan menghabiskan waktu bersama sang istri dan anak-anak. Tapi ini? Bahkan untuk tidur pun harus menunggu hingga larut malam tiba."Ya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, lebih malah. Tapi suaminya itu masih saja belum pulang. Membuat jiwanya tiba-tiba merasakan rindu saja. Kinara terbangun dari baringannya. Entah kenapa tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, membuat Kinara menol

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 21. Salah Duga

    "Masakan kamu enak juga, enak banget malah," ujar Aavar kembali menarik Mie melalui sumpit, ditunggu sejenak sampai asap yang mengepul keluar sudah. "Ini masakan instant lah, Mas. Jadi ya mudah aja bikinnya," jawab Kinara sembari menyendokkan kembali sosis tersebut, mendinginkannya kemudian siap untuk menyuapi Aavar. "Omong-omong soal ilmu kedokteran, kamu sebelumnya emang sempet punya keinginan pengen jadi dokter ya?" tanya Aavar di sela-sela makannya. "Iya. Sebelumnya itu memang cita-cita saya, Mas." Aavar terdiam sejenak, dia menatap Kinara yang terdiam kembali tanpa melanjutkan. "Kenapa ingin jadi Dokter? Kan banyak tuh profesi lainnya?" tanya Aavar merasa heran. Pasalnya dia wanita baik-baik, barangkali wanita seperti itu ingin jadi seorang Ustazah mungkin? Atau profesi Guru? "Eum, karena apa ya ...?" Kinara tampak berpikir. Mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Mungkin karena saya sering melihat orang-orang yang kesusahan, atau orang yang sakit membuat saya memil

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 22. Bimbang

    Kinara menutup pintu setelah masuk ke dalam. Menutupnya dengan ritme pelan, takut bilamana ternyata Aarav sudah tidur. Namun tidak, ternyata Aarav tidak ada di kamar kala mata Kinara menjelajahi seisi ruangan tersebut. "Ke mana dia?" Kinara berjalan menuju ruang ganti. Tidak ada. Kemudian berjalan menuju kamar mandi, juga tidak ada. Ke mana tuh pak suami? Kinara beralih menatap ke arah jendela yang mana gordennya terbuka sudah. Kening Kinara mengernyit sudah, kemudian berjalan menuju jendela sana yang ternyata sebuah balkon.Di sana Kinara melihat Aarav tengah duduk seorang diri. Termenung sembari kepalanya yang tengah mendongak—menatap bulan bintang. Kinara ikut termenung. 'Kenapa dengan Pak Aarav? Kenapa tengah malam begini dia duduk di luar? Apa dia tidak takut bilamana ada makhluk halus?' tanya Kinara di dalam hatinya. Kinara menghela nafas sejenak untuk menetralkan degup jantungnya. Kemudian kakinya melangkah menuju Aarav yang masih sibuk melamun. "Pak?" sahut Kinara. Dia

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 23. Insiden Memalukan

    Pagi ini Kinara sudah bangun lebih awal. Jam di atas dinding sana sudah menunjukkan pukul empat pagi, membuatnya harus beringsut untuk ke kamar mandi, mengambil air kemudian melaksanakan salat sembahyang. Jangan katakan bahwa ia seorang alim. Bukan, ia bukan wanita seperti itu. Justru dirinya hanya sedang memperbaiki dirinya saja, tidak lebih tiduk kurang. Sebelum itu Kinara menoleh pada Aarav terlebih dahulu, terlihat raut wajah yang tampak kelelahan, wajahnya sayu, bagaikan bunga yang sudah lama tidak terawat. Ah, pasti karena pekerjaannya yang semakin menumpuk itu membuat suaminya kurang istirahat. Iseng, Kinara beranjak dari duduknya, berjalan menuju tepi Aarav yang tertidur dengan pulas. Kinara terkekeh kecil. Menatap setiap lekukan indah yang dimiliki Aarav. "Bapak kenapa tampan banget sih? Mana Bapak punya kembaran lagi, buat Kinara susah dalam memilih mana Bapak dan mana Mas Aavar," ujar Kinara pelan. Kinara tersenyum, menatap seksama wajah Aarav dari dekat. Seolah ingin

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 24. Godaan Aavar

    "Nah, calon pengantin baru datang niehh," seru Vanzo kala melihat Aarav dan Kinara baru turun dari lift yang mereka gunakan.Kinara yang mendapat respon hangat tersebut jelas tersenyum ceria, merasa begitu diterima dirinya di rumah ini. "Wahhh, ayo nona manis, duduk di sini." Suara Aavar tiba-tiba berseru, dia menepuk-nepuk kursi sampingnya agar Kinara duduk dengannya. "Jangan berani menggodanya, Ava!" tegas Aarav mulai membuka mode dingin nan datarnya. Dengan sigap pria itu menarik lengan Kinara agar berjauhan dengan Aavar. Sang empu yang mendapat respon seperti itu jelas merasa heran. "Kau duduk di sini saja, jangan berani dekat atau berbicara dengan dua orang aneh yang kini sedang duduk." Tatapan Aarav menelisik tajam antara Aavar dan Vanzo. Tatapan hunus bak pedang, siapapun akan Aarav tebas jika sampai menggoda istrinya seperti kemarin-kemarin. "Dua orang yang duduk ya? Itu berarti kakek enggak," ujar Vanzo dengan tampang binar. Dengan muka berseri-seri pria berumur 60-an itu

Latest chapter

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 94

    Khalifa berlari dan langsung memeluk Alby. Ia menangis dengan tubuh bergetar hebat. “Kak Al, makasih, makasih telah kembali….” Alby menelan salivanya pelan, bergetar hatinya kala melihat keadaan Khalifa seperti ini. “Maaf, maafkan aku baru datang Alif. Maaf telah meninggalkan kamu seorang diri.” Khalifa menggeleng, ia melerai pelukannya, mendongak untuk melihat wajah Alby. “Mereka … mereka ingin melecehkan aku, Kak. Aku--aku takut ….” Alby melihat wajah ketakutan itu, ia pegang tangan Khalifa untuk menenangkan gadisnya. Namun, yang ia lihat justru gurat merah dari pergelangan tangannya. Khalifa menunduk, ia masih terisak. “Mereka pegang tangan aku dengan keras Kak… mereka kasar dan menyeramkan….” Mendengar lirihan itu rahang Alby mengeras, menoleh ke kanan, ia dapati 11 orang itu yang tampak tertawa saja. “Ayo kabur, Kak. Mereka bukan tandingan kita,” ucap Khalifa kembali. Alby menatap Khalifa, memilih kabur? Itu bukan dirinya. “Tidak Alif, mereka harus membayar at

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 93

    Nyatanya bukan sehabis magrib Khalifa pulang, melainkan sehabis isya baru ia bisa pulang. Jangan tanyakan kenapa, karena saat ini Khalifa ingin sendirian, menjadikan ia habiskan beberapa waktu sendirian di kantor. Dan sekarang waktunya ia pulang beberapa security yang jaga pula sebagian sudah pulang, paling hanya beberapa yang tetap berjaga karena bekerja sesuai shif. Khalifa berjalan terburu-buru menuju mobilnya, lantas melaju membelah jalan tanpa menunggu lama. Takut kemalaman Khalifa makin mempercepat lajunya. Sebuah dering ponsel terdengar namun tak Khalifa gubris untuk mengangkatnya. Memilih abai Khalifa terus melajukan mobilnya di tengah keramaian. Namun, kala ia berbelok ia harus di hadapkan dengan jalan yang cukup sepi. “Huft, semoga tidak terjadi apa-apa.” Khalifa mengucap doa dalam hati. Mau bagaimana pun ia perempuan, dan jelas ia takut jika tiba-tiba ada hal aneh yang melintas. Suara bisingnya motor terdengar dari arah belakang, memusat perhatian Khalifa untuk m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 92

    Khalifa menangkup kedua pipi di atas meja, bosan melanda hatinya. Hari ini tugas yang diberikan Aavar dalam mempelajari berbagai perbisnisan cukup menguras pikiran dan tenaga. Ternyata susah sekali untuk memahami berbagai persoalan dalam perbisnisan ini. Jika bukan karena otak yang encer mungkin Khalifa memilih tidur saja di atas kasur. Hari ini jam sudah menunjukan pukul empat sore. Tidak terasa, dari pagi sampai saat ini Khalifa menghabiskan waktu hanya di kantor saja, tentunya dengan Khanza. Namun, saat ini perempuan itu entah pergi ke mana, katanya izin keluar sebentar. “Khalifa, Om pulang lebih dulu ya, istri Om kasihan di rumah sendirian.” Tiba-tiba suara Aavar terdengar setelah pintu terbuka. “Kamu pulang lah, besok bisa dilanjutkan.” Punggung Khalifa berdiri tegap. “Nggak deh, Khalifa mau lembur. Soalnya masih banyak banget yang belum dikerjakan Om.” Aavar menoleh. “lembur?” Ia tertawa. “ya ampun Khalifa, ini kan cuma belajar aja. Gak usah terlalu dibuat serius jug

DMCA.com Protection Status