"Jangan bermain di sini, anak-anak!" Nara terlihat mengomel saat Collin dan Calista terus mengganggunya dengan berlarian di sekitarnya padahal ia sedang sibuk membersihkan rumah kontrakan yang sudah cukup lama tidak ditinggali itu. "Collin terus mengejarku, Oma!" "Makanya jangan lari terus! Ini lihat ada sarang laba-laba, ayo sini! Ayo sini!" Collin yang iseng terus membawa sarang laba-laba yang sudah menempel di tangannya dan mengejar Calista untuk menakut-nakutinya. Untuk sesaat, rasa melow mereka yang harus pergi dari rumah Edgard pun meluap karena ada mainan baru saat rumah sedang kotor. Namun bagi Calista, itu bukan mainan karena Calista malah kesal pada Collin yang membuatnya terus berteriak. "Akkhh, Collin, jangan! Itu kotor! Calista tidak mau!" Calista pun terus berlari dan bersembunyi di belakang Nara sampai Nara benar-benar tidak bisa bekerja. "Astaga, Collin, Calista, sudah Oma bilang jangan bermain di sini! Kau juga, cuci tanganmu, Collin! Itu kotor sekali!"Tapi
Dua hari ternyata sama sekali tidak mampu mengembalikan perasaan Janice yang terlanjur kecewa pada Edgard. Karena bahkan sampai dua hari berlalu, Edgard tidak menghubunginya juga, begitupun dengan Jefry. Dan rasanya hubungan mereka seolah menguap begitu saja. Bahkan Edgard ternyata tidak punya perasaan berlebih pada Collin dan Calista. "Baiklah, cukup halunya, Janice! Cukup melownya! Hidup harus terus berjalan walaupun kadang apa yang terjadi di dalamnya tidak sesuai dengan harapanmu." "Ya, enam tahun lalu pun begitu kan? Walau bukan rencanamu untuk punya anak, tapi nyatanya hidupmu terus berjalan dan semua baik-baik saja." "Benar! Hari ini aku akan kembali masuk bekerja seperti biasa dan jangan bersikap berlebihan, Janice!" Janice terus mengembuskan napas panjangnya dan berpamitan dengan Nara maupun si kembar lalu ia pun pergi dengan Pak ojek lagi. Tidak terhitung berapa kali si kembar menanyakan tentang Edgard, namun Janice terus mengarang banyak cerita agar si kembar tidak
"Kau adalah Ibu dari anak-anakku!" Suara lantang Edgard membuat Janice membelalak tak percaya. "Apa? Apa yang kau katakan, Edgard?" "Collin dan Calista ... mereka adalah anakku kan?"Janice makin menahan napas mendengar pertanyaan itu. Dari semua ucapan Edgard, Janice mengambil kesimpulan kalau Edgard sedang mengajaknya berdamai, tapi rasanya masih aneh mengakui hal itu. Apa yang harus Janice lakukan sekarang? Jujur saja jantungnya berdebar tidak karuan sekarang dan tubuhnya mulai gemetar. Edgard yang melihat ekspresi Janice pun malah makin mendekat dan meraih tangan Janice. Edgard pun duduk bersandar di mejanya sambil menarik Janice mendekatinya sampai posisi sekarang Janice pun berdiri tepat di hadapan Edgard. "Katakan, Janice! Mereka itu anak kita kan? Hasil dari perbuatan kita malam itu? Kau Emira, pelayan itu. Benar kan? Mengakulah, Janice! Aku sungguh tidak akan marah lagi. Aku hanya mau mendengar kebenarannya langsung dari mulutmu ...."Dan Janice malah makin tegang men
Jantung Janice masih berdebar kencang melihat wajah bengis Harlan, supervisor di Orion Group enam tahun yang lalu. Sontak Janice segera menunduk, layaknya karyawan lain yang tidak berani menatap wajah pimpinannya. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau tubuh Janice gemetar sekarang. Bagaimana ini? Bagaimana ini? Janice tidak pernah menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi. 'Tapi dasar bodoh, Janice!' rutuk Janice pada dirinya sendiri. Bukankah memang dulu pria itu bekerja di perusahaan Edgard? Berarti memang besar kemungkinan kalau pria itu akan muncul lagi. Walaupun sungguh Janice berharap pria itu sudah mengundurkan diri atau bahkan mati saja. Jantung Janice makin memacu kencang sekarang. Janice pun masih berdiri gelisah sampai tidak lama kemudian, ia mendengar suara Edgard. "Tante Miriam! Tante di sini? Kapan Tante datang dan mengapa Tante tidak memberitahuku dulu?" "Edgard Sayang ... Tante memang sengaja tidak memberitahu siapa pun, Edgard."Miriam tersenyum menatap Edgard
"Apa Tante akan lama di sini?" tanya Edgard setelah mereka selesai membicarakan tentang bisnis. "Kali ini Tante akan cukup lama di sini sekaligus mengatur pertunanganmu dengan Anneth, Edgard." Dan perasaan lega Edgard pun meluap seketika. Ini adalah salah satu hal yang tidak ia sukai dari Miriam, selalu memaksanya bertunangan dan menikah. Edgard pun mengembuskan napas kesalnya. Rasanya ia selalu ingin marah setiap membahasnya. "Tante, masalah itu ...." "Kita sudah membicarakannya berulang kali, Edgard. Tapi keputusan Tante tetap sama. Kau harus menikah agar ada yang mengurusmu, Edgard. Selain itu, kau juga harus punya anak untuk melanjutkan keturunan kita." Edgard terdiam sejenak mendengarnya. Punya anak bukan hal yang sulit karena ia sudah mempunyai anak sekarang, bukan hanya satu, melainkan dua sekaligus, tapi Edgard sama sekali bukan pria yang bisa diatur seperti itu. "Tante, bisakah tentang itu biar aku yang mengurusnya sendiri?""Tidak bisa, Edgard. Karena Tante tahu kala
Janice masih tidak bisa berkonsentrasi sampai sore itu. Membayangkan wajah bengis Harlan masih membuatnya menegang dan Janice terus berharap semoga Harlan tidak mengingatnya. "Janice, kau kenapa? Ada apa lagi? Kau menjadi aneh lagi! Apa Pak Edgard menyuruhmu yang macam-macam lagi?" tanya Wina yang melihat Janice terus melamun. "Eh, tidak! Aku tidak sempat bicara dengan Pak Edgard karena mendadak ada seorang wanita yang datang, tantenya," sahut Janice setengah berdusta. Wina pun membelalak mendengarnya. "Eh, Tantenya? Apa maksudmu Bu Miriam?""Eh, kau juga tahu tentang wanita itu?" "Ya ampun, tentu saja! Kau benar-benar tidak mengikuti berita tentang Pak Edgard sama sekali ya?"Janice menggeleng. Ia memang tidak mengikuti berita apa pun tentang Edgard. Selama satu bulan bekerja di Orion Group dulu, Janice hanya mengenal beberapa orang di divisinya dan juga Harlan yang merupakan supervisor yang sering ia lihat, karena ia memang masih training Edgard yang sebagai CEO atau tantenya
"Selamat tidur, Collin!""Selamat tidur, Calista!" "Selamat tidur, Uncle!" seru Collin dan Calista bersamaan. Edgard pun mengangguk dan mematikan lampunya lalu ia pun keluar dari kamar itu. Edgard yang begitu kegirangan karena kedua anaknya pulang kembali ke rumahnya pun tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Sejak mereka pulang ke rumah tadi, Edgard sudah menyiapkan begitu banyak makanan kesukaan si kembar yang sebagian besar sama dengan kesukaan Edgard juga dan melihat si kembar yang makan dengan begitu lahap, Edgard pun sangat senang. Bahkan Edgard juga menemani mereka tidur di kamarnya dan Edgard mendadak menjadi family man sampai Jefry yang melihatnya kagum sendiri. Sedangkan Janice memilih masuk ke kamar Nara dan berbicara dengan ibunya itu tentang apa yang terjadi tadi di kantor. "Apa, Janice? Kau bertemu lagi dengan pria itu?""Harlan namanya. Dulu dia supervisor di Orion Group dan dua perusahaan itu sama-sama milik Edgard, Ibu." Janice yang sudah mengakui pada ibunya
"Mengapa kau lama sekali, Janice?" tegur Edgard saat Janice akhirnya masuk ke kamarnya. Janice sendiri masih terlalu fokus memikirkan hubungan antara Miriam, Harlan, dan semuanya dengan jantung yang berdebar kencang sampai ia bengong di luar dan barusan masuk ke kamar Edgard. "Ah, itu ...."Belum sempat Janice menjawab, Edgard sudah bertanya lagi. "Apa Jefry tidak memanggilmu tadi?" "Eh, Jefry memanggilku. Tadi aku hanya sedang mengobrol dengan ibuku." "Apa lagi yang kalian obrolkan? Apa selama ini waktu kalian berdua belum cukup sampai masih harus mengobrol lagi? Seharusnya kau menemaniku di sini kan?" Edgard yang sudah duduk di ranjangnya nampak kesal, namun Janice pun ikut membelalak mendengarnya. "Hei, kau tahu kalau ikatan antara orang tua dan anak itu sifatnya selamanya dan aku tidak akan pernah merasa cukup bersama ibuku. Begitulah orang tua dan anak. Jadi jangan mencoba memisahkan kami, waktuku boleh tersita oleh anak-anakku atau oleh suamiku nanti, teman-temanku, atau