Janice masih menganga tak percaya saat Edgard malah membawa mereka semua pergi ke mall untuk berbelanja. Tentu saja tadi Janice menolak, tapi si kembar sudah terlalu antusias sampai Janice tidak punya pilihan lain selain ikut. Mereka pun melangkah bersama di mall yang besar itu yang masih cukup sepi karena baru buka. Si kembar begitu senang pergi ke mall sampai mereka berlarian sambil terus terkikik. Edgard dan Jefry yang melihatnya pun ikut senang, namun Edgard merasakan sesuatu yang mengganjal sampai ia pun mendekati Janice. "Kapan terakhir kali kau mengajak anak-anak ke mall?"Janice mengernyit tidak suka. "Apa pedulimu? Mereka tidak suka ke mall, mereka hanya suka beli keju di supermarket," seru Janice yang memang hampir tidak pernah mengajak anak-anaknya ke mall. Edgard pun mendesis mendengarnya. "Mereka tidak suka ke mall atau kau yang tidak pernah mengajaknya, hah? Tidak ada anak-anak yang tidak suka ke mall!" "Ck, kau tahu sendiri uangku terbatas dan ke mall itu berarti
"Collin, Calista, jangan berlarian seperti itu!" teriak Nara yang sudah gelisah karena takut cucunya akan menyenggol manekin. Namun, Collin dan Calista masih tetap berlarian tanpa henti sambil terus memekik kegirangan sampai Nara menjadi gemas. Janice sendiri yang awalnya tidak antusias terus didorong oleh Edgard untuk mencoba baju. "Cobalah! Bajumu sudah terlalu jadul!" "Baju apa itu? Aku tidak terbiasa memakai yang terlalu terbuka! Lagipula ke mana aku harus memakai gaun seperti itu?" "Ini hanya dress santai, semua orang memakainya saat ke mall atau makan malam di restoran, ini biasa saja. Kau saja yang terlalu jadul." "Aku memang jadul! Sudah tidak usah dicoba saja! Lagipula dadanya rendah sekali!" Edgard mengernyit dan menatap gaun santai dengan belahan dada rendah itu dan ia pun mengembuskan napas panjang. "Baiklah, kau akan terlihat rata kalau memakainya!" seru Edgard begitu saja yang membuat Janice melotot kesal dan membuat satu pelayan toko mengulum senyumnya. Janice
Elizabeth dan Miriam masih menganga mendengar pengakuan dari Edgard bahwa kedua anak itu adalah anaknya. "Edgard, apa yang kau katakan? Anak siapa itu yang kau akui sebagai anakmu?" pekik Miriam tidak percaya. Ekspresi Miriam sudah begitu tidak terbaca, gabungan antara tidak percaya dan khawatir yang berlebih menatap kedua anak yang tidak jelas itu. Namun, ekspresi Elizabeth lebih lunak dan malah mengerjapkan matanya berulang kali. Elizabeth pun malah melangkah mendekati Edgard dan mencoba menyentuh pipi Calista yang sedang menatapnya dengan wajah imutnya itu. "Eh, kau anak Edgard? Anak Edgard dari mana? Siapa namamu tadi?" tanya Elizabeth pada Calista. "Calista, Grandma Buyut." "Calista?" ulang Elizabeth. "Kau cantik sekali! Dan satu lagi, kau siapa? Kau mirip sekali dengan Edgard waktu kecil," tanya Elizabeth sambil sekarang membungkuk dan menyentuh pipi Collin. Namun, belum sempat Collin menjawab, mendadak Miriam sudah memekik keras. "Ibu ini apa-apaan? Jangan sembarangan
Semua orang kembali membelalak mendengarnya. Setelah anak, sekarang kekasih. Nara dan Jerry tetap tidak berani berkomentar, sedangkan Janice sudah membelalak begitu lebar. Namun, gelapnya kacamata hitam yang ia pakai membuat semua orang tidak dapat melihat kedua matanya yang sudah membulat itu. Miriam dan Elizabeth sendiri juga kembali membelalak kaget. Miriam menegang dengan sempurna sampai urat lehernya tercetak jelas, namun Elizabeth mendadak tertawa begitu senang. "Astaga, Mefi! Mefi! Kemari! Haha, kau kalah bertaruh denganku kan? Lihat, kau selalu bilang Edgard tidak pernah berkencan, tapi aku berani bertaruh kalau Edgard diam-diam berkencan dan lihatlah aku benar kan? Bahkan Edgard dan kekasihnya sudah mempunyai anak!" pekik Elizabeth kegirangan. "Siapa namamu tadi?" tanya Elizabeth lagi sambil menatap Janice. "Aku ... Janice ...," jawab Janice terbata. "Jadi kau kekasihnya Edgard? Sudah berapa lama kalian berhubungan, hah?" tanya Elizabeth lagi kepo. "Hmm, itu ...." Ja
Janice akhirnya bisa bernapas lega saat ternyata Miriam dan Harlan tidak ikut berjalan-jalan bahkan Janice sudah berani melepas syalnya dari mulutnya, walaupun jantungnya tetap berdebar kencang karena nenek tua itu membawanya pergi entah ke mana. Janice pun beberapa kali menoleh ke belakang seolah memastikan kalau Miriam dan Harlan tidak mengikutinya sampai Elizabeth yang melihatnya pun mengernyit bingung. "Eh, kau mencari siapa, Janice? Kau mencari Edgard ya? Haha, sebentar lagi dia juga datang. Grandma kan baru saja meneleponnya." Janice pun terpaksa tertawa di hadapan Elizabeth. "Ah, iya, Nenek ...." "Eh, Grandma. Panggil aku Grandma, jangan Nenek! Hahaha!" "Oh, Grandma. Haha, Grandma ...," ulang Janice lagi sambil melirik Nara seolah memberi kode kalau ia lelah berakting. Tapi Nara tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa memprotes juga karena ia sendiri merasa cukup puas saat Edgard secara gentle memperkenalkan Janice sebagai kekasihnya dan si kembar sebagai anaknya. Sun
"Jadi kalian juga tinggal di sini ya? Baguslah kalau kalian sudah tinggal bersama, Grandma senang sekali." Elizabeth terus tertawa senang saat akhirnya mereka sudah pulang ke rumah Edgard. Bahkan Elizabeth sudah mulai nyaman bersama Collin dan Calista karena sejak tadi anak kembar bersikap sangat manis padanya. "Keluarga Janice memang sudah tinggal di sini, Grandma," sahut Edgard. "Ah, baguslah! Grandma tidak akan tenang kalau keturunan keluarga kita tinggal di tempat lain." Janice dan Nara yang mendengarnya hanya terus tersenyum tanpa banyak bicara. Sedangkan Colin dan Calista sendiri terus duduk di samping Elizabeth dengan patuh. "Grandma buyut, besok Calista mau jalan-jalan lagi sama Grandma buyut ya," kata Calista dengan manisnya. Tentu saja Elizabeth langsung tertawa senang dan memeluk cicitnya itu. "Kau manis sekali, Calista, cicitku! Tentu saja kita akan terus jalan-jalan. Kau mau ke mana? Grandma buyut akan menemanimu, haha, kau cantik sekali!" Elizabeth terlihat beg
"Apa kalian senang bertemu dengan Grandma buyut hari ini?" Edgard kembali menemani Collin dan Calista tidur malam itu dan Edgard pun tidur di ranjang kecil bersama Calista. "Collin suka sama Grandma buyut. Grandma buyut baik." "Calista juga suka." "Baguslah! Grandma buyut juga menyukai kalian. Kalian harus bersikap baik terus sama Grandma buyut ya." "Hehe, iya, Uncle!" sahut Calista sambil bersandar manja di dada Edgard. Edgard sendiri hanya memeluknya dengan sayang sampai Collin yang melihatnya pun iri. "Collin juga mau ke sana, Uncle. Uncle kok tidurnya sama Calista terus? Collin tidak mau sendirian." Collin pun langsung meloncat turun dari ranjangnya dan naik ke ranjang Calista lalu berdesakan di sana. Tentu saja ranjang itu masih cukup untuk menampung Collin juga, tapi Calista terus memekik akhirnya. "Collin, sempit! Kan ranjangmu di sana!" "Tapi Collin mau sama Uncle!" "Calista juga! Sana!" Collin dan Calista pun begitu ribut sampai Edgard hanya bisa menggelengkan ke
Jantung Janice berdebar tidak karuan mendengar kata menikah. Walaupun Janice pernah minta dinikahi dengan surat ijin menyentuh, tapi itu hanya refleks. Janice bukannya ingin menikah sungguhan. "Kau ... kau sudah gila, Edgard!""Aku tidak gila. Kau sendiri yang minta dinikahi kan agar aku boleh menyentuhmu? Dan aku mau. Asalkan aku bisa menyentuhmu setiap saat, aku mau menikahimu." Janice kembali membelalak mendengarnya. "Dasar gila! Dasar maniak! Apa kau menikah hanya karena menginginkan hubungan yang seperti itu? Kalau begitu tidak perlu menikah, kau kan punya banyak uang, bayar saja wanita murahan di luar sana!" "Ck, Janice, masalahnya aku hanya menginginkanmu. Kalau aku mau yang lain, sudah dari dulu aku melakukannya." Janice terdiam kali ini mendengarnya. Apa itu artinya Edgard menyukainya? Mengapa lagi-lagi ucapan Edgard terdengar ambigu. "Itu ... mengapa kau hanya menginginkan aku? Aku ... aku tidak cantik. Aku ... juga wanita yang biasa saja. Kau pasti hanya memanfaatkan
"Daphne Sayang, jangan lari!"Nara begitu gemas memanggil Daphne yang sedang asik merangkak kesana kemari bersama Denzel di sekeliling rumah. Semakin Nara mau menangkapnya, semakin Daphne merangkak kabur sambil terkikik dan berteriak. Collin dan Calista yang melihatnya sampai tertawa begitu senang melihat tingkah adik-adiknya. Nara sendiri pun akhirnya ikut tertawa dan tidak memanggil lagi. Hari ini genap satu tahun umur Daphne dan Denzel. Kedua anak kembar itu sudah begitu gemuk dan makin menggemaskan. Mereka juga sudah pintar merangkak kesana kemari, walaupun mereka belum mulai berjalan. Tingkah kedua anak itu begitu menggemaskan sampai gelak tawa pun tidak berhenti memenuhi rumah keluarga mereka setiap harinya. "Astaga, Sayang, mengapa kau bisa merangkak sampai ke sini!" pekik Janice yang baru saja keluar dari dapur. "Ah, Ibu sudah tidak kuat mengejarnya lagi, Janice! Daphne terlalu lincah!" protes Nara. Janice pun langsung terkekeh sambil mengangkat anaknya yang sudah ber
"Semuanya perkenalkan, ini Viola, calon istriku!" Keluarga Edgard mengadakan makan malam bersama hari itu. Sejak anak Edgard lahir, Edgard memang lebih sering melakukan open house mengundang keluarganya agar rumah selalu ramai. Semua orang akan saling membantu menjaga si kembar Denzel dan Daphne sampai Janice benar-benar terbebas dari yang namanya stres dan baby blues. Sungguh, kali ini Janice memiliki support system terbaik dan Janice sangat bahagia dengan banyak berkat berlimpah dalam hidupnya. Devan pun datang malam itu sambil membawa seorang wanita yang sangat cantik, seorang wanita yang awalnya adalah asisten Devan, tapi benih-benih cinta muncul di sana dan dengan bangga, Devan memperkenalkannya pada semua. Elizabeth yang mendengarnya pun langsung memekik kegirangan. "Wah, selamat, Devan! Selamat! Setelah Edgard, akhirnya sebentar lagi kau akan menyusul, lalu Devina juga menyusul. Semua cucu Grandma akan menikah dan memberikan Grandma banyak cicit! Ini kabar bahagia, sangat
Spanduk bertuliskan "One Month Celebration of Denzel and Daphne" terbentang di pinggir kolam renang rumah Edgard dan Janice hari itu. Hiasan balon-balon yang didominasi warna biru dan merah itu pun memenuhi dinding dan sepanjang jalan di sekitar kolam renang itu. Selain itu banyak hiasan lain yang menambah meriah suasana pagi itu. Hari ini tepat satu bulan bayi kembar Janice lahir ke dunia. Bayi kembar laki-laki dan perempuan itu diberi nama Denzel William dan Daphne William. Bayi kembar yang membawa kebahagiaan bagi keluarga Edgard dan menyempurnakan keluarga mereka yang tidak lagi kecil karena keluarga inti mereka berjumlah enam orang sekarang. Edgard pun akhirnya merasakan bagaimana lelahnya menjadi orang tua baru yang mengurusi dua bayi sekaligus. Walaupun mereka memakai dua orang baby sitter baru untuk bayi kembar mereka, tapi Edgard tetap ingin tidur dengan bayi mereka. Edgard ingin menemani Janice mengurus bayi kembar mereka sekaligus menebus rasa bersalah karena dulu J
Janice terus merasa gelisah dalam tidurnya menjelang subuh hari itu. Saat melahirkan sudah tinggal menghitung hari dan Janice tidak berhenti berdebar sampai membuatnya insomnia beberapa hari ini. Janice pun masih terus gelisah sendiri sampai ia merasakan rasa aneh di bawah tubuhnya. "Apa yang lembab ini? Mengapa perutku juga terasa melilit?" gumam Janice sambil perlahan Janice bangkit berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Janice memeriksa dan ternyata ada darah di sana, tanda bahwa ia sudah waktunya melahirkan. Jantung Janice langsung memacu kencang, apalagi rasa sakit di perutnya mulai makin kencang seperti meremat perutnya. "Edgard! Edgard!" panggil Janice sambil melangkah keluar dari kamar mandi. Edgard yang tadinya masih tertidur lelap di samping Janice pun seketika langsung membuka matanya waspada. Sejak Janice hamil, Edgard selalu waspada kapan pun istrinya itu membutuhkannya sehingga hanya perlu sedikit suara untuk membuat Edgard langsung membuka matanya. "Janice, ada
When I was just a little girl ....I asked my mother, what will I be ....Will I be pretty? Will I be rich?Here's what she said to me ....Que sera, sera ....Whatever will be, will be ....The future's not ours to see ....Que sera, sera ....What will be, will be ....Suara Calista bernyanyi terdengar begitu merdu memenuhi ruangan serbaguna yang digunakan untuk acara pementasan sekolah hari itu. Semua orang pun langsung bertepuk tangan begitu acara selesai. Termasuk Edgard, Janice, Nara, dan Grandma Elizabeth yang ikut hadir sebagai penonton. Mereka bertepuk tangan sambil meneteskan air mata begitu bangga melihat Collin dan Calista bersama teman-teman mereka yang menampilkan pertunjukkan drama musical yang begitu indah.Para anak-anak itu berdialog dalam bahasa Inggris, mereka berinteraksi bersama, melangkah kesana kemari, menari, dan diakhiri dengan nyanyian yang begitu merdu dari Calista. Sungguh semua orang tua yang melihatnya begitu bangga pada anak-anak mereka. Nara dan El
Di umur kehamilan Janice yang memasuki lima bulan, Edgard mengajak Janice melakukan babymoon sekaligus berlibur bersama keluarga mereka. Edgard membawa serta Nara, Collin, Calista, dan pengasuh kecil mereka, berlibur ke Bali. "Karena aku tidak mau mengambil resiko, jadi kita akan pergi ke tempat yang dekat saja ya, Sayang. Aku sudah menyuruh Jefry menyiapkan semuanya dan kita tinggal menyusun barang pribadi kita saja," kata Edgard malam itu saat mereka sudah berdua di kamar. "Ya ampun, Edgard, aku sungguh tidak perlu babymoon seperti ini." Edgard tersenyum lalu menangkup kedua tangan istrinya itu. "Janice, Sayang, babymoon memang bukan merupakan keharusan, bahkan honeymoon juga bukan merupakan keharusan." "Semua pasangan akan tetap baik-baik saja tanpa honeymoon maupun babymoon." "Hanya saja bedanya, ada pasangan yang memang menginginkannya dan kalau mereka mampu, mereka akan melakukannya." "Begitu juga dengan aku, Sayang. Aku menginginkannya, menyenangkanmu dan anak-anak kita
"Kembar lagi? Grandma akan punya cicit kembar lagi?" Elizabeth memekik senang saat Edgard memberitahunya tentang kehamilan Janice. "Benar, Grandma akan punya cicit lagi dan bukan hanya satu bayi tapi dua sekaligus," tegas Edgard. "Oh, Mefi, kau dengar itu? Oh, Grandma senang sekali! Grandma senang sekali! Janice ... oh, cucu Grandma ...." Elizabeth merentangkan kedua tangannya dan Janice pun langsung masuk ke dalam pelukan wanita tua itu. "Oh, cucu Grandma! Dengar ya, mulai hari ini Grandma akan selalu menyiapkan makanan sehat untukmu, Janice. Kau harus punya tenaga untuk menjaga dan melahirkan bayi kembar yang lucu itu. Haha ...." Janice hanya tertawa senang di pelukan Elizabeth dan Janice mengangguk bersemangat. Memang Janice belum sepenuhnya segar karena kehamilan kembar membuatnya begitu mudah lelah dan mengalami morning sickness parah, tapi ia begitu antusias melihat kebahagiaan semua orang. Elizabeth dan Nara pun langsung asik sendiri membayangkan anggota keluarga baru
Beberapa waktu berlalu dan Janice serta Edgard sudah kembali disibukkan dengan banyaknya kegiatan serta pekerjaan mereka. Pekerjaan Edgard makin sibuk dan makin berkembang, sedangkan Janice membantu suaminya dengan sepenuh hati sambil mengurus kedua anaknya. Namun, padatnya kegiatan mereka akhirnya membuat Janice tumbang juga. "Kau yakin tidak perlu ke dokter, Sayang? Aku tidak tega melihatmu seperti ini, apalagi aku harus ke luar kota besok," seru Edgard cemas. "Aku hanya kelelahan. Aku hanya butuh istirahat, Edgard! Sudahlah, tidak usah cemas!" Janice terus menenangkan Edgard sampai Edgard pun akhirnya pasrah. Namun, saat Edgard ke luar kota, Janice mulai mengalami mual-mual dan gejala yang mencurigakan bagi Nara. "Cobalah melakukan tespek, Janice! Ibu rasa kau sedang hamil." "Ah, tidak, Ibu. Aku hanya kelelahan, tidak apa." Janice berdebar mendengar kemungkinan ia hamil, tapi rasa trauma kehilangan janinnya masih membuatnya takut kecewa kalau ternyata ia tidak hamil. Jani
"Cheers!" Edgard dan Janice bersulang malam itu setelah menikmati makan malam romantis di restoran resort. Mereka pun tidak berhenti saling menatap dan melemparkan senyum. Setelah sepanjang sore berjalan bergandengan tangan menyusuri resort, mereka pun begitu kelaparan sampai Janice makan begitu banyak. "Bagaimana rasa winenya, Sayang?" "Hmm, ada rasa manis tapi ada pahitnya juga." "Kau menyukainya?" "Hmm, tidak. Tapi aku mau meminumnya sedikit lagi. Apa ini tidak membuat mabuk?" "Tidak, Sayang. Kecuali kau minum satu botol. Haha!" Edgard hanya tertawa mendengarnya. "Lagipula kalau kau mabuk, kau aman bersamaku, Sayang."Janice pun tertawa lebar mendengarnya dan terus meneguk winenya sambil memejamkan matanya. "Hmm, apa acara kita setelah ini, Edgard?" Edgard menaikkan alis mendengarnya. "Acara kita? Apa yang bisa kita lakukan di malam hari, Sayang? Haha, tentu saja berdua di kamar, bahkan mungkin kita tidak akan keluar sampai besok siang." "Astaga, Edgard! Kau membuatku me