"Jadi kalian juga tinggal di sini ya? Baguslah kalau kalian sudah tinggal bersama, Grandma senang sekali." Elizabeth terus tertawa senang saat akhirnya mereka sudah pulang ke rumah Edgard. Bahkan Elizabeth sudah mulai nyaman bersama Collin dan Calista karena sejak tadi anak kembar bersikap sangat manis padanya. "Keluarga Janice memang sudah tinggal di sini, Grandma," sahut Edgard. "Ah, baguslah! Grandma tidak akan tenang kalau keturunan keluarga kita tinggal di tempat lain." Janice dan Nara yang mendengarnya hanya terus tersenyum tanpa banyak bicara. Sedangkan Colin dan Calista sendiri terus duduk di samping Elizabeth dengan patuh. "Grandma buyut, besok Calista mau jalan-jalan lagi sama Grandma buyut ya," kata Calista dengan manisnya. Tentu saja Elizabeth langsung tertawa senang dan memeluk cicitnya itu. "Kau manis sekali, Calista, cicitku! Tentu saja kita akan terus jalan-jalan. Kau mau ke mana? Grandma buyut akan menemanimu, haha, kau cantik sekali!" Elizabeth terlihat beg
"Apa kalian senang bertemu dengan Grandma buyut hari ini?" Edgard kembali menemani Collin dan Calista tidur malam itu dan Edgard pun tidur di ranjang kecil bersama Calista. "Collin suka sama Grandma buyut. Grandma buyut baik." "Calista juga suka." "Baguslah! Grandma buyut juga menyukai kalian. Kalian harus bersikap baik terus sama Grandma buyut ya." "Hehe, iya, Uncle!" sahut Calista sambil bersandar manja di dada Edgard. Edgard sendiri hanya memeluknya dengan sayang sampai Collin yang melihatnya pun iri. "Collin juga mau ke sana, Uncle. Uncle kok tidurnya sama Calista terus? Collin tidak mau sendirian." Collin pun langsung meloncat turun dari ranjangnya dan naik ke ranjang Calista lalu berdesakan di sana. Tentu saja ranjang itu masih cukup untuk menampung Collin juga, tapi Calista terus memekik akhirnya. "Collin, sempit! Kan ranjangmu di sana!" "Tapi Collin mau sama Uncle!" "Calista juga! Sana!" Collin dan Calista pun begitu ribut sampai Edgard hanya bisa menggelengkan ke
Jantung Janice berdebar tidak karuan mendengar kata menikah. Walaupun Janice pernah minta dinikahi dengan surat ijin menyentuh, tapi itu hanya refleks. Janice bukannya ingin menikah sungguhan. "Kau ... kau sudah gila, Edgard!""Aku tidak gila. Kau sendiri yang minta dinikahi kan agar aku boleh menyentuhmu? Dan aku mau. Asalkan aku bisa menyentuhmu setiap saat, aku mau menikahimu." Janice kembali membelalak mendengarnya. "Dasar gila! Dasar maniak! Apa kau menikah hanya karena menginginkan hubungan yang seperti itu? Kalau begitu tidak perlu menikah, kau kan punya banyak uang, bayar saja wanita murahan di luar sana!" "Ck, Janice, masalahnya aku hanya menginginkanmu. Kalau aku mau yang lain, sudah dari dulu aku melakukannya." Janice terdiam kali ini mendengarnya. Apa itu artinya Edgard menyukainya? Mengapa lagi-lagi ucapan Edgard terdengar ambigu. "Itu ... mengapa kau hanya menginginkan aku? Aku ... aku tidak cantik. Aku ... juga wanita yang biasa saja. Kau pasti hanya memanfaatkan
Suara Janice terdengar lantang dan penuh keyakinan sampai untuk sesaat Edgard pun terdiam mendengarnya. Janice pun ikut terdiam menunggu bagaimana reaksi Edgard karena Edgard begitu mempercayai Harlan. Dan dugaan Janice pun benar kalau Edgard masih mempercayai Harlan karena perlahan Edgard pun mulai tertawa, seolah menertawakan ucapan Janice. "Janice, kau sadar apa yang kau katakan kan? Ini bukan tentang Pak Buntoro atau rival bisnis lainnya tapi malah Harlan? Harlan, asisten Tante Miriam itu? Dia yang menyuruhmu mencelakaiku? Bukankah sudah kubilang kalau dia rela mengorbankan dirinya demi aku? Ini ...." "Aku tidak berbohong, Edgard! Aku tidak tahu bagaimana dia sebenarnya dan aku tidak mengenalnya sebelumnya, aku hanya tahu dia adalah supervisor di Orion. Walaupun aku tidak pernah berhubungan secara langsung dengannya tapi aku tahu wajah dan jabatannya." Edgard mengangguk mendengarnya. "Kau benar. Ya, enam tahun yang lalu memang Harlan masih menjabat sebagai supervisor di sana.
Miriam hanya mematung mendengar ucapan Harlan. Miriam mencoba menenangkan napasnya dan seketika rasa ngantuk dan lelahnya pun menghilang entah ke mana. "Maksudmu wanita bernama Janice itu benar adalah wanita yang dulu, Harlan?" ulang Miriam masih tidak percaya. "Benar, Bu. Aku sudah memastikan fotonya di Emerald. Janice yang dulu bekerja di Orion dengan Janice yang ini adalah wanita yang sama." Miriam menahan napasnya dengan mata yang makin membelalak lalu ia pun menggebrak ranjangnya. "Sial! Apa kau yakin akan hal itu, Harlan?""Aku bisa memastikannya, Bu." "Sial! Mengapa kau tidak menyadarinya sejak awal, Harlan?" geram Miriam tidak terima. "Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas sejak pertemuan di ruang kerja Pak Edgard itu, Bu, karena dia terus menghindar, namun suara itu dan nama itu terdengar familiar. Apalagi mendengar dia adalah karyawan di Emerald jadi aku mencari tahu ke sana." Miriam yang mendengarnya pun memejamkan mata dan menahan napasnya sejenak. "Sial! I
Miriam begitu tidak tenang setelah mendengar fakta tentang Janice sampai ia sama sekali tidak bisa tidur malam itu. Miriam pun akhirnya meminta Harlan untuk membuat upaya pencegahan sebelum Janice mengatakan apa pun pada Edgard yang bisa membuat posisi Harlan maupun Miriam terancam.Itulah sebabnya Harlan bergerak cepat dengan merekayasa beberapa bukti lalu segera menemui Edgard di kantornya dan memberikan semua bukti itu. "Wanita itu adalah wanita yang sama yang bekerja di Orion enam tahun yang lalu. Dia baru saja bekerja, tapi sudah menggelapkan uang perusahaan begitu banyak dan ini adalah data karyawan yang keluar serta data penipuan yang pernah dilakukan oleh Janice Velma, wanita yang saat ini mengaku sudah melahirkan anak Anda itu!" seru Harlan lagi dengan penuh keyakinan. Suara tegas Harlan pun sampai membuat Edgard dan Jefry mematung tak percaya. Untuk sejenak, mereka berdua hanya benar-benar mematung tanpa ada yang bergerak, namun dengan pikiran yang penuh di otak masing-m
"Ini mustahil, Jefry! Ini mustahil! Semua yang dikatakan Harlan adalah omong kosong yang tidak bisa kuterima!"Edgard terus mengumpat kesal di ruang kerjanya setelah Harlan keluar dari sana. Setelah semua cerita palsu dan bukti rekayasa yang ditunjukkan oleh Harlan tadi, Harlan merasa sudah cukup untuk mempengaruhi Edgard dan ia undur diri begitu saja. Tentu saja Harlan tahu sifat Edgard yang tidak bisa dikerasi secara langsung. Perlahan tapi pasti, pada akhirnya Edgard akan menganggap Janice benar-benar penjahat. Harlan pun merasa puas dan segera berpamitan walaupun ia belum benar-benar pergi dari perusahaan itu. Edgard dan Jefry yang ditinggalkan pun masih tetap mematung selama beberapa saat sebelum akhirnya Edgard melangkah mondar-mandir dengan gelisah. Jefry sendiri yang tidak langsung percaya pada ucapan Harlan malah berada di pihak Janice sekarang. "Tenang, Bos. Aku juga merasa semua yang diucapkan Harlan adalah omong kosong. Tidak mungkin keluarga Janice adalah orang jaha
Janice masih menahan napasnya dengan jantung yang berdebar tidak karuan saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Itu Harlan! Itu Harlan! Bagaimana ini? Bagaimana ini? Janice begitu gemetar, namun ia berusaha bersikap tetap tenang.Sedangkan Harlan yang melihat ekspresi Janice malah menyeringai tipis. "Kita bertemu lagi, Janice Velma!" Suara berat Harlan benar-benar membuat Janice merinding hingga akhirnya Janice memutuskan untuk menggunakan jurus andalannya, berpura-pura tidak mengenal pria itu."Eh, itu ... kau siapa? Ada perlu apa mencariku?" tanya Janice dengan suara yang gemetar. Harlan yang mendengarnya pun tetap berekspresi datar dan menatap Janice lekat-lekat. "Jadi kau sudah lupa padaku, Janice? Atau kau hanya pura-pura lupa? Mustahil kau bisa melupakan kejadian enam tahun yang lalu!"Suara Harlan terdengar begitu menusuk sampai Janice pun menelan salivanya. "Eh, maaf, aku tidak mengerti apa yang kau maksud, kurasa mungkin kau salah orang," sahut Janice lagi deng