Suara Janice terdengar lantang dan penuh keyakinan sampai untuk sesaat Edgard pun terdiam mendengarnya. Janice pun ikut terdiam menunggu bagaimana reaksi Edgard karena Edgard begitu mempercayai Harlan. Dan dugaan Janice pun benar kalau Edgard masih mempercayai Harlan karena perlahan Edgard pun mulai tertawa, seolah menertawakan ucapan Janice. "Janice, kau sadar apa yang kau katakan kan? Ini bukan tentang Pak Buntoro atau rival bisnis lainnya tapi malah Harlan? Harlan, asisten Tante Miriam itu? Dia yang menyuruhmu mencelakaiku? Bukankah sudah kubilang kalau dia rela mengorbankan dirinya demi aku? Ini ...." "Aku tidak berbohong, Edgard! Aku tidak tahu bagaimana dia sebenarnya dan aku tidak mengenalnya sebelumnya, aku hanya tahu dia adalah supervisor di Orion. Walaupun aku tidak pernah berhubungan secara langsung dengannya tapi aku tahu wajah dan jabatannya." Edgard mengangguk mendengarnya. "Kau benar. Ya, enam tahun yang lalu memang Harlan masih menjabat sebagai supervisor di sana.
Miriam hanya mematung mendengar ucapan Harlan. Miriam mencoba menenangkan napasnya dan seketika rasa ngantuk dan lelahnya pun menghilang entah ke mana. "Maksudmu wanita bernama Janice itu benar adalah wanita yang dulu, Harlan?" ulang Miriam masih tidak percaya. "Benar, Bu. Aku sudah memastikan fotonya di Emerald. Janice yang dulu bekerja di Orion dengan Janice yang ini adalah wanita yang sama." Miriam menahan napasnya dengan mata yang makin membelalak lalu ia pun menggebrak ranjangnya. "Sial! Apa kau yakin akan hal itu, Harlan?""Aku bisa memastikannya, Bu." "Sial! Mengapa kau tidak menyadarinya sejak awal, Harlan?" geram Miriam tidak terima. "Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas sejak pertemuan di ruang kerja Pak Edgard itu, Bu, karena dia terus menghindar, namun suara itu dan nama itu terdengar familiar. Apalagi mendengar dia adalah karyawan di Emerald jadi aku mencari tahu ke sana." Miriam yang mendengarnya pun memejamkan mata dan menahan napasnya sejenak. "Sial! I
Miriam begitu tidak tenang setelah mendengar fakta tentang Janice sampai ia sama sekali tidak bisa tidur malam itu. Miriam pun akhirnya meminta Harlan untuk membuat upaya pencegahan sebelum Janice mengatakan apa pun pada Edgard yang bisa membuat posisi Harlan maupun Miriam terancam.Itulah sebabnya Harlan bergerak cepat dengan merekayasa beberapa bukti lalu segera menemui Edgard di kantornya dan memberikan semua bukti itu. "Wanita itu adalah wanita yang sama yang bekerja di Orion enam tahun yang lalu. Dia baru saja bekerja, tapi sudah menggelapkan uang perusahaan begitu banyak dan ini adalah data karyawan yang keluar serta data penipuan yang pernah dilakukan oleh Janice Velma, wanita yang saat ini mengaku sudah melahirkan anak Anda itu!" seru Harlan lagi dengan penuh keyakinan. Suara tegas Harlan pun sampai membuat Edgard dan Jefry mematung tak percaya. Untuk sejenak, mereka berdua hanya benar-benar mematung tanpa ada yang bergerak, namun dengan pikiran yang penuh di otak masing-m
"Ini mustahil, Jefry! Ini mustahil! Semua yang dikatakan Harlan adalah omong kosong yang tidak bisa kuterima!"Edgard terus mengumpat kesal di ruang kerjanya setelah Harlan keluar dari sana. Setelah semua cerita palsu dan bukti rekayasa yang ditunjukkan oleh Harlan tadi, Harlan merasa sudah cukup untuk mempengaruhi Edgard dan ia undur diri begitu saja. Tentu saja Harlan tahu sifat Edgard yang tidak bisa dikerasi secara langsung. Perlahan tapi pasti, pada akhirnya Edgard akan menganggap Janice benar-benar penjahat. Harlan pun merasa puas dan segera berpamitan walaupun ia belum benar-benar pergi dari perusahaan itu. Edgard dan Jefry yang ditinggalkan pun masih tetap mematung selama beberapa saat sebelum akhirnya Edgard melangkah mondar-mandir dengan gelisah. Jefry sendiri yang tidak langsung percaya pada ucapan Harlan malah berada di pihak Janice sekarang. "Tenang, Bos. Aku juga merasa semua yang diucapkan Harlan adalah omong kosong. Tidak mungkin keluarga Janice adalah orang jaha
Janice masih menahan napasnya dengan jantung yang berdebar tidak karuan saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Itu Harlan! Itu Harlan! Bagaimana ini? Bagaimana ini? Janice begitu gemetar, namun ia berusaha bersikap tetap tenang.Sedangkan Harlan yang melihat ekspresi Janice malah menyeringai tipis. "Kita bertemu lagi, Janice Velma!" Suara berat Harlan benar-benar membuat Janice merinding hingga akhirnya Janice memutuskan untuk menggunakan jurus andalannya, berpura-pura tidak mengenal pria itu."Eh, itu ... kau siapa? Ada perlu apa mencariku?" tanya Janice dengan suara yang gemetar. Harlan yang mendengarnya pun tetap berekspresi datar dan menatap Janice lekat-lekat. "Jadi kau sudah lupa padaku, Janice? Atau kau hanya pura-pura lupa? Mustahil kau bisa melupakan kejadian enam tahun yang lalu!"Suara Harlan terdengar begitu menusuk sampai Janice pun menelan salivanya. "Eh, maaf, aku tidak mengerti apa yang kau maksud, kurasa mungkin kau salah orang," sahut Janice lagi deng
"Janice, apa kau baik-baik saja?" tanya Jefry cemas saat akhirnya ia berhasil menemui Janice di ruang kerjanya. "Eh, memangnya Janice kenapa? Mengapa kau sampai bisa tahu kalau dia sedang tidak sehat?" celetuk Wina yang mendengar kecemasan Jefry. "Itu ... dilihat dari wajahnya saja aku sudah tahu kalau dia sedang tidak sehat. Pulang saja kalau kau tidak sehat, Janice! Tidak usah bekerja!" seru Jefry lagi berusaha menunjukkan wibawanya. Namun, Janice masih terlalu tegang untuk menjawab. Ia pun tetap terdiam mendengarkan perdebatan kecil antara Jefry dan Wina sampai akhirnya ia bisa bernapas normal dan kembali bicara. "Kepalaku pusing. Aku pulang dulu ya! Wina, tolong urus ijin untukku ya, aku ijin sakit!" "Eh, Janice, kau baik-baik saja kan? Janice?" Wina memanggil Janice, namun Janice hanya melangkah gontai keluar dari ruangan. Namun, begitu ia keluar dari ruangan itu, Janice mendadak seperti tersentak kaget dan kembali mengawasi sekelilingnya, takut masih ada Harlan di sana.
"Dia pulang duluan karena tidak enak badan, Bos." "Apa? Janice sakit?" "Kepalanya pusing dan aku sudah meminta sopir mengantarnya pulang." Edgard bernapas lega mendengarnya. "Seharusnya kau memberitahuku, Jefry. Aku bisa mengantarnya pulang." "Eh, maaf, Bos!" Edgard pun mengembuskan napas panjangnya. "Aku juga tidak bisa berkonsentrasi bekerja karena masalah ini, Jefry." Jefry mengangguk mengerti. "Oh ya, Bos, kau tahu siapa yang kutemui di depan ruang kerja Janice tadi?" Edgard mengernyit mendengarnya. "Siapa?" "Harlan," jawab Jefry singkat. Edgard pun langsung menegang mendengarnya. "Apa yang dia lakukan di sana, Jefry? Mengapa dia bisa ada di depan ruang kerja Janice?" Jefry yang mendengarnya pun langsung menceritakan pembicaraan singkatnya dengan Harlan dan juga ia menceritakan bagaimana Janice yang ketakutan. "Janice sudah mengatakan dengan jelas kalau dia difitnah, Bos. Tapi kami tidak sempat bicara banyak. Yang jelas dia ketakutan. Aku yakin Harlan mengatakan sesuat
Edgard terus berdecak gelisah saat menyetir mobil pulang ke rumahnya. Pikirannya mendadak memutar banyak hal dan ini sangat sulit dipercaya. Mungkin orang akan menganggapnya bodoh dan terlalu lama galau, tapi sungguh siapa pun yang berada di posisinya pasti akan mengalami kegalauan yang sama dalam memutuskan siapa yang harus ia percayai. "Sial! Sial! Kurasa sebentar lagi aku bisa gila! Janice, kau harus menceritakan padaku apa yang Harlan katakan tadi! Ya, harus!" Edgard menggenggam erat setirnya dan melajukan mobilnya makin kencang. Begitu Edgard tiba di rumahnya, Edgard pun langsung masuk ke rumah dan mendengar keributan di ruang makan sampai ia pun segera ke sana.Edgard pun begitu kaget melihat Janice sedang memarahi seorang pelayan apalagi mengatakan akan memecatnya. "Ada apa ini, Janice? Apa yang dia lakukan sampai harus dipecat?" seru Edgard sambil memicingkan matanya. Sontak semua orang yang ada di sana pun menoleh ke arah Edgard. Namun, belum sempat Janice menceritaka