BAB 5
"Maaf, O- om."
Suaranya yang takut-takut membuatku enggan melepaskannya, dan tertarik untuk sedikit mengerjainya. Namun, niatku tidak terwujud, sebab beberapa pasang mata sudah menatap ke arah kami. Aku juga harus segera menemui Denis, dia sudah menunggu terlalu lama. Aku melepaskannya segera berjalan menuju meja tempatku dan Denis duduk tadi.
"Papa, kenapa lama sekali?" tanya Denis dengan wajah cemberutnya.
"Maaf, Sayang. Papa mengantri panjang tadi," jawabku memberi alasan. Dengan refleks Denis pun memutar kepala untuk melihat ke arah kasir.
"Tidak ada, Papa!" serunya menyanggah ucapanku, begitu dia melihat tidak ada satu orang pun di kasir.
"Tadi Papa menjadi pelanggan terakhir, Sayang," jawabku memberi alasan. Denis pun hanya menganggukan kepalanya.
Dalam perjalanan pulang, di dalam mobil, entah kenapa aku merasa penasaran dengan gadis yang menabrak dan kutabrak tadi. Iya, dia adalah gadis yang sama. Penampilannya sangat berbeda dari gadis-gadis kebanyakan yang kutemui.
Tidak ada kulit cerah dan glowing seperti keinginan para wanita sekarang. Tidak ada make up yang menghiasi wajah manisnya, tubuhnya pun terbilang mungil. Saat aku tengah asik dalam lamunanku, Denis menginterupsi.
"Papa, kenapa Papa melamun?" tanya Denis, sepertinya dia tahu, ada yang aku pikirkan.
Denis memang anak yang pintar, cara bicaranya kadang tidak seperti anak 5 tahun. Saat dirasanya aku melakukan kesalahan, dia akan dengan cepat menegurku. Dia juga bukan anak yang rewel, dia sangat patuh.
Namun, kenapa, tidak ada pengasuh yang betah mengurusnya, gaji yang lebih dari pantas juga aku berikan. Ah ... mungkin masalah ada pada mereka, aku juga tidak berniat untuk menanyakan alasannya. Jika mereka sudah mengatakan ingin berhenti, maka aku akan menyetujui saat itu juga, tapi dengan syarat, setelah aku menemukan pengganti.
Kami sudah sampai di rumah, Denis sudah dibawa pengasuhnya untuk mandi. Saat aku sedang duduk bersantai di balkon kamarku, ponselku berdering. kulihat nama penelpon dan kembali meletakkannya. Untuk hari ini aku tidak ingin diganggu, aku ingin bersantai tanpa memikirkan pekerjaan. Yahh ... tanpa wanita juga. Kesibukan yang padat, membuat hasrat birahiku turun, beberapa hari ini aku tidak membutuhkan mereka.
Malam pun tiba, baru saja pengasuh Denis kembali menanyakan, apa aku sudah menemukan penggantinya. Sepertinya aku harus cepat, aku tidak ingin dia menanyakan untuk ketiga kalinya. Ponselku berdering, setelah melihat nama si penelpon, aku langsung mengangkatnya.
"Halo, Yud, gimana? Kau sudah menemukan pengasuh baru untuk Denis?" tanyaku lebih dulu. Tidak peduli, apa keperluan dia menelepon. Aku lebih dulu menanyakan kepentinganku sekarang.
"Tadi sore telepon nggak diangkat, sekarang ditelepon, buru-buru amat langsung tanya!" ucapnya dengan kesal.
Iya, panggilan yang kuabaikan sore tadi, adalah telepon dari Yuda. Sekarang aku baru menjawab teleponnya, karena ada kepentinganku dengan dia juga.
"Cepat, ada apa?" Akhirnya aku menanyakannya.
"Gadis itu bersedia," jawabnya singkat.
"Gadis siapa? Apa kau gila, aku tidak sedang menginginkan gadis atau wanita mana pun. Aku menginginkan pengasuh untuk Denis!" ujarku dengan sedikit penekanan.
"Iyaaa, Bapak Ganda yang terhormat! Gadis itu bersedia menjadi pengasuh anak Bapak, Denis!" jelasnya juga dengan penuh penekanan.
Ah iya, aku melupakan itu. Sebelumnya Yuda sudah mengatakan ini, saat aku menemuinya setelah selesai meeting dengan para chef.
"Dia seorang gadis?" tanyaku kembali memastikan.
"Iya, dia seorang gadis berusia 20 tahun," ucap Yuda yakin.
"Apa? Yang benar saja! Gadis muda mana yang ingin menjadi baby sitter? Tidak mungkin, jangan konyol. Gadis dengan usia muda sepertinya, tidak bisa untuk menjadi pengasuh Denis. Dia pasti masih labil, untuk menghadapi bocah 5 tahun," jelasku panjang-lebar untuk membuka pikirannya.
Saat pertemuanku dengannya beberapa hari lalu, aku tidak terlalu fokus dengan pembicaraan mengenai pengasuh Denis. Sebab itu, detail tentang gadis yang dimaksud Yuda pantas untuk menjadi pengasuh Denis, baru pahami sekarang.
"Tidak, kau tenang saja. Dia gadis yang baik dan sederhana," ucapnya yang membuatku sedikit yakin.
"Baiklah, aku percaya padamu," ucapku memcoba percaya.
Delia POVTanpa aku duga, Lila membawa Yuda ke rumah sewa kami. Aku begitu terkejut, Yuda pun sama. Sepertinya Lila sengaja, ingin mempertemukanku dengan Yuda. Sebab berkali-kali panggilan telepon dari Yuda, terus saja aku abaikan.
Yuda begitu merasa bersalah dan meminta maaf berulang kali kepadaku. Aku pun yang tadinya masih merasa kesal karena menunggunya di cafe, akhirnya memaafkannya. Aku pun menyetujui tawarannya untuk menjadi baby sitter atasannya.
Ini adalah kali kedua aku menunggu di cafe ini, untuk bertemu dengan orang yang sama. Dia berjanji akan mempertemukanku dengan orang yang akan menjadi Boss-ku, orang tua dari anak yang akan kuasuh. Semoga dia tidak mengingkari janjinya, jika itu terjadi, aku tidak akan mau melihat wajahnya lagi.
Setelah kurang lebih setengah jam aku menunggu, akhirnya dia datang juga bersama dengan seseorang yang sepertinya pernah aku jumpai sebelumnya, seseorang yang aku rasa tidak asing, tapi siapa? Ah ... sudahlah mungkin hanya perasaanku saja.
Kedua pria tampan ini sedang duduk di hadapanku. Mata elang seorang pria yang kurasa adalah calon boss-ku itu, terus menatapku dengan intens.
"Delia, ini Pak Ganda. Dia adalah ayah dari seorang Putra yang nantinya kamu asuh," ucap Pak Yuda, memperkenalkan calon Boss-ku.
"Pak Ganda, Dia adalah Delia. Seorang gadis yang bersedia menjadi pengasuh putra sematawayangmu," ucap Pak Yuda kembali memperkenalkanku kepada Pak Ganda.
Selang setengah jam, Pak Yuda izin pergi lebih dulu. Dia mengatakan, tidak memiliki banyak waktu. Sebab ada meeting penting yang harus dia hadiri, dan sekarang tinggalah aku berdua dengan Pak Ganda. Meski tadi Pak Yuda mengatakan umur Pak Ganda 37 tahun, tapi dia terlihat lebih muda dari usianya. Dia tampan, tapi di mana istrinya? mungkin istrinya memiliki kesibukan.
"Ehem ...." Dia mengintrupsiku.
Aku pun hanya tersenyum paksa. Ingin memulai pembicaraan, tapi aku bingung, harus mulai dari mana. Aku tidak memiliki kalimat pembuka yang pas. Kepergian Pak Yuda, benar-benar membuat suasana mendadak kaku dan hening.
"Sepertinya kita pernah bertemu, wajahmu tidak asing," ucapnya dengan mata menatap ke arahku.
Ternyata, dia pun merasa demikian, tapi di mana kami bertemu? aku benar-benar lupa. Aku pun mencoba berpikir, dan ya ... aku ingat! Bola mataku pun seolah akan keluar dari tempatnya.
"Iya, Pak, saya rasa juga begitu. Tapi saya lupa." Aku pura-pura lupa untuk mengetahui, dia mengingat pertemuanku dengannya atau tidak.
Seolah berpikir, dia kemudian berseru. "Kita bertemu di cafe seberang taman bermain! Kamu menabrak saya dan saya juga menabarak kamu," ucapnya yakin.
Deg.Ternyata ingatannya sangat tepat. Aku hanya bisa meringgis, menunjukkan gigi-gigiku yang tidak terlalu putih dengan senyum terpaksa."Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja. Saat itu, saya yang berjalan terburu-buru, sembari menunduk mencari ponsel di dalam tas, tidak melihat bapak," tuturku dengan penuh sopan."Saat itu juga, saya ingin menegurmu, berjalan itu pakai mata!" balasnya dengan sedikit penekanan."Berjalan itu pakai kaki, Pak. Kalau mata itu berfungsi untuk melihat," timpalku, dengan sedikit sewot.Dia yang sedang menikmati cappuccino hangatnya, tiba-tiba saja tersedak, setelah mendengar kalimatku. Mungkin, dia tidak menyangka, aku berani menimpali ucapannya.Dia pun menatapku dengan tidak percaya. Huh ... Aku sudah sangat sopan meminta maaf, tapi dia malah merespon seperti itu. Lagi pula, dia juga menabrakku, dan dia ingat itu. Meski dia juga yang menolongku, agar tidak terjatuh."I
BAB 7Author POVSetelah menyetujui beberapa persyaratan yang saling mereka ajukan, Ganda pun berniat mengantarkan Delia pulang, sembari dia pun ingin tahu tempat tinggal Delia. Namun dengan halus, Delia menolak, dia tidak ingin merepotkan.Ganda yang tidak ingin ditolak, terus-menerus memaksa Delia. Akhirnya Delia pun menurut, dia tidak ingin lagi mendebat Ganda.Dalam perjalanan menuju rumah sewa, keheningan menyelimuti mereka, keduanya sama-sama diam, sampai Ganda membuka suara."Ehem" deheman Ganda membuat Delia nenoleh ke arahnya."Kamu tinggal dengan siapa?" tanya Ganda membuka pembicaraan. Dia sedikit penasaran dengan kehidupan gadis yang akan menjadi pengasuh anaknya ini."Dengan teman saya, Pak" jawaban dari Delia membuat Ganda kembali bertanya."Dengan teman? orang tuamu di mana?" tanya Ganda kembali."Di pemakaman, Pak" tiga kata yang keluar dari mulut Delia membuat Ganda terdiam bebera
BAB 8Delia POVSetelah sadar dari lamunan panjangku, aku dikejutkan dengan posisi di mana mobil ini berhenti. Bagaimana mungkin bosku ini tau, tepatnya rumah tempatku dan Lila tinggal.Sepanjang perjalanan aku sibuk dengan isi pikiranku, siapa yang menunjukkannya arah? setan? tidak mungkin 'kan?"Bagaimana Bapak bisa tau? kalau ini rumah tempat saya tinggal" tanyaku dengan wajah bingung."Apa yang sedang kamu lamunkan, hah!?" dia balik bertanya dengan kesal."Sa-saya, tadi sa-saya" melihatnya kesal, membuat bibirku kelu, mendadak aku menjadi orang gagap."Sa-sa, apa! hah? sapi?" ucapnya yang membuatku berpikir 'dia sedang kesal atau sedang melawak'."Katakan, apa yang kamu pikirkan, hah?" tanyanya kembali dengan wajah yang mendekat ke wajahku.Dag.. dig.. dug..Posisi kami membuat jantungku berdetak tidak normal, biasanya aku akan marah jika ada lelaki yang sedekat ini de
BAB 1Ganda Satya Andika, seorang duda tampan berusia 37 tahun yang sukses memiliki beberapa cabang restoran di kota-kota besar. Sejak berpisah dari sang istri, hidupnya menjadi tidak karuan. Penghianatan besar yang tidak dapat termaafkan membuatnya menganggap semua wanita sama.'Cinta?' Dia sangat benci kata itu. Baginya cinta adalah pembodohan. Tidak ada dua insan yang benar-benar mencintai dengan sungguh. Jika salah satunya tulus, maka satunya lagi akan membuatmu terluka secara halus, dan itu sangat menyakitkan."Carikan aku satu wanita untuk menemaniku malam ini!" Dengan suara bariton yang khas, ia memerintah seseorang via telepon.Begitulah ia sekarang, menjadikan wanita sebagai objek pemuas nafsu. Tidak ada cinta dalam permainan, hanya ada hasrat yang harus cepat diselesaikan. 'Menikah lagi?' Ah ... Jangan tanyakan itu. Bahkan untuk memikirkannya pun, ia enggan.Meski putra semata wayangnya, Denis Raksatya Putra yang saat ini beru
BAB 2Keluar dari ruang wawancara Delia termenung, memikirkan tawaran manager restoran tadi. Bagaimana mungkin? Dia datang melamar pekerjaan ke sebuah restoran, tapi dia diminta untuk menjadi baby sitter? yang benar saja.-flashback-"Sebelum ini kamu pernah bekerja di mana saja?" tanya manager restoran."Banyak Pak, sejak lulus SMA saya bekerja sebagai karyawan toko, penjual jajanan di pinggir jalan, cleaning service di stasiun kereta api—"Belum selesai Delia berbicara, sang manager restoran yang bernama Yuda itu memotong. "Bagaimana dengan baby sitter?" tanya Yuda."Baby sitter? pengasuh anak maksudnya, Pak?" tanya Delia memastikan, dengan raut bingungnya."Iya, saya rasa kamu cocok menjadi baby sitter," jawab Yuda yakin."Tapi ini restoran, Pak. Apa restoran ini membutuhkan pengasuh anak? Saya melamar pekerjaan di sini sebagian karyawan restoran, ntah itu waiters atau apa pun. Bukan
BAB 3Delia POVDi sini aku sekarang, duduk dalam sebuah cafe menunggu seseorang yang sebelumnya sudah kuhubungi, tapi sudah hampir dua jam aku menunggu dia tidak datang juga. Dia benar-benar seenaknya! Dia yang menentukan waktu dan tempat bertemu, tapi dia juga yang lambat.Dasar! Apa semua orang berduit seperti itu? Semaunya saja pada orang yang membutuhkan! Sudah sedari tadi aku kesal dan terus memaki. Ini sudah di luar batas, mau berapa lama lagi aku menunggu? Sampai cafe ini tutup? sialan! Nomor teleponnya juga tidak aktif. Dia benar-benar keterlaluan. Lebih baik aku pulang sekarang, mungkin memang pekerjaan ini bukan untukku.Saat aku akan bangkit dari kursi yang hampir dua jam kududuki, seseorang mengintrupsiku."Delia!" Suaranya membuatku menoleh ke belakang, aku mengira itu Pak Yuda, ternyata bukan. Dia Beni, temanku dan Lila."Ha-hai ... Ben," jawabku kaku, tidak menyangka kita akan bertemu di sini.
BAB 4Ganda POVSetelah meeting dengan para chef, terkait menu baru yang akan dihadirkan di restoran DF selesai, aku langsung menemui teman sekaligus orang kepercayaanku, Yuda. Setelah beberapa hari lalu, dia kutugaskan untuk merekrut karyawan baru, aku sama sekali belum bertemu dengannya. Ditambah lagi, aku belum memakinya sebab mengganggu malamku dengan wanita bayaran itu."Hei, Kawan! Gimana, sukses meeting-nya?" sapanya, saat aku sudah duduk di hadapannya."Tentu saja. Secepatnya kita akan mempromosikan menu baru ini," jawabku sembari meminum cappuccino hangat yang sudah dipesankan olehnya."Bagus, semoga makin sukses!" ujarnya dengan mengangkat dua jempol miliknya."Baby sitter untuk Denis? Apa kau sudah menemukan orangnya?" tanyaku sembari mengambil cake chocolate milik Yuda.Sudah dari seminggu yang lalu, pengasuh Denis yang sekarang ini, ingin berhenti bekerja. Aku memintanya untuk menunggu, sampai aku
BAB 8Delia POVSetelah sadar dari lamunan panjangku, aku dikejutkan dengan posisi di mana mobil ini berhenti. Bagaimana mungkin bosku ini tau, tepatnya rumah tempatku dan Lila tinggal.Sepanjang perjalanan aku sibuk dengan isi pikiranku, siapa yang menunjukkannya arah? setan? tidak mungkin 'kan?"Bagaimana Bapak bisa tau? kalau ini rumah tempat saya tinggal" tanyaku dengan wajah bingung."Apa yang sedang kamu lamunkan, hah!?" dia balik bertanya dengan kesal."Sa-saya, tadi sa-saya" melihatnya kesal, membuat bibirku kelu, mendadak aku menjadi orang gagap."Sa-sa, apa! hah? sapi?" ucapnya yang membuatku berpikir 'dia sedang kesal atau sedang melawak'."Katakan, apa yang kamu pikirkan, hah?" tanyanya kembali dengan wajah yang mendekat ke wajahku.Dag.. dig.. dug..Posisi kami membuat jantungku berdetak tidak normal, biasanya aku akan marah jika ada lelaki yang sedekat ini de
BAB 7Author POVSetelah menyetujui beberapa persyaratan yang saling mereka ajukan, Ganda pun berniat mengantarkan Delia pulang, sembari dia pun ingin tahu tempat tinggal Delia. Namun dengan halus, Delia menolak, dia tidak ingin merepotkan.Ganda yang tidak ingin ditolak, terus-menerus memaksa Delia. Akhirnya Delia pun menurut, dia tidak ingin lagi mendebat Ganda.Dalam perjalanan menuju rumah sewa, keheningan menyelimuti mereka, keduanya sama-sama diam, sampai Ganda membuka suara."Ehem" deheman Ganda membuat Delia nenoleh ke arahnya."Kamu tinggal dengan siapa?" tanya Ganda membuka pembicaraan. Dia sedikit penasaran dengan kehidupan gadis yang akan menjadi pengasuh anaknya ini."Dengan teman saya, Pak" jawaban dari Delia membuat Ganda kembali bertanya."Dengan teman? orang tuamu di mana?" tanya Ganda kembali."Di pemakaman, Pak" tiga kata yang keluar dari mulut Delia membuat Ganda terdiam bebera
Deg.Ternyata ingatannya sangat tepat. Aku hanya bisa meringgis, menunjukkan gigi-gigiku yang tidak terlalu putih dengan senyum terpaksa."Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja. Saat itu, saya yang berjalan terburu-buru, sembari menunduk mencari ponsel di dalam tas, tidak melihat bapak," tuturku dengan penuh sopan."Saat itu juga, saya ingin menegurmu, berjalan itu pakai mata!" balasnya dengan sedikit penekanan."Berjalan itu pakai kaki, Pak. Kalau mata itu berfungsi untuk melihat," timpalku, dengan sedikit sewot.Dia yang sedang menikmati cappuccino hangatnya, tiba-tiba saja tersedak, setelah mendengar kalimatku. Mungkin, dia tidak menyangka, aku berani menimpali ucapannya.Dia pun menatapku dengan tidak percaya. Huh ... Aku sudah sangat sopan meminta maaf, tapi dia malah merespon seperti itu. Lagi pula, dia juga menabrakku, dan dia ingat itu. Meski dia juga yang menolongku, agar tidak terjatuh."I
BAB 5"Maaf, O- om."Suaranya yang takut-takut membuatku enggan melepaskannya, dan tertarik untuk sedikit mengerjainya. Namun, niatku tidak terwujud, sebab beberapa pasang mata sudah menatap ke arah kami. Aku juga harus segera menemui Denis, dia sudah menunggu terlalu lama. Aku melepaskannya segera berjalan menuju meja tempatku dan Denis duduk tadi."Papa, kenapa lama sekali?" tanya Denis dengan wajah cemberutnya."Maaf, Sayang. Papa mengantri panjang tadi," jawabku memberi alasan. Dengan refleks Denis pun memutar kepala untuk melihat ke arah kasir."Tidak ada, Papa!" serunya menyanggah ucapanku, begitu dia melihat tidak ada satu orang pun di kasir."Tadi Papa menjadi pelanggan terakhir, Sayang," jawabku memberi alasan. Denis pun hanya menganggukan kepalanya.Dalam perjalanan pulang, di dalam mobil, entah kenapa aku merasa penasaran dengan gadis yang menabrak dan kutabrak tadi. Iya, dia adalah gadis
BAB 4Ganda POVSetelah meeting dengan para chef, terkait menu baru yang akan dihadirkan di restoran DF selesai, aku langsung menemui teman sekaligus orang kepercayaanku, Yuda. Setelah beberapa hari lalu, dia kutugaskan untuk merekrut karyawan baru, aku sama sekali belum bertemu dengannya. Ditambah lagi, aku belum memakinya sebab mengganggu malamku dengan wanita bayaran itu."Hei, Kawan! Gimana, sukses meeting-nya?" sapanya, saat aku sudah duduk di hadapannya."Tentu saja. Secepatnya kita akan mempromosikan menu baru ini," jawabku sembari meminum cappuccino hangat yang sudah dipesankan olehnya."Bagus, semoga makin sukses!" ujarnya dengan mengangkat dua jempol miliknya."Baby sitter untuk Denis? Apa kau sudah menemukan orangnya?" tanyaku sembari mengambil cake chocolate milik Yuda.Sudah dari seminggu yang lalu, pengasuh Denis yang sekarang ini, ingin berhenti bekerja. Aku memintanya untuk menunggu, sampai aku
BAB 3Delia POVDi sini aku sekarang, duduk dalam sebuah cafe menunggu seseorang yang sebelumnya sudah kuhubungi, tapi sudah hampir dua jam aku menunggu dia tidak datang juga. Dia benar-benar seenaknya! Dia yang menentukan waktu dan tempat bertemu, tapi dia juga yang lambat.Dasar! Apa semua orang berduit seperti itu? Semaunya saja pada orang yang membutuhkan! Sudah sedari tadi aku kesal dan terus memaki. Ini sudah di luar batas, mau berapa lama lagi aku menunggu? Sampai cafe ini tutup? sialan! Nomor teleponnya juga tidak aktif. Dia benar-benar keterlaluan. Lebih baik aku pulang sekarang, mungkin memang pekerjaan ini bukan untukku.Saat aku akan bangkit dari kursi yang hampir dua jam kududuki, seseorang mengintrupsiku."Delia!" Suaranya membuatku menoleh ke belakang, aku mengira itu Pak Yuda, ternyata bukan. Dia Beni, temanku dan Lila."Ha-hai ... Ben," jawabku kaku, tidak menyangka kita akan bertemu di sini.
BAB 2Keluar dari ruang wawancara Delia termenung, memikirkan tawaran manager restoran tadi. Bagaimana mungkin? Dia datang melamar pekerjaan ke sebuah restoran, tapi dia diminta untuk menjadi baby sitter? yang benar saja.-flashback-"Sebelum ini kamu pernah bekerja di mana saja?" tanya manager restoran."Banyak Pak, sejak lulus SMA saya bekerja sebagai karyawan toko, penjual jajanan di pinggir jalan, cleaning service di stasiun kereta api—"Belum selesai Delia berbicara, sang manager restoran yang bernama Yuda itu memotong. "Bagaimana dengan baby sitter?" tanya Yuda."Baby sitter? pengasuh anak maksudnya, Pak?" tanya Delia memastikan, dengan raut bingungnya."Iya, saya rasa kamu cocok menjadi baby sitter," jawab Yuda yakin."Tapi ini restoran, Pak. Apa restoran ini membutuhkan pengasuh anak? Saya melamar pekerjaan di sini sebagian karyawan restoran, ntah itu waiters atau apa pun. Bukan
BAB 1Ganda Satya Andika, seorang duda tampan berusia 37 tahun yang sukses memiliki beberapa cabang restoran di kota-kota besar. Sejak berpisah dari sang istri, hidupnya menjadi tidak karuan. Penghianatan besar yang tidak dapat termaafkan membuatnya menganggap semua wanita sama.'Cinta?' Dia sangat benci kata itu. Baginya cinta adalah pembodohan. Tidak ada dua insan yang benar-benar mencintai dengan sungguh. Jika salah satunya tulus, maka satunya lagi akan membuatmu terluka secara halus, dan itu sangat menyakitkan."Carikan aku satu wanita untuk menemaniku malam ini!" Dengan suara bariton yang khas, ia memerintah seseorang via telepon.Begitulah ia sekarang, menjadikan wanita sebagai objek pemuas nafsu. Tidak ada cinta dalam permainan, hanya ada hasrat yang harus cepat diselesaikan. 'Menikah lagi?' Ah ... Jangan tanyakan itu. Bahkan untuk memikirkannya pun, ia enggan.Meski putra semata wayangnya, Denis Raksatya Putra yang saat ini beru