BAB 7
Author POV
Setelah menyetujui beberapa persyaratan yang saling mereka ajukan, Ganda pun berniat mengantarkan Delia pulang, sembari dia pun ingin tahu tempat tinggal Delia. Namun dengan halus, Delia menolak, dia tidak ingin merepotkan.
Ganda yang tidak ingin ditolak, terus-menerus memaksa Delia. Akhirnya Delia pun menurut, dia tidak ingin lagi mendebat Ganda.
Dalam perjalanan menuju rumah sewa, keheningan menyelimuti mereka, keduanya sama-sama diam, sampai Ganda membuka suara.
"Ehem" deheman Ganda membuat Delia nenoleh ke arahnya.
"Kamu tinggal dengan siapa?" tanya Ganda membuka pembicaraan. Dia sedikit penasaran dengan kehidupan gadis yang akan menjadi pengasuh anaknya ini.
"Dengan teman saya, Pak" jawaban dari Delia membuat Ganda kembali bertanya.
"Dengan teman? orang tuamu di mana?" tanya Ganda kembali.
"Di pemakaman, Pak" tiga kata yang keluar dari mulut Delia membuat Ganda terdiam beberapa saat, dalam hati ada rasa kasihan kepada gadis hitam manis itu.
Delia yang merasa suasana menjadi canggung setelah jawabannya tadi, mencoba memulai pembicaraan untuk mencairkan suasana. Delia juga tidak ingin, Ganda merasa kasihan padanya. Dia harus menunjukkan kalau dia baik-baik saja.
"Siapa nama anak Bapak?" tanya Delia
Mendengar pertanyaan Delia, membuat Ganda senang. Artinya Delia juga ingin membuat cair suasana.
"Denis! Denis Raksatya Putra" jawab Ganda dengan semangat.
"Denis itu anak yang bagaimana, Pak? maksud saya, apa yang Denis sukai dan tidak disukainya" hal ini penting untuk Delia ketahui, sebagai cara mendekatkan diri pada Denis nanti.
"Denis anak yang tampan, seperti saya" jawab Ganda dengan penuh percaya diri.
Mendengar jawaban Ganda membuat Delia memutar bola matanya.
"Percaya diri sekali" ujar Delia tanpa sadar, yang terdengar oleh Ganda.
"Saya memang tampan, dan semua orang mengakui itu" balas Ganda.
"Huh... Saya serius, Pak! Saya bertanya, apa yang Denis sukai dan apa yang tidak disukainya. Saya tidak bertanya, apakah dia tampan atau tidak" jelas Delia dengan sedikit kesal.
"Kamu tidak perlu bertanya, nanti kamu akan mengenalinya sendiri" balas Ganda tepat saat lalu lintas menunjukan lampu merah yang mewajibkan mobilnya berhenti.
"Saya bertanya Pak! apa salahnya Bapak menjelaskan!" timpal Delia dengan kesal.
"Oke, baik" ada jeda dan tarikan napas, sebelum Ganda melanjutkan.
"Saya akan berikan sedikit gambaran tentang anak saya. Denis tidak mudah dekat dengan orang baru, dia akan memasang wajah kesal dengan orang yang baru berkenalan dengannya. Dia juga tidak banyak bicara, dan jika apa yang diinginkan tidak diberi, dia akan berteriak. Saya harap kamu bisa bersabar" jelas Ganda sembari mulai menjalankan mobil saat rambu lalu lintas sudah menunjukkan warna hijau.
Delia mendengarkan penjelasan Ganda dengan serius. Tidak ada satu kalimat pun dari Ganda yang luput dari perhatiannya.
Ganda melanjutkan "Namun dibalik itu, Denis anak yang pintar. Dia juga tidak suka jika terlalu dimanja. Satu hal yang tidak bisa Denis dapatkan ... " menimbang, Ganda ragu untuk mengatakan ini.
"Apa itu, Pak?" tanya Delia penasaran.
Disertai hembusan napas, Ganda menjawab "Denis tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu."
Deg.
Pernyataan terakhir dari Ganda sedikit menyentil hati Delia, dia merasa kasihan kepada Denis. Dia tumbuh tanpa dampingan dan perhatian dari seorang ibu.
Dalam hati ada keraguan, apakah dia mampu menjadi pengasuh yang baik untuk Denis? Apakah Denis bisa menerimanya? Delia sama sekali tidak memiliki pengalaman menjadi pengasuh anak. Ingin mundur pun sudah tidak mungkin, Delia sudah menyetujui semua syarat dari Ganda.
-flashback-
Ganda mengeluarkan selembar kertas dari saku kemejanya dan memberikan pada Delia.
"Saya punya 3 syarat untuk kamu penuhi sebagai baby sitter anak saya" ujar Ganda dengan tegas.
Delia pun menerima selembar kertas itu dan membaca tanpa suara 3 syarat tersebut.
1. Tidak boleh mengundurkan diri dalam kurun waktu 6 bulan pertama kerja.
2. Tidak boleh keluar rumah tanpa izin.
3. Tugas utama menjadi pengasuh Denis dan tugas pendamping menyediakan sarapan atau hal lain, jika dibutuhkan.
"Pak, ini-?" Delia bingung bagaimana menjelaskan isi pikirannya sekarang.
"Ada masalah?" tanya Ganda dengan tenang. Dia sudah menebak, reaksi yang akan Delia tunjukan.
"Tentu saja Pak! Saya diminta hanya menjadi baby sitter bukan merangkap asisten rumah tangga" Tegas Delia.
Ganda terdiam, kemudian Delia melanjutkan.
"Dan lagi, 'tidak boleh keluar rumah tanpa izin' Oke, tidak masalah. Tapi Bapak memberikan saya waktu untuk libur bekerja kan? saya juga ingin memiliki waktu untuk pergi bersama teman saya" jelas Delia disertai tanya.
"Saya sudah katakan, saya mempunyai 3 syarat untuk kamu penuhi, dan kamu juga boleh mengajukan syarat kepada saya untuk kenyamananmu bekerja" jawab Ganda.
Hening.
Delia sibuk dengan isi pikirannya, tentang syarat apa yang akan dia minta.
Kemudian Ganda melanjutkan "Terkait tugas pendamping itu, saya akan memberikan gaji lebih. Berapa yang kamu minta?"
Mendengar kata 'gaji' mata Delia melebar. Dia sudah mendapatkan 3 syarat yang akan dia minta sekarang.
"Baik, Pak. Saya juga punya 3 syarat" ujar Delia
"Sebutkan" timpal Ganda
"1. Saya ingin gaji saya 3 kali lipat, dari gaji pokok saya sebagai baby sitter" ujar Delia dengan senyum bahagia, menyebut gaji yang dia minta.
Delia kembali melanjutkan "2. Saya ingin libur kerja setidaknya 1 kali dalam sebulan"
Ada jeda, sebelum Delia mengatakan syarat yang ke 3 "Yang terakhir, jika sudah 6 bulan dan saya ingin berhenti bekerja, Bapak harus mempermudah keinginan saya tersebut" ucap Delia dengan suara pelan.
Sebenarnya dia merasa tidak tahu diri, setelah meminta syarat gaji tinggi, kemudian meminta dipermudah jika dia ingin berhenti bekerja nanti.
Hal itu sama saja seperti, dia ingin menyiapkan bekal sebelum melepas beban. Tidak salah memang, Ganda boleh menyetujuinya atau tidak. Tapi tetap saja, sedikit banyak Delia akan menorehkan kecewa. Tapi kita tidak tahu, kedepannya nanti seperti apa 'kan?
Setelah mendengar 3 syarat dari Delia, Ganda menimbang beberapa saat, sampai akhirnya dia pun menyetujui.
"Oke, deal! tapi dengan gaji yang tidak sedikit itu, kamu harus benar-benar bekerja dengan baik. Sayangi dan jaga anak saya" pinta Ganda dengan tatapan mata yang tidak mampu Delia artikan. Tapi Delia sadar, ada harapan dari tatapan mata itu.
-flashback off-
"Hei ... Delia!" Ganda mendekatkan wajahnya dan menggerakkan telapak tangannya ke kiri dan kanan, di depan wajah Delia.
Delia yang terkejut pun tersadar dari lamunannya.
"Aaaaaaaaa" teriak Delia, sebab jarak wajahnya dengan Ganda yang terlalu dekat.
Ganda yang mendengar teriakan Delia refleks menutup mulut Delia dengan tangannya. Setelah Ganda merasa Delia sudah tenang, dia pun melepaskan tangannya dari bibir mungil itu.
"Kita sudah sampai" ujar Ganda
"Hahh? sudah sampai?" tanya Delia memperhatikan sekeliling.
"Iya, 15 menit lalu kita sampai!" tegas Ganda yang membuat Delia, membuka mulutnya lebar-lebar.
"Ha? serius, Pak?" tanya Delia tak percaya.
"Iya, apa yang sedang kamu lamunkan?" tanya Ganda.
"Bagaimana Bapak bisa tau? kalau ini rumah tempat saya tinggal" bukannya menjawab pertanya Ganda, Delia malah balik bertanya dengan wajah bingungnya.
BAB 8Delia POVSetelah sadar dari lamunan panjangku, aku dikejutkan dengan posisi di mana mobil ini berhenti. Bagaimana mungkin bosku ini tau, tepatnya rumah tempatku dan Lila tinggal.Sepanjang perjalanan aku sibuk dengan isi pikiranku, siapa yang menunjukkannya arah? setan? tidak mungkin 'kan?"Bagaimana Bapak bisa tau? kalau ini rumah tempat saya tinggal" tanyaku dengan wajah bingung."Apa yang sedang kamu lamunkan, hah!?" dia balik bertanya dengan kesal."Sa-saya, tadi sa-saya" melihatnya kesal, membuat bibirku kelu, mendadak aku menjadi orang gagap."Sa-sa, apa! hah? sapi?" ucapnya yang membuatku berpikir 'dia sedang kesal atau sedang melawak'."Katakan, apa yang kamu pikirkan, hah?" tanyanya kembali dengan wajah yang mendekat ke wajahku.Dag.. dig.. dug..Posisi kami membuat jantungku berdetak tidak normal, biasanya aku akan marah jika ada lelaki yang sedekat ini de
BAB 1Ganda Satya Andika, seorang duda tampan berusia 37 tahun yang sukses memiliki beberapa cabang restoran di kota-kota besar. Sejak berpisah dari sang istri, hidupnya menjadi tidak karuan. Penghianatan besar yang tidak dapat termaafkan membuatnya menganggap semua wanita sama.'Cinta?' Dia sangat benci kata itu. Baginya cinta adalah pembodohan. Tidak ada dua insan yang benar-benar mencintai dengan sungguh. Jika salah satunya tulus, maka satunya lagi akan membuatmu terluka secara halus, dan itu sangat menyakitkan."Carikan aku satu wanita untuk menemaniku malam ini!" Dengan suara bariton yang khas, ia memerintah seseorang via telepon.Begitulah ia sekarang, menjadikan wanita sebagai objek pemuas nafsu. Tidak ada cinta dalam permainan, hanya ada hasrat yang harus cepat diselesaikan. 'Menikah lagi?' Ah ... Jangan tanyakan itu. Bahkan untuk memikirkannya pun, ia enggan.Meski putra semata wayangnya, Denis Raksatya Putra yang saat ini beru
BAB 2Keluar dari ruang wawancara Delia termenung, memikirkan tawaran manager restoran tadi. Bagaimana mungkin? Dia datang melamar pekerjaan ke sebuah restoran, tapi dia diminta untuk menjadi baby sitter? yang benar saja.-flashback-"Sebelum ini kamu pernah bekerja di mana saja?" tanya manager restoran."Banyak Pak, sejak lulus SMA saya bekerja sebagai karyawan toko, penjual jajanan di pinggir jalan, cleaning service di stasiun kereta api—"Belum selesai Delia berbicara, sang manager restoran yang bernama Yuda itu memotong. "Bagaimana dengan baby sitter?" tanya Yuda."Baby sitter? pengasuh anak maksudnya, Pak?" tanya Delia memastikan, dengan raut bingungnya."Iya, saya rasa kamu cocok menjadi baby sitter," jawab Yuda yakin."Tapi ini restoran, Pak. Apa restoran ini membutuhkan pengasuh anak? Saya melamar pekerjaan di sini sebagian karyawan restoran, ntah itu waiters atau apa pun. Bukan
BAB 3Delia POVDi sini aku sekarang, duduk dalam sebuah cafe menunggu seseorang yang sebelumnya sudah kuhubungi, tapi sudah hampir dua jam aku menunggu dia tidak datang juga. Dia benar-benar seenaknya! Dia yang menentukan waktu dan tempat bertemu, tapi dia juga yang lambat.Dasar! Apa semua orang berduit seperti itu? Semaunya saja pada orang yang membutuhkan! Sudah sedari tadi aku kesal dan terus memaki. Ini sudah di luar batas, mau berapa lama lagi aku menunggu? Sampai cafe ini tutup? sialan! Nomor teleponnya juga tidak aktif. Dia benar-benar keterlaluan. Lebih baik aku pulang sekarang, mungkin memang pekerjaan ini bukan untukku.Saat aku akan bangkit dari kursi yang hampir dua jam kududuki, seseorang mengintrupsiku."Delia!" Suaranya membuatku menoleh ke belakang, aku mengira itu Pak Yuda, ternyata bukan. Dia Beni, temanku dan Lila."Ha-hai ... Ben," jawabku kaku, tidak menyangka kita akan bertemu di sini.
BAB 4Ganda POVSetelah meeting dengan para chef, terkait menu baru yang akan dihadirkan di restoran DF selesai, aku langsung menemui teman sekaligus orang kepercayaanku, Yuda. Setelah beberapa hari lalu, dia kutugaskan untuk merekrut karyawan baru, aku sama sekali belum bertemu dengannya. Ditambah lagi, aku belum memakinya sebab mengganggu malamku dengan wanita bayaran itu."Hei, Kawan! Gimana, sukses meeting-nya?" sapanya, saat aku sudah duduk di hadapannya."Tentu saja. Secepatnya kita akan mempromosikan menu baru ini," jawabku sembari meminum cappuccino hangat yang sudah dipesankan olehnya."Bagus, semoga makin sukses!" ujarnya dengan mengangkat dua jempol miliknya."Baby sitter untuk Denis? Apa kau sudah menemukan orangnya?" tanyaku sembari mengambil cake chocolate milik Yuda.Sudah dari seminggu yang lalu, pengasuh Denis yang sekarang ini, ingin berhenti bekerja. Aku memintanya untuk menunggu, sampai aku
BAB 5"Maaf, O- om."Suaranya yang takut-takut membuatku enggan melepaskannya, dan tertarik untuk sedikit mengerjainya. Namun, niatku tidak terwujud, sebab beberapa pasang mata sudah menatap ke arah kami. Aku juga harus segera menemui Denis, dia sudah menunggu terlalu lama. Aku melepaskannya segera berjalan menuju meja tempatku dan Denis duduk tadi."Papa, kenapa lama sekali?" tanya Denis dengan wajah cemberutnya."Maaf, Sayang. Papa mengantri panjang tadi," jawabku memberi alasan. Dengan refleks Denis pun memutar kepala untuk melihat ke arah kasir."Tidak ada, Papa!" serunya menyanggah ucapanku, begitu dia melihat tidak ada satu orang pun di kasir."Tadi Papa menjadi pelanggan terakhir, Sayang," jawabku memberi alasan. Denis pun hanya menganggukan kepalanya.Dalam perjalanan pulang, di dalam mobil, entah kenapa aku merasa penasaran dengan gadis yang menabrak dan kutabrak tadi. Iya, dia adalah gadis
Deg.Ternyata ingatannya sangat tepat. Aku hanya bisa meringgis, menunjukkan gigi-gigiku yang tidak terlalu putih dengan senyum terpaksa."Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja. Saat itu, saya yang berjalan terburu-buru, sembari menunduk mencari ponsel di dalam tas, tidak melihat bapak," tuturku dengan penuh sopan."Saat itu juga, saya ingin menegurmu, berjalan itu pakai mata!" balasnya dengan sedikit penekanan."Berjalan itu pakai kaki, Pak. Kalau mata itu berfungsi untuk melihat," timpalku, dengan sedikit sewot.Dia yang sedang menikmati cappuccino hangatnya, tiba-tiba saja tersedak, setelah mendengar kalimatku. Mungkin, dia tidak menyangka, aku berani menimpali ucapannya.Dia pun menatapku dengan tidak percaya. Huh ... Aku sudah sangat sopan meminta maaf, tapi dia malah merespon seperti itu. Lagi pula, dia juga menabrakku, dan dia ingat itu. Meski dia juga yang menolongku, agar tidak terjatuh."I
BAB 8Delia POVSetelah sadar dari lamunan panjangku, aku dikejutkan dengan posisi di mana mobil ini berhenti. Bagaimana mungkin bosku ini tau, tepatnya rumah tempatku dan Lila tinggal.Sepanjang perjalanan aku sibuk dengan isi pikiranku, siapa yang menunjukkannya arah? setan? tidak mungkin 'kan?"Bagaimana Bapak bisa tau? kalau ini rumah tempat saya tinggal" tanyaku dengan wajah bingung."Apa yang sedang kamu lamunkan, hah!?" dia balik bertanya dengan kesal."Sa-saya, tadi sa-saya" melihatnya kesal, membuat bibirku kelu, mendadak aku menjadi orang gagap."Sa-sa, apa! hah? sapi?" ucapnya yang membuatku berpikir 'dia sedang kesal atau sedang melawak'."Katakan, apa yang kamu pikirkan, hah?" tanyanya kembali dengan wajah yang mendekat ke wajahku.Dag.. dig.. dug..Posisi kami membuat jantungku berdetak tidak normal, biasanya aku akan marah jika ada lelaki yang sedekat ini de
BAB 7Author POVSetelah menyetujui beberapa persyaratan yang saling mereka ajukan, Ganda pun berniat mengantarkan Delia pulang, sembari dia pun ingin tahu tempat tinggal Delia. Namun dengan halus, Delia menolak, dia tidak ingin merepotkan.Ganda yang tidak ingin ditolak, terus-menerus memaksa Delia. Akhirnya Delia pun menurut, dia tidak ingin lagi mendebat Ganda.Dalam perjalanan menuju rumah sewa, keheningan menyelimuti mereka, keduanya sama-sama diam, sampai Ganda membuka suara."Ehem" deheman Ganda membuat Delia nenoleh ke arahnya."Kamu tinggal dengan siapa?" tanya Ganda membuka pembicaraan. Dia sedikit penasaran dengan kehidupan gadis yang akan menjadi pengasuh anaknya ini."Dengan teman saya, Pak" jawaban dari Delia membuat Ganda kembali bertanya."Dengan teman? orang tuamu di mana?" tanya Ganda kembali."Di pemakaman, Pak" tiga kata yang keluar dari mulut Delia membuat Ganda terdiam bebera
Deg.Ternyata ingatannya sangat tepat. Aku hanya bisa meringgis, menunjukkan gigi-gigiku yang tidak terlalu putih dengan senyum terpaksa."Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja. Saat itu, saya yang berjalan terburu-buru, sembari menunduk mencari ponsel di dalam tas, tidak melihat bapak," tuturku dengan penuh sopan."Saat itu juga, saya ingin menegurmu, berjalan itu pakai mata!" balasnya dengan sedikit penekanan."Berjalan itu pakai kaki, Pak. Kalau mata itu berfungsi untuk melihat," timpalku, dengan sedikit sewot.Dia yang sedang menikmati cappuccino hangatnya, tiba-tiba saja tersedak, setelah mendengar kalimatku. Mungkin, dia tidak menyangka, aku berani menimpali ucapannya.Dia pun menatapku dengan tidak percaya. Huh ... Aku sudah sangat sopan meminta maaf, tapi dia malah merespon seperti itu. Lagi pula, dia juga menabrakku, dan dia ingat itu. Meski dia juga yang menolongku, agar tidak terjatuh."I
BAB 5"Maaf, O- om."Suaranya yang takut-takut membuatku enggan melepaskannya, dan tertarik untuk sedikit mengerjainya. Namun, niatku tidak terwujud, sebab beberapa pasang mata sudah menatap ke arah kami. Aku juga harus segera menemui Denis, dia sudah menunggu terlalu lama. Aku melepaskannya segera berjalan menuju meja tempatku dan Denis duduk tadi."Papa, kenapa lama sekali?" tanya Denis dengan wajah cemberutnya."Maaf, Sayang. Papa mengantri panjang tadi," jawabku memberi alasan. Dengan refleks Denis pun memutar kepala untuk melihat ke arah kasir."Tidak ada, Papa!" serunya menyanggah ucapanku, begitu dia melihat tidak ada satu orang pun di kasir."Tadi Papa menjadi pelanggan terakhir, Sayang," jawabku memberi alasan. Denis pun hanya menganggukan kepalanya.Dalam perjalanan pulang, di dalam mobil, entah kenapa aku merasa penasaran dengan gadis yang menabrak dan kutabrak tadi. Iya, dia adalah gadis
BAB 4Ganda POVSetelah meeting dengan para chef, terkait menu baru yang akan dihadirkan di restoran DF selesai, aku langsung menemui teman sekaligus orang kepercayaanku, Yuda. Setelah beberapa hari lalu, dia kutugaskan untuk merekrut karyawan baru, aku sama sekali belum bertemu dengannya. Ditambah lagi, aku belum memakinya sebab mengganggu malamku dengan wanita bayaran itu."Hei, Kawan! Gimana, sukses meeting-nya?" sapanya, saat aku sudah duduk di hadapannya."Tentu saja. Secepatnya kita akan mempromosikan menu baru ini," jawabku sembari meminum cappuccino hangat yang sudah dipesankan olehnya."Bagus, semoga makin sukses!" ujarnya dengan mengangkat dua jempol miliknya."Baby sitter untuk Denis? Apa kau sudah menemukan orangnya?" tanyaku sembari mengambil cake chocolate milik Yuda.Sudah dari seminggu yang lalu, pengasuh Denis yang sekarang ini, ingin berhenti bekerja. Aku memintanya untuk menunggu, sampai aku
BAB 3Delia POVDi sini aku sekarang, duduk dalam sebuah cafe menunggu seseorang yang sebelumnya sudah kuhubungi, tapi sudah hampir dua jam aku menunggu dia tidak datang juga. Dia benar-benar seenaknya! Dia yang menentukan waktu dan tempat bertemu, tapi dia juga yang lambat.Dasar! Apa semua orang berduit seperti itu? Semaunya saja pada orang yang membutuhkan! Sudah sedari tadi aku kesal dan terus memaki. Ini sudah di luar batas, mau berapa lama lagi aku menunggu? Sampai cafe ini tutup? sialan! Nomor teleponnya juga tidak aktif. Dia benar-benar keterlaluan. Lebih baik aku pulang sekarang, mungkin memang pekerjaan ini bukan untukku.Saat aku akan bangkit dari kursi yang hampir dua jam kududuki, seseorang mengintrupsiku."Delia!" Suaranya membuatku menoleh ke belakang, aku mengira itu Pak Yuda, ternyata bukan. Dia Beni, temanku dan Lila."Ha-hai ... Ben," jawabku kaku, tidak menyangka kita akan bertemu di sini.
BAB 2Keluar dari ruang wawancara Delia termenung, memikirkan tawaran manager restoran tadi. Bagaimana mungkin? Dia datang melamar pekerjaan ke sebuah restoran, tapi dia diminta untuk menjadi baby sitter? yang benar saja.-flashback-"Sebelum ini kamu pernah bekerja di mana saja?" tanya manager restoran."Banyak Pak, sejak lulus SMA saya bekerja sebagai karyawan toko, penjual jajanan di pinggir jalan, cleaning service di stasiun kereta api—"Belum selesai Delia berbicara, sang manager restoran yang bernama Yuda itu memotong. "Bagaimana dengan baby sitter?" tanya Yuda."Baby sitter? pengasuh anak maksudnya, Pak?" tanya Delia memastikan, dengan raut bingungnya."Iya, saya rasa kamu cocok menjadi baby sitter," jawab Yuda yakin."Tapi ini restoran, Pak. Apa restoran ini membutuhkan pengasuh anak? Saya melamar pekerjaan di sini sebagian karyawan restoran, ntah itu waiters atau apa pun. Bukan
BAB 1Ganda Satya Andika, seorang duda tampan berusia 37 tahun yang sukses memiliki beberapa cabang restoran di kota-kota besar. Sejak berpisah dari sang istri, hidupnya menjadi tidak karuan. Penghianatan besar yang tidak dapat termaafkan membuatnya menganggap semua wanita sama.'Cinta?' Dia sangat benci kata itu. Baginya cinta adalah pembodohan. Tidak ada dua insan yang benar-benar mencintai dengan sungguh. Jika salah satunya tulus, maka satunya lagi akan membuatmu terluka secara halus, dan itu sangat menyakitkan."Carikan aku satu wanita untuk menemaniku malam ini!" Dengan suara bariton yang khas, ia memerintah seseorang via telepon.Begitulah ia sekarang, menjadikan wanita sebagai objek pemuas nafsu. Tidak ada cinta dalam permainan, hanya ada hasrat yang harus cepat diselesaikan. 'Menikah lagi?' Ah ... Jangan tanyakan itu. Bahkan untuk memikirkannya pun, ia enggan.Meski putra semata wayangnya, Denis Raksatya Putra yang saat ini beru