Home / Romansa / Me after him (Indonesia) / 1- Satu Yaitu Kamu

Share

Me after him (Indonesia)
Me after him (Indonesia)
Author: Esteifa

1- Satu Yaitu Kamu

Author: Esteifa
last update Last Updated: 2022-06-11 15:28:31

"Melupakan kamu adalah goals prioritas aku untuk tahun ini, and I wish that I can do that, Juan. Aku nggak bohong sama sekali waktu itu, waktu aku minta kamu buat nggak muncul di hadapanku lagi."

Karena bahkan tanpa kehadirannya, Arjuan Tanutama mampu membuat Jasmine Sahanaya hilang kewarasan.

Jasmine berjinjit sedikit, membiarkan Arjuan tau betapa detak jantungnya berdegup kencang atau sedikit menyapa dengan deru nafas tak beraturan. Tanpa pikir panjang ia membubuhkan bibirnya pada bibir Arjuan, entah keberanian dari dewi mana, membiarkan dua partikel lembut itu menempel tanpa gerak menghantarkan segenap rasa hangat pada ujung relung.

Ia bahagia.

Ini gila, namun Jasmine tidak perduli. Bahkan jika ada satu, dua atau puluhan kamera merekam apa yang dilakukannya barusan Jasmine benar-benar tidak masalah. Arjuan bisa saja mendorong Jasmine menjauh jika memang keberatan, namun alih-alih dorongan yang Jasmine dapatkan justru cuma sebuah sirat tanda tanya besar dari pria itu.

Arjuan setia diam.

"Apa yang udah kamu laku kan padaku, Juan? Kenapa aku gak bisa hilangin kamu dari kepalaku barang sedetik pun?" Jasmine berujar amat lirih. "Apa yang udah kamu lakukan padaku, hingga daripada dibenci rasanya lebih baik mati."

Jasmine tak ingin melepas.

Serangkai benang takdir yang dipaksakan oleh dirinya sendiri harus tetap terjaga. Meski ia terluka. Karena. Jasmine takut, jikalau ia mampu lupa, mungkin saja Jasmine juga akan hilang kemampuan untuk jatuh cinta.

---

---

Dalam setiap bunyi langkah yang tercipta dari kaki berbalut boots hitam keluaran Channel itu kegugupan sekaligus rasa antusias melebur jadi satu. Pada pribadi cantik berbalut setelan hitam dari atas kepala yang tertutup topi hingga ujung kaki, masker menutupi wajah dengan warna serupa juga tak pernah tertinggal darinya.

Tertutup.

Sebenarnya Jasmine juga tak mau. Awalnya.

Teringat kembali waktu ia masih menjadi remaja biasa empat tahun lalu, saat langkahnya menitih setiap pertokoan di kota pada langkah itu juga berpasang-pasangan mata penduduk lokal menyorotnya.

Yang mau tak mau, Jasmine harus menutup identitas tiap keluar ke tempat ramai. Apalagi setelah debutnya bisa dikatakan sukses.

Contohnya sekarang, saat ini, ia baru saja mendarat di bumi setelah terbang hampir enam jam dari Thailand. Mengarahkan taksi untuk membawanya pada keramaian millenial Tangerang Selatan.

Kalau ditanya apa tidak lelah? Tentu saja Jasmine lelah, sumpah demi gigi kelinci Jay, Jasmine masih sangat mencintai kasur serta bantal tidurnya, namun jika mengingat lagi jadwalnya yang keterlaluan padat, Jasmine tak yakin ia bisa berjalan bebas di negaranya jika bukan sekarang.

Maka dari itu, di sinilah ia, setelah hampir pusing berbelok sampai lima kali, Jasmine berhasil mendaratkan kaki pada salah satu bangunan kafe bergaya klasik, tidak terlalu besar, namun punya dua lantai, juga terlihat seperti tempat yang nyaman.

Jasmine menghela napas, entah karena lelah atau menandakan sesuatu yang maknanya cuma diketahui olehnya, mendorong pintu kaca dengan pelan, lonceng yang berbunyi itu mengundang perhatian beberapa pengunjung serta dua barista di belakang meja bar.

Pada bibir yang terhalang kain tipis itu Jasmine mengangkat lengkungan kecil, berusaha terlihat ramah walau tak terlihat.

Jasmine menempati diri di sudut ruang. Bukan karena kaca besar yang mampu memperlihatkan pemandangan luar, namun justru karena pada titik ini Jasmine bisa melihat kafe secara seluruhan.

Healing.

Mereka menyebutnya begitu, aroma kopi, musik klasik, terapi hati yang membuat tentram. Beginilah cara Jasmine Sahanaya menyembuhkan diri, memandangi jalanan ramai atau kadang curi-curi pandang pada barista yang sibuk dengan pesanan di sana.

Dan yah, lagi lagi Jasmine cuma duduk. Ia jarang memesan, hampir belum pernah dan sepertinya mereka tidak masalah jika ada orang cuma menumpang duduk. Bukan karena irit uang atau alasan lain, Jasmine hanya tak ingin mengeluarkan suara pada siapapun, karena suaranya cukup khas untuk bisa dikenali orang-orang, kemungkinan hadirnya akan disadari, dan itu merepotkan.

Terlebih lagi Jasmine memang tak ingin hadirnya disadari. Sama sekali.

Jasmine mengarahkan mata pada barista itu lagi, ia menghela napas, kemudian iris coklat berpendar teduh itu beralih pada pohon sakura di luar.

Biasanya Jasmine bisa bertahan duduk hingga dua sampai tiga jam di sini, tetapi mungkin hari ini tidak, ia tau itu setelah ponsel di tas kecilnya terdengar bergetar. Panggilan dari perusuh.

'Udah pulang?'

Jasmine menghela napas lagi. Entah sudah berapa kali. "Hm."

'Bisa gak sih, kalo mau pergi itu pamit dulu, dan bisa nggak sih Lo stop kirim koper ke rumah gue?!'

Di seberang Jay tidak bisa tidak berdecak, dia berucap dengan kesebalan maksimal.

Jasmine membalas malas. "Iya..."

'Iya-iya doang, lusa habis perjalanan jauh koper datang lagi ke rumah gue.'

Kali ini Jasmine memutar mata. Sebal.

"Ya udah sih, tinggal bawa masuk. Gue cuma nitip sebentar!" balas Jasmine dengan berbisik.

'Lo ada rumah sendiri, kenapa dikirimnya ke rumah gua, gua abis lembur kerja, capek, ngantuk pen tidur dan sepagian malah ada orang berisik anter koper lo!'

Sepagian pantatnya.

Siang bolong begini dia bilang pagi?

Jasmine mendecak. "Gak usah ribut deh! Kalo nggak, gue laporin ke ibu semua stupid things yang Lo lakuin belakangan?"

Hening.

Ancaman itu selalu berhasil. Kalian tau, anak kelinci itu memang hanya bisa tunduk pada uang serta omelan ibu. Sedewasa apapun seseorang, mereka tetap anak ibunya.

'Kakak lagi di mana sekarang?' Kali ini Jay bicara dengan nada lebih lembut. Tidak pakai otot seperti sebelumnya.

Jasmine melirik meja bar lagi sebelum membalas. "Gading Serpong."

Sekarang Jasmine mampu mendengar helaan napas adik lelakinya. Seakan frustasi. Jay jelas tau, Jasmine selalu bepergian ke tempat itu saat ia butuh ketenangan, tentang pekerjaannya sekarang, juga tentang masa lalunya.

'Bisa gak sih berhenti...' lirih Jay.

Mendengar suara adiknya, Jasmine bisa membayangkan kalau Jay pasti memasang raut wajah serius yang kelewat tampan.

Jasmine tersenyum lagi, meski berbeda konteks, dari senyum geli berubah menjadi senyuman miris.

"Gak bisa," ucapnya lirih.

'Dia ada di sana?' tanya Jay.

Manik coklat Jasmine melirik lagi meja bar. Tepatnya pada lelaki yang saat ini tengah sibuk di depan mesin kasir.

"Hm."

'Jangan ke mana-mana, gue jemput sekarang.'

Sebuah balasan yang mampu membuat mata Jasmine melebar. "Jangan! Dia bisa ngenalin lo!"

Namun dengan tenang Jay menimpali. 'Nggak akan. Gue telfon lagi kalo udah sampai.'

Dan panggilan ditutup sepihak.

Ingatkan Jasmine untuk mengetuk kepala anak itu dengan sepatunya. Jasmine panik tentu, meski jarak apartment Jay dengan kafe ini termasuk jauh dan memakan waktu yang tidak sedikit dalam perjalanan, namun Jasmine ingin segera bergegas pergi daripada Jay hadir di sini.

Wanita cantik dua puluh empat tahun itu cepat-cepat berdiri, sembari mengetik pesan agar Jay tetap berada di rumahnya karena Jasmine sudah hendak pergi.

Iya, hendak pergi, jika saja langkah kakinya tak terhalang seonggok tubuh besar menghalangi tanpa sengaja hingga mengakibatkan ponsel miliknya lepas dari genggaman jemari.

Suara keras benda padat menimpa lantai membuat beberapa mata menoleh.

Jasmine tidak jatuh, sebaliknya, ia membeku.

Mengenal dengan jelas aroma musk yang pernah singgah pada rongga hirupnya beberapa tahun lalu, aroma yang ia suka, yang lelaki itu suka.

Jasmine bisa merasakan tangganya mendingin, pun dengan degub jantung yang berdetak anomali.

Jadi daripada mendongak dan membiarkan lensa matanya bertarung dengan wajah itu, Jasmine segera menurunkan topi lebih rendah, dengan cepat menunduk mengambil ponsel, namun jemarinya kalah cepat dengan tangan besar yang beberapa kali ia genggaman dulu.

Mereka sempat bersentuhan. Tak banyak. Namun mampu mengundang debaran.

"Milikmu," ucap lelaki itu sembari menyodorkan ponsel Jasmine. Jasmine masih diam, berbeda dengan sanubarinya berangsur menghangat.

Suaranya masih sama, hanya saja bertambah berat dan juga dalam, menandakan bahwa pribadi di depan Jaane sekarang adalah versi dewasa dari pribadi yang beberapa tahun lalu membuatnya jatuh.

Ia harus segera pergi.

Sodoran benda pipih elektronik miliknya Jasmine ambil dengan cepat. Menunduk sopan satu kali sebelum memutuskan untuk melangkah pergi, tanpa satu patah katapun.

"Mine?”

Namun lagi-lagi sebelum langkah kakinya benar-benar beranjak, Jasmine kembali kehilangan daya untuk bergerak.

Gadis itu membatu.

Tidak salah lagi rungu Jasmine jelas mendengar suara berat itu mengucap namanya, benar-benar namanya, lelaki itu sadar akan hadirnya, lelaki itu tau Jasmine di sini. Semua itu merupakan hal terakhir yang ada di daftar keinginan Jasmine.

Bahkan setelah berani mendongak dengan manik berkaca-kaca, mendengar sendiri suara napas miliknya yang berubah tak teratur, serta segenap wajah lelaki dewasa yang tertangkap lensa beningnya. Jasmine masih berharap jika detik itu hanyalah mimpi.

"Kayaknya kita perlu bicara," ujar pria itu dengan suara yang dalam.

Namun seolah sadar tengah ditertawakan takdir, Jasmine menggeleng samar. Benar. Tidak ada mimpi senyata ini.

Dia benar-benar Arjuan Tanutama. Cinta pertama sekaligus penguasa hati Jasmine Sahanaya.

-

Related chapters

  • Me after him (Indonesia)   2- Orang Asing

    Ruangan itu tidak besar, namun cukup luas untuk dikata sempit, berwarna putih tulang, juga ada dua jendela kecil yang tertutup tirai. Meja mahoni tak terlalu lebar, dua kursi di depan juga belakang, sofa bad berwarna merah, lemari, juga lukisan-lukisan.Jasmine tak tau harus apa lagi.Ia tidak ingat sudah berapa kali memutar mata guna menscan apa saja yang ada di dalam ruang kerja Arjuan, lengkap dengan jemari bertaut risau.Sedangkan satu gelas ukuran besar berisi milkshake strawberry di meja belum tersentuh sama sekali. Jasmine seakan tak punya hasrat bahkan untuk menelan satu teguk air putih.Ini di luar dugaannya.Meski sudah menyiapkan diri. Ia tau, cepat atau lambat dirinya dan Arjuan akan bertemu dan berbicara tentang masa lalu yang berakhir kurang baik.Jasmine mengerti bahwa ditinggalkan tak pernah terasa indah. Namun ia meninggalkan Juan.Jadi, sudah hampir enam tahun lamanya ia menyiapkan diri untuk menerima ujaran kasar atau setidaknya caci maki dari Arjuan. Menerima jika m

    Last Updated : 2022-06-11
  • Me after him (Indonesia)   3. Kisah yang lama

    -Enam tahun yang lalu.--Gadis delapan belas tahun yang menggunakan seragam ungu itu mendecak keras, mengusap wajahnya lalu menghembuskan napas kasar.Niatnya melampiaskan emosi malah berujung menambah emosi.Gadis bersurai coklat itu membuka pintu mobil lalu mengambil ponselnya. Dengan cepat, Jasmine mendial nomor Lili- salah satu sahabatnya. Hanya nada sambung yang terdengar, entah ke mana gadis jangkung itu pergi hingga panggilan Jasmine pun tidak dijawabnya.Jasmine mendial nomor Lili lagi, satu tangannya memegang ponsel dan satunya lagi memperlihatkan jam tangan kecil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir masuk, tapi Lili tidak juga menjawab. Jasmine mengedarkan pandangan, jalanan beroperasi lancar tapi tidak ada satupun yang dikenalnya untuk meminta bantuan. Taksi pun tak terlihat di daerah ini. Setelah ketiga kalinya nada dering itu berhenti, Jasmine meletakan ponselnya di saku. Menyerah.Masa bodoh, akhirnya dia bolos juga.Gadis itu mengambil tasnya, men

    Last Updated : 2022-07-07
  • Me after him (Indonesia)   4. Putrinya

    "Lo tahu?!"Kejutan datang bertubi-tubi.Bahkan saat hari libur di mana teman-teman Jasmine ingin mampir untuk sekedar bertemu, Jasmine harus menikmati rasanya terkejut lagi.Rosa, dia datang dengan anak kecil yang beberapa bulan lalu Jasmine lihat. Dan Jasmine tidak punya kuasa untuk tidak terkejut.Sebenarnya Jasmine yang selalu menghindar kalau teman-temannya mulai membahas pembicaraan mengenai Arjuan, jadi Jasmine tidak bisa menyalahkan Rosa.Jasmine mengangguk menjawab pekikan Rosa, tentu saja, ingatannya kembali melayang pada Arjuan tiga bulan lalu waktu pria itu mengenalkan Kei sebagai anaknya. Dadanya tiba-tiba sesak. Si brengsek itu berani-beraninya membuat Jasmine jatuh cinta, dan malah bersikap tanpa dosa menghasilkan buntalan lucu seperti Kei bersama wanita lain.Dan jawaban untuk pertanyaan 'kenapa Kei bisa bersama Rosa?' adalah Jimmy. Rosa menjalin hubungan dengan sahabat karib Arjuan."Kapan? Kenapa lo gak bilang kalo kalian udah ketemu?" tanya Rosa, tak bisa menutupi ra

    Last Updated : 2022-07-28
  • Me after him (Indonesia)   5. Reuni teman lama

    Kesibukan memang selalu bisa jadi bahan pelampiasan terbaik. Ketika detik-detik dirasa mencekik, kesibukan mampu membuatmu melupakan semua, bernapas tanpa sadar atau sekedar objek untuk membunuh masa, bagi sebagian orang jarum jam rasanya tak lagi punya guna. Karena yang ada, tanpa mengetahui kapan menit berganti tau-tau hari sudah hampir habis.Jasmine sedikit lega.Sibuk memang melelahkan, namun ia bersyukur karena lelahnya justru mampu menjelma jadi selimut hati. Melindungi agar tetap hangat, menjaga agar hatinya senantiasa tidur setiap lelah datang selepas pekerjaan selesai.Ia jadi tidak mempunyai waktu untuk berpikir yang tidak perlu. Karena tiap ia punya waktu luang untuk melamun, entah dari mana asalnya satu nama selalu hadir di pikiran. Dan itu mengganggu.Pagi ini pukul sepuluh lebih tiga puluh menit Jasmine sampai di kantor agensinya. Berdasarkan jadwal yang dikirim Yeni- manajer pribadi Jasmine, lewat email, hari ini Jasmine harus menghadiri beberapa rapat bersama staf, set

    Last Updated : 2022-07-28
  • Me after him (Indonesia)   6. Bicara

    Tubuhnya basah oleh keringat, gulungan tinggi rambut hitam gadis itu sudah kendur mengakibatkan beberapa anak rambut jatuh membingkai wajah, yang malah menjadi pemandangan cantik untuk dilihat. Hampir seperempat jam yang lalu Jasmine bergerak di atas treadmill, setelah pemanasan dan melakukan serangkaian senam lantai Jasmine melanjutkan sesi olahraganya dengan berlari. Tempat ini adalah gym tempat artis agensinya berolahraga. Dari tempatnya berlari sekarang Jasmine dapat melihat langit serta awan, gedung-gedung menjulang dan juga daratan kota Seoul yang padat. Wajib. Minimal sekali dalam seminggu pasti Jasmine kemari, karena kesehatan fisik untuk jam kerja serta jadwalnya merupakan satu paket komplit. Jadi meskipun Jasmine sedang melakukan tour ke beberapa negara, ia tetap membawa trainer pribadi untuk berolahraga setelah konser usai. Jasmine ingat, waktu itu di Singapore semasa rangkaian konser pertamanya digelar, kakinya terkilir karena kurang hati-hati, ia juga pemanasan tak cuku

    Last Updated : 2022-07-28
  • Me after him (Indonesia)   7. Mantan pacar

    "Ketakutan yang aku punya masih sama, bahkan setelah tahun berlalu rasanya malah bertambah parah. Selain kamu. Tidak ada penawar. Tidak akan. Sama sekali. Tidak ada."- Jasmine --- "Tekanan darahmu rendah," wanita dewasa berwajah cantik yang memakai jas putih khas petugas kesehatan itu melepas alat tensi darah yang semula melingkar erat di lengan atas Jasmine. Menyerukan angka sekitaran sembilan puluh, yang mana itu berarti tekanan darahnya cukup rendah untuk seorang yang perlu banyak gerak. Dokter cantik itu menghela napas dalam, heran pun khawatir, Jasmine terlihat biasa saja berbanding terbalik dengan orang 'kurang darah' pada umumnya yang mana mengeluh pusing lemas dan mata berkunang-kunang, ia mengerti Jasmine bukanlah pribadi yang suka rela kelemahannya diketahui orang, tapi harusnya ia tak usah berpura-pura apalagi di depan dokter, sakit bukanlah kelemahan. "Tidurlah yang cukup dan kurangi pikiran tidak penting, Nona Jasmine." Jasmine memajukan bibir. Memasukan tangan ke d

    Last Updated : 2022-10-12
  • Me after him (Indonesia)   8. Jatuh yang kedua kalinya

    Sepertinya. Bunga mekar terlampau cepat, hingga sebelum matahari lenyap ia sudah harus layu, jauh dari harap. Dan mungkin, Seindah senja yang waktu itu ia lihat di langit Eropa, seterang warna jingga berpadu dengan lazuardi yang hendak ditelan kelabu berganti dengan hitam menyapa malam datang. Hadirnya sama indah, akan ia ingat selamanya. Lelaki yang setara indahnya dengan senja itu akan selalu ada di ruang pikirnya. Cinta yang cuma sekejap itu juga masih tumbuh di sudut hatinya. Ia memang terlalu besar kepala. Kemarin, Jasmine dengan yakin mengatakan kalau ia pasti akan mendapatkan Juan kembali saat mengobrol dengan Suya, iya, dia mengatakan dengan sangat percaya diri, seakan-akan tahu dewi mana pun akan membantunya jika itu masalah tentang cinta, tetapi sekarang ke mana dewi itu pergi? Ke mana perginya ambisi artis cantik yang selalu dipuji itu? Mengapa bertanya? Bukankah jawabannya sudah jelas? Yang bisa melenyapkan segala ambisi serta rasa percaya diri Jasmine tak lain ta

    Last Updated : 2022-10-22
  • Me after him (Indonesia)   9. Hanya aku

    "Lo gila, ya?" Jasmine pikir setelah jemari putih tangannya menutup pintu apartemen berhasil mengusir seorang pria pergi, ia akan memasuki kamar dan duduk membaca naskah skit drama spesial ditemani segelas rose tea tanpa gula dengan damai. Mungkin yang tersisa cuma sedikit pikiran mengganggu yang akan hanyut bersama satu atau dua teguk wine nanti malam. Namun sepertinya ia terlalu berharap banyak. Jasmine lupa ia memelihara pria menyebalkan lain di unit apartemen miliknya. Jasmine bergeming. Memuat tubuh menatap pria berkaos abu tua di belakangnya, tepat pada dinding berkeramik coklat Jay bersandar dengan tangan terlipat di dada. "Lo sadar nggak sih tadi ngapain?" Jay menunjuk arah pintu, matanya melebar dengan kening mengernyit tanda tak suka. Tidak mengerti sama sekali. "Terus kenapa dia bisa sampai kemari? Lo kasih alamat rumah ke itu orang?" Jay melanjutkan tanpa menunggu Jasmine menjawab. Pertanyaan yang ia sampaikan tidak butuh sebuah jawab. "Sejak kapan kalian rutin kete

    Last Updated : 2022-10-24

Latest chapter

  • Me after him (Indonesia)   19

    Tidak sibuk? Kalau saja dua jam yang lalu Jasmine menjawab pertanyaan singkat itu dengan kata 'aku sibuk' ia tidak akan bersanding canggung bersama bunga-bunga yang gugur, melewati jalanan pinggiran kota sambil membawa kemelut di dada yang belum reda. Namun sayang, teman-temannya bersantai ia pergi. Mendukung kala pria berjas hitam meminta ijin tadi untuk membawanya sebentar. "Mau bicara apa?" Jasmine maju, kakinya berhenti melangkah. Bernaung di bawah pohon yang rindang. Dan tak lepas dari mata bagaimana gerakan halus Juan ketika pria itu berputar, menghadapnya. Netranya berbicara banyak kata, namun bibir besi lelaki itu tidak terbuka. Jasmine cukup paham ia tak akan mendapat jawaban setidaknya hingga lima menit ke depan, maka dari itu ia melanjutkan. "Atau kamu cuma mau membuat aku senang? Dengan mengajakku jalan bersama?" Masih. "Sebagai obat setelah apa yang kamu katakan kemarin." Jasmine mengulas lengkungan tipis. Yakin bahwa senyum tipisnya tak terlihat wanita cantik itu m

  • Me after him (Indonesia)   18

    18."Je?""Hm?"Lili menghela napas sabar. Melirik Suya di sebelahnya yang juga menatap penuh pengertian. "Sudah tiga kali."Sedari tadi, sejak pertama kali duduk di bangku kafe berbau kopi ini tiga kali sudah Lili memergoki sahabatnya kehilangan fokus. Tenggelam dalam pikiran. Menatap kosong pada satu arah."Milkshake-mu sudah mencair," Suya menunjuk satu gelas besar minuman berwarna merah muda. "Nah, temanku yang cantik, Gue sudah pernah bilang kalau bercerita merupakan step awal pengurangan stress bukan?"Jasmine tersenyum, kemudian menggeleng singkat, mengucek matanya lembut seperti sedang mengembalikan kesadaran. Memandang ke beberapa sudut kafe yang beberapa bulan lalu dikunjunginya."Apa ada hubungannya dengan si mantan pacar itu lagi?" Suya menebak curiga. Mengingat terakhir kali Jasmine berkonsultasi padanya membawa nama Juan.Suya ingin bertanya lebih. Namun urung ketika jemari tangannya digenggam oleh Lili, gadis jangkung berambut hitam sebahu itu menggeleng meminta ia untu

  • Me after him (Indonesia)   17

    17.Di ruang kamar berukuran sedang itu berputar musik klasik. Mengiringi sosok wanita cantik berbalut dress floral selutut dengan satu berita harian di tangannya. Meski wajah gadis kecil bersurai hitam legam itu disamarkan, ia bisa tahu dengan jelas."Putrimu?" Suara lelaki menggema di seluruh ruang.Si wanita berambut merah bergeming. Memandang koran yang menampilkan artikel tentang skandal percintaan artis muda, Tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang bicara, tak perlu menjawab karena diamnya sudah cukup mengatakan segalanya.Langkah kaki mendekat, berhenti dua langkah dari pribadi bersurai merah disisi kanan. Menyerahkan satu lembar kertas foto. Menampakkan dua insan yang berciuman."Mereka jadi lebih dekat. Ayah dari anakmu, dan Jasmine." Lelaki bertubuh tinggi itu melaporkan. "Kamu mau apa sekarang, Irish?"Hal yang sebenarnya sudah dibayangkan sejak lama. Yang ia takutkan.Wanita yang dipanggil Irish itu mengangguk. "Melakukan yang harusnya kulakukan sejak awal."———"Masih sam

  • Me after him (Indonesia)   16.

    "Debar jantungmu jadi satu-satunya alasan mengapa aku mau bertahan." -Jasmine Sahanaya. — Tidurnya terusik. Mimpi siang hari yang baru saja dirajutnya beberapa menit menit tiba-tiba buyar entah ke mana, bersamaan dengan sapuan lembut pada puncak kepala, membawa separuh sadar, namun enggan menyikap kelopak mata. Jasmine mengerang. Kali ini karena sebuah bulatan keras menyusup ke ceruk lehernya. "Aunty Je, lelah sekali ya?" Waktu itu Jasmine tersenyum. Tak ada niatan membuka mata sedikit pun. Ia benar-benar lelah dan membutuhkan tidur berkualitas, namun anak orang yang amat lucu ini mengusik dengan cara yang amat menggemaskan sepanjang dunia. Jasmine memeluk Kei erat, membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapan hangat, agar ikut tertidur. Tidak memikirkan bagaimana cara anak empat tahun ini bisa sampai ke ruang tunggu sebuah stasiun televisi. Yang tentunya bukan tempat yang bisa dikunjungi orang sesuka hati. Jasmine mendusel kepala, menghirup aroma khas bayi milik Kei hingga gadis

  • Me after him (Indonesia)   15. Teman

    —— "Presdir Namu yang menawarkannya padaku." Jasmine menjeda kalimat, sembari menyelipkan beberapa anak rambut ke belakang telinga. "Dia bilang aku boleh mengubah poin-poin jika keberatan dan menambah beberapa jika memang dibutuhkan." Gadis berbalut mantel bulu berwarna abu-abu muda, berambut coklat tergerai yang wajahnya berhias make up tipis natural itu memindahkan tatapan mata dari cangkir kopi yang mengepul pada pribadi rupawan di kursi depan. Yang ternyata sama. Pria dewasa itu menatapnya juga. Dengan mata yang masih tajam seperti terakhir kali. Jasmine tidak tahu. Apa yang membuat pancaran mata Juan terasa begitu mengintimidasi ketika mereka bertatap muka, juga tentang bagaimana atmosfer dalam ruang rasanya berganti amat drastis jika mereka bersama. Arjuan mengangkat tangan, melirik arloji yang ternyata sudah hampir jam makan siang. Kafe mulai terisi orang-orang baru, yang tentunya tidak akan nyaman berbincang dengan artis besar di tempat ramai. Jadi ia memutuskan untuk seg

  • Me after him (Indonesia)   14. Dia hanya marah

    -Selimut hitam pekat itu tersikap setelah matahari merajai bumi.Kicau burung gereja di ranting pohon tak lagi terdengar. Alarm yang disetel pukul lima tak lagi ada bunyinya, Jasmine lupa melempar benda itu ke arah mana. Bahkan setelah segar menyiram diri dengan air dingin, rasanya Jasmine enggan keluar kamar untuk sarapan.Dengan gulungan handuk putih di kepala serta kaos hitam dan celana selutut Jasmine menyandarkan diri ke kepala ranjang. Meraih ponsel di nakas, mengabaikan ratusan notifikasi yang datang dan memilih mengetik sebuah pesan pada Yuni- managernya. Setelah itu ia melepas handuk di kepala, membiarkan rambut setengah basah agar kering sendiri lalu keluar kamar, pergi ke dapur guna membakar dua potong roti untuk sarapan, walau sudah terlalu lambat untuk itu. "Lo ini sakit atau memang gila, sih?"Jasmine terlonjak. Roti bakar berlapis nutella yang baru ia makan segigit itu terhempas ke atas meja dapur. Memandang dengan mata terbelalak sosok berkaos hitam yang tengah

  • Me after him (Indonesia)   13. Salah

    ——"Belum mau pulang?"Detik itu juga lamunannya pecah. Pikirkan mengganggu yang sedari tadi menghantui hingga membuatnya fokus pada bayangan gelas ditangan seketika menguar.Pada ruas detik arloji yang hendak mendekati angka tiga saat langit amat gelap ini Juan masih setia bersimpuh dalam kebimbangan. Menelan sendiri bulat-bulat kegundahan setelah apa yang terjadi padanya empat jam lalu.Bukan sesuatu yang bagus, namun bukan juga sebuah petaka, mungkin bisa disebut tabu.Setelah beberapa bulan belakangan ia sebisa mungkin tidak bertatap muka, menghindar, sampai-sampai Juan bersedia menunda bertemu Kei saat putrinya sakit hanya karena Namu bilang bahwa Jasmine ada bersama mereka. Namun tanpa sangka netra coklat yang selama ini dijauhinya malah justru melekat dalam bayang mata. Juan tentu tak akan bisa lupa. Ia ingat, tiap sekon yang ia lewati bersama gadis berambut hitam sepunggung itu. Semuanya.Terlalu ingat.Hingga menyesakkan.Juan sampai merasa tak sehat. Tidak waras.Leb

  • Me after him (Indonesia)   12. Stupid Love

    Hadirmu layaknya salju putih yang hangat, badai yang menenangkan, tsunami berperasaan, sianida berperisa morfin, pun bencana dengan sejuta warna. Jangan tanya apa maksudnya. Entah. Aku saja tak tahu apa. – Jasmine Sahanya.--Untuk pertama kali dalam dua puluh lima tahun hidupnya Jasmine menginjakkan kaki di tempat remang-remang. Lampu berputar berdenyar samar, beberapa orang menari menggerakkan badan sejalan dengan hentak musik terdengar memekak sampai rasanya mau mati karena sakit telinga. Jasmine sampai heran kenapa banyak sekali orang menggemari tempat ini.Club.Setelah rumah sakit, mungkin bagian bumi ini jadi tempat terakhir yang ingin Jasmine singgahi. Jasmine sangat tidak suka keramaian di sini, meski tanpa asap rokok atau bau alkohol menyengat, tetap saja Jasmine tidak menyukainya.Nay benar-benar memikirkannya dengan sangat baik. Setelah kemarin Jasmine absen di pesta ulang tahunnya, wanita pentolan girl grup senior itu memaksa Jasmine habis-habisan untuk hadir di pesta

  • Me after him (Indonesia)   11. Mencoba atau berhenti

    "Oke, istirahat lima belas menit."Selaju dengan berakhirnya teriakan dari produser, tiga orang dari luar set mendekati wanita bergaun putih dengan model off shoulder tanpa motif, mengarahkan payung melindungi artis dari sengatan panas mentari, yang satu lagi menyerahkan satu botol minuman kemasan beserta pipet.Jasmine sedang mempersiapkan comeback, masih rahasia, dan sekarang ia tengah shooting video music untuk titled single pada album terbarunya. Hari ini hari terakhir, dan besok akan ada sesi latihan koreografi, lusa juga sama, latihan akan terus berlanjut hingga agensi mengumumkan tanggal comebacknya.Baru saja Jasmine duduk di bawah naungan payung besar, segerombol rumput liar berbunga putih menarik perhatiannya. Dulu, ia pernah tidak tertarik pada bunga, tidak suka. Namun sekarang, justru pribadi manis itu tengah membidik bunga kecil berwarna putih itu dengan kamera ponselnya. Kemudian berpose, meminta tolong make up artist pribadinya untuk mengambilkan gambar."Kamu bisa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status