“Apa ini semuanya adalah uang?” Kirey hampir tidak memercayainya.
Mata Kirey membulat. Lalu, dia mengedip-ngedipkan matanya. Seolah, apa yang dia lihat saat ini tidaklah nyata. Pasti hanya mimpi dan dia berhalusinasi. Mana mungkin, di hadapannya kini ada tumpukan uang ratusan juta rupiah tertata rapi di dalam sebuah koper.
“Ya. Itu semua uangku,” Gio meyakinkan Kirey.
“Lalu, kenapa Anda memperlihatkannya kepada saya?” Kirey tidak habis pikir. Apa Presdir Gio yang kaya raya, keturunan konglomerat itu sengaja ingin pamer di depan Kirey?
Kirey menelan ludah. Jujur saja, dia tergiur melihat uang sebanyak itu. Tidak. Itu bukan miliknya. Kirey mengelus dada. Menarik napasnya panjang. Kemudian, dia menutup kembali koper milik Gio. Dia merasa tidak mungkin memilikinya. Ikhlaskan saja.
“Kamu bisa menggunakan uang itu,” kata Gio. Alam bawah sadar Kirey tersentak. Seakan-akan Kirey dipaksa bangun dari mimpi indahnya.
“Saya bisa menggunakannya?” Lagi. Kirey terkejut.
“Kenapa Anda memberikannya pada saya secara cuma-cuma?” pikir Kirey.
Gio menggeleng. “Siapa bilang aku memberikannya begitu saja?”
Oow! Kirey salah persepsi rupanya. Jelas itu tidak mungkin. Di dunia ini mana ada yang gratisan? Pasti ujung-ujungnya meminta imbalan atau balas jasa.
“Lantas? Apa yang Anda inginkan dari saya sebagai imbalannya?” Kirey langsung bisa menebak. Bahwa Presdir Gio pasti menginginkan sesuatu darinya. Entah apa itu. Kirey sulit sekali menerkanya.
Gio tampak berpikir. Apa ya? Tidak ada yang menarik dari Kirey, menurutnya. Bahkan tubuhnya saja tidak bagus dan tidak seksi seperti wanita lain yang pernah Gio tiduri. Dan… lagi-lagi, wajah serta penampilan Kirey yang semrawut dan acak-acakan masih ia permasalahkan. Gio tidak suka melihat wanita jelek.
“Nanti aku akan memikirkannya lagi. Kamu boleh mempertimbangkannya. Jika benar kamu membutuhkan uang itu, kamu bisa menemuiku lagi. Mengerti?” Gio menjanjikan.
“Benarkah?” Kirey masih ragu-ragu. “Anda tidak sedang mempermainkan saya, bukan?”
Gio merebut koper dari tangan Kirey yang sedari tadi digenggamnya. Dia merasa Kirey sudah tidak menghargainya sebagai atasan yang akan menolongnya. Entahlah. Terlalu mendadak bagi Kirey. Sehingga dia tidak bisa berpikir jenih untuk saat ini.
“Saya akan kembali lagi nanti, Pak Presdir. Saya permisi dahulu,” pamit Kirey.
“Hmm,” gumam Gio.
Sebelum Kirey jauh melangkah, dia merasa Gio belum memenuhi kewajibannya. Kirey berbalik menghampirinya lagi.
“Ada apa?” Gio kaget. Melihat Kirey mendekatinya lagi.
Kirey menengadahkan tangan. Meminta bayaran. Dia tidak bermaksud meminta-minta belas kasihan dari Gio. Hanya saja, Kirey merasa berhak mendapatkan bayaran atas pekerjaannya di luar jam kantor. Ya, itu termasuk pekerjaan sampingan, bukan?
“Ah, itu rupanya,” Gio langsung mengerti. Dia membuka isi dompetnya lalu memberikan beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan kepada Kirey.
“Terima kasih, Pak Presdir. Saya pamit lagi kalau begitu,” pamit Kirey untuk yang kedua kalinya.
Lumayanlah. Dia mendapat uang ratusan ribu. Bisa pulang naik ojek online dan membeli makanan untuk santap makan malamnya bersama keluarganya di rumah.
Kirey segera pergi meninggalkan kediaman Presdir Gio yang super mewah. Pria itu sangat kaya. Apa dia ditakdirkan memiliki kekayaan sebanyak itu? Kenapa Tuhan tidak membagi rata kekayaan Gio kepada Kirey saja? Mungkin itu akan terdengar lebih adil.
Ah, sudahlah. Itu hanya omong kosong. Apa yang bisa Kirey bandingkan dengan Gio? Bagai langit dan bumi mungkin iya. Kirey sadar diri, kok.
Kirey berjalan kaki sampai depan komplek perumahan real estatenya Gio. Di depan gapura komplek yang sangat besar itu, seorang pengemudi ojek online sudah menunggu Kirey.
“Maaf, Bang Ojol! Agak lama ya, menunggunya,” sesal Kirey. Jalannya lama sih. Abang Ojolnya untung setia menunggu penumpangnya.
Tidak lama kemudian, Kirey tiba di rumah. Dia melihat semua orang sudah tertidur lelap di kamarnya masing-masing. Bapak sudah terlelap. Begitu juga dengan Kiki, adik Kirey satu-satunya yang masih berusia sepuluh tahun. Dia ketiduran setelah mengerjakan PR-nya.
Kirey menghela napas panjang. Agak berat sih. Tetapi, dia mencoba untuk tenang. Sambil memikirkan kembali tawaran Presdir Gio kepadanya.
Ah, sialan! Kirey jadi tidak bisa tidur memikirkan isi koper itu. Kira-kira apa yang diinginkan oleh Presdir Gio pada Kirey? Sangking tidak bisa tidur, Kirey bolak-balik di depan tempat tidurnya.
“Besok, aku harus menemuinya lagi. Barang kali dia mau membuat kesepakatan denganku.”
“Aku harus mempersiapkan diri jika memang Presdir Gio sedang menyiapkan rencana untukku. Pasti ada sesuatu. Ada gajah dibalik batu.”
Hah? Kirey salah sebut. Ada udang dibalik batu, itu mungkin maksudnya. Ya, maaf. Maklumi saja, Kirey lagi banyak pikiran. Kalut banget. Alias kacau.
Tek-tek-tek!
Suara detak jarum jam dinding di kamarnya berbunyi cukup kencang. Itu karena suasana malam ini terasa begitu hening. Bahkan, suara nyamuk yang sedang bercinta pun kedengaran dan itu sangat menyebalkan.
Kirey ingin sekali membunuhnya. Karena suaranya terdengar melengking-lengking di telinganya. Dia jadi tidak fokus memikirkan rencana antisipasi melawan Gio jika dia berani mempermainkannya.
DRRRRTTTT!
Ponsel Kirey bergetar. Sebuah notifikasi pesan singkat dari Sammy muncul di layar ponselnya.
[Rey, kamu sudah tidur?]
[Ayo, main game bersamaku!]
[Aku sedang suntuk malam ini tidak bisa tidur.]
Kirey mengetik balasan pesan dengan sangat cepat. Dia sedang tidak mood main game onlinenya. Habis kuota.
[Jangan menggangguku!]
[Aku sudah tidur nyenyak.]
Sammy tersenyum kecut membaca pesan yang dikirim Kirey. Masa iya, orang tidur bisa mengetik pesan? Kirey ngawur nih. Dia sedang bercanda kali. Ngelawak.
Baiklah. Sammy tidak akan mengganggunya. Dia melempar ponselnya ke tempat tidur karena kesal. Kirey tidak mau menemaninya bermain game online. Sementara, Kirey masih memikirkan rencananya. Harus tersusun dengan rapi.
Kirey mengambil ballpoint dan kertas HVS. Dia mulai menggambar di kertas polos itu. Kalau lagi kesal dan gabut, biasanya Kirey mengekspresikannya dengan menggambar ilustrasi. Dia akan menggambar bosnya.
Kira-kira wujudnya seperti ini. Kepalanya bertanduk iblis. Giginya mengeluarkan taring mirip vampir. Wajahnya terlihat garang seperti setan kredit. Ya, kurang lebih begitu. Selesai.
DRRRTTTT!
“Astaga!” Kirey terkejut dan dia tak sengaja melempar ballpointnya ke lantai.
Sebuah pesan berantai masuk lagi ke ponselnya. Kali ini bukan dari Sammy. Melainkan dari bosnya di kantor, Presdir Gio. Tumben, dia menghubungi Kirey secara pribadi.
[Aku sudah mentransfer sejumlah uang untukmu.]
[Besok kamu harus datang ke kantor dan ubah semua penampilanmu.]
[Dari ujung kaki hingga ujung kepala.]
[Temui aku setelah kamu dimake over.]
[Ini perintah!]
[Jika tidak dilakukan, maka kamu harus mengembalikan uangku dan mengganti pinalti setengahnya.]
[Lakukan besok!]
[Jangan banyak protes, gadis jelek!]
Kirey mengeluh. “Apa-apaan ini?” Penasaran, dia pun mengecek saldo rekeningnya di internet mobile.
“Astaga!”
***
Kirey membelalak saat saldo di rekeningnya bertambah. Sulit dipercaya. Namun, kenyataannya memang begitu. Ada sejumlah uang, nilainya mencapai jutaan rupiah terkirim ke dalam rekeningnya. Hampir setara dengan satu bulan full gajinya.“Apa aku sedang tidak berimajinasi?” Kirey berusaha menyadarkan dirinya. Dia mencubit pipinya.Auw! Terasa sakit. Itu artinya Kirey tidak sedang bermimpi. Ini… kenyataan yang harus ia terima. Benar begitu? Aneh tapi nyata. Sukuri saja! Kirey merasa seperti sedang mendapat durian runtuh. Rejeki nomplok namanya.Besok, Kirey akan mempergunakan uang itu dengan sebaik mungkin. Potong rambut ke salon, membeli riasan wajah, memborong sepatu high heels, tas, dan beberapa pakaian setelan untuk bekerja. Itu sudah sesuai dengan amanat yang diberitahukan Gio kepada Kirey melalui pesan singkatnya.Kirey membuka notebooknya. Dia mencatat semua kebutuhannya besok. Jangan sampai ada yang terlewat. Biar uangnya nggak mubaz
Waduh, kedengaran ya sama Presdir Gio? Tadi, Kirey tidak sengaja menggumamkannya. Dan menyebut Presdir Gio pelit. Kirey tidak menyangka Gio mendengarnya. Tajam sekali indera pendengarannya jika ada yang mengumpat tentang dirinya. Mungkin itu salah satu kelebihan yang dimiliki Presdir Gio.“Beri waktu kepada saya beberapa menit lagi, Pak Presdir. Saya akan merinci pengeluarannya terlebih dahulu,” kata Kirey meminta toleransi waktu pada Gio.“Berapa menit kamu mengerjakannya? Lima menit atau tujuh menit, cukup?” Gio memberi pilihan. Aish! Sebentar sekali waktunya.“Lima belas menit, Pak!” tawar Kirey. Mereka saling berdebat saat menegosiasikannya.“Tidak. Itu kelamaan! Sepuluh menit saja!” tegas Gio.“Sepuluh menit?” ulang Kirey bingung. Dia masih mempertimbangkannya.“Oke, tujuh menit. Deal?”“Ah, tidak! Sepuluh menit saja!” sanggah Kirey. Dia menyanggu
“Antar ke mana, Pak?” tanya Kirey.“Ke rumahnya,” sahut Gio.Kirey menoleh ke arahnya. Gemas. Iya, tahu. Tetapi, diantarinnya ke mana? Presdir Gio tidak jelas nih memberitahu alamatnya.“Aku mau ke rumahmu saja, Gio sayang,” kata wanita itu. Nada suaranya bernada manja.“Kita lakukan sekali lagi, sayang. Aku belum puas,” katanya lagi. Apa? Kirey jadi salah mengartikan perkataan wanita itu.Kirey menatap curiga ke arah Gio. Apa yang sudah mereka lakukan di hotel? Tuh, kan. Kirey semakin penasaran.“Maaf, aku tidak bisa. Aku sangat sibuk malam ini,” tolak Gio. Dingin sekali sikap Gio pada wanita itu. Membuat Kirey berspekulasi. Jangan-jangan, wanita itu memaksa Gio untuk…“Kirey, cepatlah! Jangan membuang waktuku!” perintah Gio.“Ah, iya. Baiklah.” Kirey menurut.Kirey segera menuju mobil Gio. Tidak lupa, dia juga membukakan pintu untuk Presdir dan wanita tidak jelas itu. Mereka duduk di jok belakang. Kirey segera mengemudikan kend
“Aku…” Kalimat Kirey menggantung.“Kamu tidak menyukaiku?” tembak Gio tiba-tiba.Ngomong apa sih Presdir Gio? Kirey mengernyitkan dahi. Dia tidak mengerti maksud ucapan Gio barusan. Memangnya Gio sedang menyatakan cinta kepada Kirey? Mustahil. Jangan membuat Kirey ge er. Nanti ge er beneran dia.Ah, tidak percaya. Itu yang Kirey rasakan sekarang. Bagaimana mungkin Presdir Gio yang tampan dan mapan itu menyukai Kirey? Jika memang benar, memangnya kenapa? Bukankah itu salah satu keajaiban dunia? Seharusnya sih begitu.“Maaf, aku harus pergi. Sepertinya Anda sedang mabuk. Jadi, aku tidak akan menganggap pembicaraan ini,” Kirey ingin sekali melepaskan diri saat ini.“Aku tidak pernah mabuk. Perlu kamu ketahui, bahwa aku sangat membenci alkohol. Catat itu!” Gio memberitahu.“Apa?” Kirey membelalak. Berarti Gio mengucapkannya dalam keadaan sadar. Sulit sekali memercayainya.
“Kamu bilang apa, Kirey?” Gio merasa tersinggung.“Bukan Pak Presdir maksudku. Tetapi, playboy kampret itu!” tunjuk Kirey. Oh, begitu rupanya. Gio mengerti.Pandangan Kirey masih tertuju pada Sammy. Aish, menyebalkan! “Aku tidak akan membantunya lagi,” tekad Kirey dalam hati.Tahu bakalan seperti ini akhirnya, Kirey ogah banget bantuin Sammy. Meskipun dia menangis berdarah-darah, sampai dia berlutut atau bersujud pun Kirey tidak akan menggubrisnya. Tapi… tapi… Kirey mana tahu jika boneka yang dibelinya itu akan diberikan Sammy untuk Nania. Kenapa sakitnya terasa menyesakkan dada?Ah, sudahlah. Terima nasib saja. Dalam hal percintaannya, anggap saja Kirey tidak beruntung kali ini. Entah sampai kapan. Kirey mengalihkan pandangannya. Ketika dia menengok ke samping, wajah Gio sudah berada di dekatnya. Ups!Keduanya kini saling beradu pandang. Apa yang harus Kirey lakukan sekarang? Kenapa Gio tidak seger
Tok-tok-tok!Kirey mengetuk pintu kamar hotel. Sebelumnya, dia ragu-ragu menemui rentenir itu di kamar hotel. Ngapain coba? Kirey sengaja mau bunuh diri memangnya? Menyerahkan diri kepada rentenir itu untuk membebaskan Bapaknya dari utang yang menjeratnya. Sama saja cari mati.Tidak apalah. Demi menyelamatkan keluarganya, Kirey rela. Asalkan, dia tak lagi melihat Bapaknya menderita. Disiksa bertubi-tubi seperti tadi itu membuat hati Kirey semakin sakit dan hancur.Tidak lama kemudian, pintu terkuak. Kirey masuk ke kamar hotel itu dengan tangan dan kaki gemetaran. Gio memerhatikannya dari kejauhan. Dia masih penasaran. Apa yang akan Kirey lakukan di sana?Kirey masih berdiri memandangi sosok pria bertubuh besar di hadapannya. Tubuhnya tinggi besar dan gendut. Banyak sekali lemak di perutnya yang menggumpal. Mirip sekali gajah bengkak.Tanpa sengaja Kirey memerhatikan tubuh tambun pria itu. Sama sekali tidak menarik, pikirnya. Ya ampun, Kirey sudah s
“Oh, hanya 800 juta,” Gio menanggapinya datar.Hanya? Presdir Gio bilang ‘hanya’? Kirey berdecak. Huh, sombong sekali lagaknya. Apa pria songong itu benar-benar konglomerat dan sangat kaya raya? Apa uang segitu tidak ada arti baginya? “Jika aku yang membayar semua utang keluargamu, maka kamu berbalik berutang padaku,” sahut Gio. Sambil memikirkan jalan keluar untuk menghadapi permasalahan keluarga Kirey.Kirey menelan ludah. Ya, itu benar. Jika Gio yang membebaskan keluarga Kirey dari jeratan utang para rentenir dan debt collector, Kirey harus membayarnya sedikit demi sedikit kepada Gio.Bagaimana ini? Kirey agak kebingungan. Masa iya, Gio akan memotong gaji bulanannya di kantor? Bahkan, jika diperhitungkan kembali uang gajinya per bulan saja tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Lantas, jika potong gaji, mau sampai kapan lunasnya? Dua puluh atau tiga puluh tahun kemudian?Wajah Kirey memucat. Rasanya
Gio menarik tubuh Kirey. Membawa gadis cantik itu ke dalam pelukannya. Sontak saja, Kirey terkejut. Dia membelalak saat tubuhnya kini sudah berada di atas Gio. Satu posisi yang mengejutkan keduanya.“Apa yang kamu lakukan, Kirey?” tanya Gio.“A-aku mau membangunkanmu, Presdir Gio,” Kirey gelagapan.“Membangunkanku dengan cara seperti ini?”“Ah, tidak. Maksudku tidak seperti ini.” Kirey jadi kikuk dan salah tingkah di depan Gio.“Jadi, kamu sudah menandatanganinya?” Gio mengalihkan pembicaraan.Kirey mengangguk pelan. “Iya, sudah.”“Bagus. Aku akan mengeceknya terlebih dahulu.”“Iya, itu harus,” Kirey canggung sekali. Agar Kirey segera pulang ke rumahnya.“Lalu, sampai kapan kamu mau berada di atas tubuhku, Kirey?” goda Gio.“Jika sudah seperti ini keadaannya, aku tidak mudah mengendalikan diriku. Apa k
“Kakek, maafkan Gio…” sesal Gio. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa pada kakeknya. Tangan Tuan Gilberto merespon. Air mata menetes di pelupuk mata kakeknya. Gio menyekanya.“Gi… Gio…” Suara Tuan Gilberto terdengar memanggilnya. Gio mendengarnya dan segera mendekatkan diri di samping kakeknya yang sedang berusaha bicara padanya.“Iya, Kek,” sahut Gio.Perlahan-lahan, Tuan Gilberto membuka matanya. Dia melihat Gio berada di sampingnya.“Kem… bali…lah ke kan… tor,” pinta Tuan Gilberto agak terbata-bata. Agak sulit kakek mengatakannya pada Gio.“Tapi, Kek,” Gio hendak menolak permintaan kakeknya. Namun, Tuan Gilberto diwakilkan Nyonya Maria memohon pada Gio. Agar cucunya itu bisa segera kembali memimpin perusahaan yang sudah ditinggalkannya akhir-akhir ini.“Kakek sungguh ingin aku kembali?” Gio memastikannya
Kirey masih harus mendapatkan perawatan intensif ibu hamil di Rumah Sakit. Dia masih belum sadarkan diri dari tidurnya. Gio keluar dari ruang inap kelas satu. Di luar kamar inap, Sammy masih bersabar, menunggu kabar dari Gio.“Gimana keadaan Kirey?” Sammy langsung memburu Gio.“Kondisinya masih lemah dan dia harus banyak istirahat selama bedrest,” Gio memberitahu.“Apa kata dokter? Kirey sakit apa?” Sammy panik dan terus memburu Gio dengan banyak pertanyaan.“Kenapa kamu masih di sini? Bukannya kamu harus pergi bekerja?” Gio heran. Dia mengalihkan pembicaraan. Namun, Sammy tidak memedulikannya. Fokus perhatiannya masih tertuju pada Kirey.“Aku akan menemani Kirey selama dia berada di Rumah Sakit. Sebaiknya, Anda pulang saja. Biar saya yang menggantikannya,” kata Sammy mengusir Gio secara halus.Apa? Gio membelalak. Ada apa dengan Sammy? Kenapa dia bersikeras ingin menjaga Kirey di s
“Apa maksudmu mengundurkan diri dari perusahaan?” Tuan Gilberto terkejut mendengar keputusan Gio. Menurut pria tua itu, Gio sangat ceroboh dan tergesa-gesa saat mengambil keputusan. Mendadak sekali Gio mengatakannya.“Iya, jika Kakek bersikeras memisahkanku dengan Kirey, maka aku tidak punya pilihan lain. Aku akan meninggalkan semua yang Kakek wariskan untukku.”“Memangnya kamu sudah siap miskin, Gio?” Tuan Gilberto meragukan Gio.“Aku tidak peduli. Asalkan bisa hidup bersama Kirey, aku rasa itu tidak masalah.”Gio dan Tuan Gilberto saling berdebat. “Anak bodoh! Tidak tahu berterima kasih,” umpat Tuan Gilberto.Di ruangan tersebut, mereka masih berdebat. Semua orang yang tengah menyaksikan keributan itu pun akhirnya terpaksa keluar, meninggalkan ruangan itu dan memberikan privasi untuk kakek dan cucu itu saat sedang bernegosiasi.“Baiklah. Jika itu keinginanmu. Kakek tidak aka
Malam itu, Gio diberitahu polisi bahwa Ellena mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal dunia dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Sejak itulah, Gio merasa bersalah. Dia terus menerus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kekasihnya, Ellena. Sampai-sampai setiap malam, Gio harus mengalami mimpi buruk dan berhalusinasi tentang Ellena.“Kamu, pria brengsek Gio!” kata Sephia.“Kenapa? Apa kamu menyesal sekarang sudah mengenalku?” tantang Gio.“Tetapi, aku selalu saja jatuh cinta padamu. Kamulah yang membuatku nekat seperti ini. Sepeninggalnya Ellena, bukannya memilihku kamu malah menikahi gadis kampung itu! Aku tidak rela, Gio!”Gio tersenyum sinis mendengarnya. “Aku sudah sering mengatakannya dengan sangat jelas, bahwa aku tidak pernah mencintaimu Sephia,” tegas Gio.“Itulah alasannya Gio.”“Kamu bukan tipeku, Sephia. Aku memiliki standar sendiri memilih wanita yang aka
Gio pergi terburu-buru menuju pabrik kosong itu. Setelah seorang detektif swasta suruhannya memberitahukan lokasinya, Gio pun melaju dengan cepat. Dia harus segera membereskan perkara ini. Jika ingin menyelamatkan Kirey dan bapak mertuanya dari tuduhan palsu kakeknya.Beberapa menit kemudian, Gio telah sampai di pabrik usang itu. Dia berjalan cepat menghampiri si penipu yang kondisinya sudah babak belur dihajar orang-orang suruhan Gio. Detektif swasta itu telah mengikat si penipu dengan tali yang cukup kencang di area tangan, kaki, juga bagian perutnya yang agak buncit.Tidak hanya itu, kedua mata si penipu pun ditutup kain berwarna putih sehingga dia tidak bisa melihat siapa pun yang akan mengeksekusinya malam ini. Gio harus menyembunyikan identitasnya saat hendak memberi pelajaran pada sampah itu.Detektif swasta dan beberapa orang suruhan Gio lainnya memberi hormat ketika Presdir Gio datang menghampiri mereka. Gio membuka maskernya dan memandangi wajah si pen
“Kenapa kamu diam saja Gio? Apa kamu tidak bisa memilih antara istrimu atau perusahaan yang merupakan seluruh aset kekayaanmu?” desak Tuan Gilberto.“Kakek!” hardik Gio di depan semua orang. “Menurutku itu bukan pilihan.”Anak bodoh! Tuan Gilberto mencibir Gio. Padahal kan Gio tinggal memilih saja. Itu menurut Tuan Gilberto. Tetapi bagi Gio, disuruh memilih antara Kirey dan seluruh warisannya merupakan pilihan yang sulit. Dua-duanya sudah menjadi kebutuhan hidup Gio sehari-hari. Dia tidak bisa hidup tanpa kekayaannya. Namun, dia juga tidak bisa tidur nyenyak tanpa Kirey ada di sampingnya.“Kenapa Kakek tidak mengerti perasaanku?” keluh Gio.“Perasaan macam apa yang kamu rasakan itu? Selama ini kamu sering main dengan wanita di luaran sana. Lalu, apa salahnya sekarang kamu menyingkirkan wanita itu dari hidupmu?” sindir Tuan Gilberto.“Kakek! Aku serius mencintai Kirey,” ungkap G
“Gio, tolong aku! Perutku rasanya seperti diobok-obok,” keluh Kirey.“Tuh, kan! Apa aku bilang. Seharusnya kamu nurut sama aku, Kirey. Kita harus segera pergi ke dokter untuk memastikan keadaan perutmu,” Gio panik. Di tengah kepanikannya itu dia malah kelihatan sewot dan membuat Kirey tambah emosi.“Iya, nanti. Sekarang aku lapar banget. Kita makan dulu aja. Habis itu baru ke dokter,” tawar Kirey. Dalam keadaan darurat seperti ini bisa-bisanya Kirey menawar, ingin makan dulu sebelum pergi ke dokter.Ckckck. Gio berdecak. “Ya udah, buruan! Sekarang kita makan dulu,” ajak Gio sambil memegangi tangannya. Membawa Kirey masuk ke café and resto yang mereka tuju.Kirey duduk di sofa, di sebuah ruangan VIP yang khusus dipesan oleh Gio. Agar mereka lebih leluasa dan mengantisipasi jika terjadi mual-mual lagi pada Kirey. Nggak banget kan pada saat menyantap makan siang, tiba-tiba Kirey mual-mual di depan umum.
“Aku? Ah, aku hanya mencari udara segar di sana,” Kirey menutup-nutupi. Dia terpaksa berbohong. Dia tidak ingin Gio tahu jika dirinya tengah bersama Sammy tadi. Bisa salah paham nantinya.“Ini kan masih pagi?” Gio heran.“Justru itu. Mumpung masih belum terik aku berjemur dulu di atap. Sinar mentari pagi itu kan bagus untuk kesehatan tubuh,” Kirey beralasan.Aish! Ngomong apa dia? Kenapa bicaranya jadi ngalor ngidul begini sih? Kirey jadi salah tingkah. Namun, dia berhasil menutupinya dengan sangat rapi. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan pada diri Gio.Gio tersenyum. Dia maju dua langkah tepat di depan Kirey. Lalu, mencubit pipi Kirey gemas. “Yang penting jaga kesehatanmu, Sayang. Jangan sampai sakit, ya,” Gio menasihati. Sikap Gio disaksikan banyak orang, terutama pengikutnya yang berada di barisan belakang.“Kalau gitu, aku kembali dulu ke ruanganku,” Kirey pamit pada Gio. Karena dia
Kirey malu mengakuinya di depan Gio. Dia membuka pintu kemudian segera masuk ke kamar. Kalau bisa dia ingin bersembunyi di bawah selimut atau menutupi wajahnya dengan bantal. Aish! Kirey menutup wajah dengan kedua tangannya saja.Ceklek!Gio menutup pintu kamarnya, menguncinya dari dalam. Tiba-tiba Gio melepas tangan istrinya kemudian mencium bibir Kirey dengan sangat lembut.Deg!“Gio tunggu sebentar!” cegah Kirey. Dia melepas ciuman Gio.Kirey merasa belum siap mendapat serangan mendadak dari Gio. Namun, Gio sama sekali tidak memedulikannya. Dia terus melancarkan aksinya.“Kirey, kenapa kamu selalu saja membangkitkan gairahku?” ujar Gio dengan nada suara mendesah-desah manja. Ala-ala pria dewasa yang sedang ingin bercinta.“Apa?” Kirey membelalak.“Ya, aku selalu tergoda olehmu, Sayang.”Kirey selalu dibuat berdebar-debar oleh Gio. Ciuman panasnya selalu membuat Kirey ber