“Kamu bilang apa, Kirey?” Gio merasa tersinggung.
“Bukan Pak Presdir maksudku. Tetapi, playboy kampret itu!” tunjuk Kirey. Oh, begitu rupanya. Gio mengerti.
Pandangan Kirey masih tertuju pada Sammy. Aish, menyebalkan! “Aku tidak akan membantunya lagi,” tekad Kirey dalam hati.
Tahu bakalan seperti ini akhirnya, Kirey ogah banget bantuin Sammy. Meskipun dia menangis berdarah-darah, sampai dia berlutut atau bersujud pun Kirey tidak akan menggubrisnya. Tapi… tapi… Kirey mana tahu jika boneka yang dibelinya itu akan diberikan Sammy untuk Nania. Kenapa sakitnya terasa menyesakkan dada?
Ah, sudahlah. Terima nasib saja. Dalam hal percintaannya, anggap saja Kirey tidak beruntung kali ini. Entah sampai kapan. Kirey mengalihkan pandangannya. Ketika dia menengok ke samping, wajah Gio sudah berada di dekatnya. Ups!
Keduanya kini saling beradu pandang. Apa yang harus Kirey lakukan sekarang? Kenapa Gio tidak segera menyingkir dari hadapannya?
“Maaf, Pak. Sepertinya Anda terlalu dekat,” Kirey agak kikuk. Dia jadi salah tingkah.
Gio segera menyingkir. “Oh, itu…”
“Aku permisi dulu kalau begitu, Pak,” Kirey buru-buru pergi. Namun, sebuah tangan mencegahnya pergi.
“Kamu kenapa?” tanya Gio. Dia melihat mata Kirey berkaca-kaca.
Kirey segera menyekanya. “Ah, mungkin ini karena debu. Tadi, anginnya kencang sekali,” sangkal Kirey.
Perasaan Kirey hancur melihat Sammy bersama Nania. Apa mungkin mereka pacaran sekarang? Kirey sedih sekali membayangkannya. Dia tidak menyangka, cintanya kepada Sammy bertepuk sebelah tangan lagi.
“Bohong!” tebak Gio. “Kamu menangis. Aku tahu itu.”
“Aku tidak menangis. Aku hanya… sedih,” ungkap Kirey.
Gio meletakkan kedua tangannya di pipi Kirey. Lalu, dengan leluasa dia menggoyang-goyangkannya ke kanan dan ke kiri. “Itulah alasannya kamu menangis. Karena sedih, kan?” jelas Gio.
Kirey diam saja. Tak menjawab pertanyaan Gio. Dia tidak ingin Gio mengetahui isi hati Kirey. Namun, rasanya Kirey tidak bisa menahannya lagi. Sakit sekali hatinya. Selama ini, Kirey hanya dianggap kekasih bayangan oleh Sammy. Ternyata gadis yang disukai Sammy adalah Nania. Bukan dirinya.
Huuuuwaaaaa!
Tangis Kirey pecah. Entah kenapa, kali ini Kirey tidak bisa menyembunyikannya lagi di depan Gio.
“Kamu kenapa, Kirey?” Gio tidak mengerti dengan Kirey. Tiba-tiba saja Kirey menangis histeris.
“Sakit sekali…” keluh Kirey.
“Kenapa bisa sakit?”
“Pipiku sakit, Pak!” ujar Kirey.
Oh, maaf. Tadi, Gio mengguncang-guncangnya terlalu kuat. Tak sadar jika Kirey kesakitan. Gio segera melepas tangannya. Habisnya dia gemas sekali sama Kirey. Apa Kirey menangis karena Gio menekan rahang pipinya?
“Kirey, aku minta maaf, ya,” sesal Gio. Dia hendak menyentuh wajah Kirey. Namun, gadis itu menepis tangannya. Kasar.
Kirey pergi dari hadapan Gio. Dia berjalan cepat meninggalkan kantornya. Sungguh malang sekali nasib percintaan Kirey. Hanya mencintai sepihak. Kalian tahu kan rasanya seperti apa? Nyesek karena tak dianggap. Tak dihargai. Bahkan, keberadaannya pun tak diakui. Itu yang Kirey rasakan saat ini.
***
AAAAAAAA!
Sesampainya di rumah, Kirey menjerit histeris. Dia melihat Bapaknya dipukuli habis-habisan oleh beberapa orang tak dikenal. Seperti preman, gangster, atau apalah sebutannya. Kirey panik sekali waktu itu. Dia segera berlari menghampiri Bapaknya yang babak belur dihajar oleh pria-pria bertubuh besar itu.
“Bapak!” Kirey berusaha membantu Bapaknya, melindunginya. Namun, apa daya. Kirey hanyalah seorang wanita. Mana mungkin bisa dia melawan semua pria-pria itu.
“HENTIKAN!” hardik Kirey.
“Bilang sama Bapakmu, cepat segera lunasi utang-utangnya dalam waktu tiga hari! Jika tidak, maka bersiaplah masuk penjara,” salah satu pria gangster itu mengancam.
Kirey menelan ludah. Masuk penjara? Kirey menatap ke arah Bapaknya. Dari mana Kirey bisa mendapatkan uang ratusan juta rupiah dalam waktu yang sesingkat itu?
BUUUKKK!
Bapaknya Kirey dipukuli lagi. Bagaimana ini?
“Hentikan!” Kirey akan menyanggupinya. “Baiklah. Aku akan mendapatkan uangnya. Tapi, tolong! Jangan sakiti Bapakku lagi!”
“Cepatlah! Karena jika sampai kamu tidak membawa uangnya dalam tiga hari, Bapakmu akan dijebloskan ke penjara oleh Tuan kami. Mengerti?” ancam salah satu pria itu.
Kirey menunduk. Dia bingung sekali. Dari mana dia bisa mendapatkan uangnya? Untuk melunasi semua utang-utang Bapaknya.
“Kirey…” desis Bapak. Tangannya meraih lengan Kirey. Wajah Bapak penuh luka. Kirey tidak tega melihatnya.
Setelah pria-pria itu pergi, Kirey membantu Bapaknya berdiri. Kemudian, dia memapahnya masuk ke dalam rumah. Kirey segera mendudukkan Bapak di kursi. Dia mengambil obat-obatan dan membersihkan lukanya. Kirey merawat luka Bapaknya sambil menangis.
“Kirey, jangan menangis!” Bapak menyeka air mata putrinya.
“Aku… pasti bisa mendapatkan uang itu, Pak. Bapak tenang saja. Beristirahatlah,” ujar Kirey. Dia berusaha menenangkan hati Bapaknya. Meski ia sendiri sangsi bisa mendapatkannya.
“Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu, Kirey?” Bapak khawatir.
Entahlah. Kirey tidak tahu. Saat ini, dia tidak bisa berpikir jernih. Dia akan melakukan apa saja demi mendapatkan uang itu.
“Kirey, Bapak mau ke kamar mandi dulu,” kata Bapak. Kirey segera membantu Bapak berdiri. Lalu, membawanya ke kamar mandi.
DRRRRTTTTT!
Kirey menoleh ke belakang. Dia mendengar suara ponsel bergetar di meja dekat sofa ruang tengah. Kirey segera melihat ponsel itu setelah Bapak menutup pintu kamar mandi. Itu ponsel Bapaknya. Nomor yang tidak dikenal memanggil-manggil di ponsel Bapak.
Kirey ragu-ragu. Namun, dia merasa harus menjawab telepon itu. Kirey memberanikan diri mengambil ponsel itu.
“Bapak Kamal? Apa Bapak sudah mendapatkan uangnya?” tanya suara dari ujung sana. Terdengar berat suara pria itu.
“Berapa semua utang Bapak saya?” tanya Kirey mewakili Bapaknya. Membuat pria itu terkejut mendengar suara Kirey.
“Saya putrinya, Kirey. Berapa jumlah seluruhnya?” Kirey dengan lantang menanyakannya.
“Total delapan ratus juta rupiah. Apa kamu sanggup membayarnya?”
Delapan ratus juta? Kirey menutup matanya sejenak. Banyak sekali uang itu. Ada satu cara yang bisa Kirey lakukan untuk melunasi utang Bapaknya dengan segera. Apa itu? Kirey penasaran dan antusias sekali ingin mengetahuinya. Pria itu mengatakan, Kirey harus datang ke Hotel Luxury malam ini untuk bertemu dengan si rentenir.
Dengan berat hati, Kirey pun menyanggupinya. Kirey segera meninggalkan rumah. Dia berlari sekencang-kencangnya menemui rentenir itu di hotel.
Tak lama kemudian, Kirey sampai di Hotel Luxury. Itu kan hotel yang sering Kirey datangi saat menjemput Presdir Gio. Kirey baru menyadarinya. Selama ini, dia tidak pernah mencari tahu.
Kirey masuk ke hotel itu. Raut wajahnya terlihat cemas, takut, dan ragu-ragu. Namun, dia tetap melangkahkan kakinya. Ketika Kirey masuk ke dalam lift, sekilas Gio memerhatikannya.
“Kirey? Ngapain dia di sini?” Gio baru saja tiba di hotel. Dia mengikuti Kirey diam-diam.
TING!
Pintu lift terbuka. Kirey segera keluar dan kini dia berada di depan pintu kamar rentenir itu.
***
Tok-tok-tok!Kirey mengetuk pintu kamar hotel. Sebelumnya, dia ragu-ragu menemui rentenir itu di kamar hotel. Ngapain coba? Kirey sengaja mau bunuh diri memangnya? Menyerahkan diri kepada rentenir itu untuk membebaskan Bapaknya dari utang yang menjeratnya. Sama saja cari mati.Tidak apalah. Demi menyelamatkan keluarganya, Kirey rela. Asalkan, dia tak lagi melihat Bapaknya menderita. Disiksa bertubi-tubi seperti tadi itu membuat hati Kirey semakin sakit dan hancur.Tidak lama kemudian, pintu terkuak. Kirey masuk ke kamar hotel itu dengan tangan dan kaki gemetaran. Gio memerhatikannya dari kejauhan. Dia masih penasaran. Apa yang akan Kirey lakukan di sana?Kirey masih berdiri memandangi sosok pria bertubuh besar di hadapannya. Tubuhnya tinggi besar dan gendut. Banyak sekali lemak di perutnya yang menggumpal. Mirip sekali gajah bengkak.Tanpa sengaja Kirey memerhatikan tubuh tambun pria itu. Sama sekali tidak menarik, pikirnya. Ya ampun, Kirey sudah s
“Oh, hanya 800 juta,” Gio menanggapinya datar.Hanya? Presdir Gio bilang ‘hanya’? Kirey berdecak. Huh, sombong sekali lagaknya. Apa pria songong itu benar-benar konglomerat dan sangat kaya raya? Apa uang segitu tidak ada arti baginya? “Jika aku yang membayar semua utang keluargamu, maka kamu berbalik berutang padaku,” sahut Gio. Sambil memikirkan jalan keluar untuk menghadapi permasalahan keluarga Kirey.Kirey menelan ludah. Ya, itu benar. Jika Gio yang membebaskan keluarga Kirey dari jeratan utang para rentenir dan debt collector, Kirey harus membayarnya sedikit demi sedikit kepada Gio.Bagaimana ini? Kirey agak kebingungan. Masa iya, Gio akan memotong gaji bulanannya di kantor? Bahkan, jika diperhitungkan kembali uang gajinya per bulan saja tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Lantas, jika potong gaji, mau sampai kapan lunasnya? Dua puluh atau tiga puluh tahun kemudian?Wajah Kirey memucat. Rasanya
Gio menarik tubuh Kirey. Membawa gadis cantik itu ke dalam pelukannya. Sontak saja, Kirey terkejut. Dia membelalak saat tubuhnya kini sudah berada di atas Gio. Satu posisi yang mengejutkan keduanya.“Apa yang kamu lakukan, Kirey?” tanya Gio.“A-aku mau membangunkanmu, Presdir Gio,” Kirey gelagapan.“Membangunkanku dengan cara seperti ini?”“Ah, tidak. Maksudku tidak seperti ini.” Kirey jadi kikuk dan salah tingkah di depan Gio.“Jadi, kamu sudah menandatanganinya?” Gio mengalihkan pembicaraan.Kirey mengangguk pelan. “Iya, sudah.”“Bagus. Aku akan mengeceknya terlebih dahulu.”“Iya, itu harus,” Kirey canggung sekali. Agar Kirey segera pulang ke rumahnya.“Lalu, sampai kapan kamu mau berada di atas tubuhku, Kirey?” goda Gio.“Jika sudah seperti ini keadaannya, aku tidak mudah mengendalikan diriku. Apa k
“Menemani Anda?” Kirey memastikannya lagi. Dia tidak bisa mencerna kata-kata Presdir Gio dengan baik.“Apa itu salah? Bukankah di perjanjian tertulis itu kamu sudah bersedia menuruti semua perintahku?” Gio mengingatkan Kirey lagi. Ah, iya. Kirey meringis.“Oh, God!” Tentu saja Kirey ingat. Lalu, apa sekarang? Gio pasti akan menuntut haknya. Bagaimana ini?Kirey ketakutan setengah mati ketika Presdir Gio menginginkannya menginap malam ini. Tidak boleh. Tidak bisa. Kirey sudah pasti akan menolaknya. Dia harus mencari alasan untuk menghindarinya. Ya. Dia harus segera melarikan diri dari Presdir Gio. Secepatnya.“Aku harus pergi, Pak,” pamit Kirey. Tiba-tiba, tangan Gio memeganginya.“Mau ke mana? Ini sudah malam,” cegah Gio.“Justru ini sudah malam. Makanya, aku harus pulang,” Kirey beralasan.“Sudah kubilang, kamu menginap saja di sini. Apa kata-kataku kurang
“Presdir Gio, hentikan!” hardik Kirey.Gio masih melancarkan aksinya pada Kirey. Dia tidak memedulikan ucapan Kirey yang sudah menolaknya. Pria itu gelap mata dan berusaha melucuti semua pakaian Kirey.“Diamlah, Ellena. Aku akan melakukannya dengan cepat. Aku tidak tahan lagi dan sangat merindukanmu sayang. Kenapa kamu pergi secepat itu dariku?” racau Gio. Sambil melepas kancing blouse Kirey dengan kasar.“Bukankah kamu sangat mencintaiku?” Gio meyakinkan.Apa? Kirey mengerutkan keningnya. Gio membuka kemejanya di hadapan Kirey. Terlihat jelas sekali otot-otot kekar dari tangan juga perutnya yang kotak-kotak itu.“Malam ini kamu milikku, Ellena,” ucap Gio mantap. Seraya mencium bibir Kirey kembali.Perkataan Gio benar-benar tidak dimengerti oleh Kirey. Wanita itu masih berusaha melawan pada Gio. Dia harus segera menyadarkan Gio. Jika tidak, habislah Kirey malam ini. Kirey melepas ciuman panas P
“Maaf, Mbak. Ada kucing lewat barusan,” sahut Abang ojek online memberitahu.Kirain Kirey ada apaan. Harusnya kalau mau ngerem itu bilang-bilang dulu dong. Jadinya kan, Kirey bisa ancang-ancang dulu. Biar nggak berbenturan ke tubuhnya Abang ojek itu.Kirey jadi sensitif sekali pada pria. Sejak dirinya dan Presdir Gio menghabiskan waktu semalaman. Bahkan, tidur bersamanya. Ya, meski pun tidak ada yang mereka lakukan semalam. Alias tidak terjadi apa-apa malam tadi, pikirnya.Tidak lama waktu berselang, Kirey sampai di rumahnya. Keadaan rumah begitu sepi. Tumben? Apa mungkin adik dan bapaknya sudah pergi beraktifitas masing-masing? Sukurlah jika begitu. Kirey bergegas masuk ke kamarnya.Deg!Jantungnya masih berdebar-debar jika teringat peristiwa semalam. Kirey harus segera membersihkan tubuhnya. Mandi terus sarapan pagi. Tetapi, ciuman semalam itu begitu panas.Kirey melihat dirinya sendiri di cermin. Dia mengingat semua kejadian s
“Jika sudah tidak ada lagi yang ingin Anda bicarakan, apa aku boleh keluar, Pak?” Kirey meminta izin Gio.“Silakan. Tapi, jangan lupa nanti sore kita pergi ke butik. Oke?” Gio menjanjikan. Kirey mengangguk lesu.Setelah berbicara dengan Presdir Gio, Kirey segera pergi meninggalkan ruangannya. Secara perlahan-lahan, Kirey menutup pintu ruangannya. Kemudian, tiba-tiba saja ada yang menarik lengannya dan membawanya pergi dari situ.“Ikut aku!” perintah Sammy.“Ada apa Sam?” tanya Kirey mencari tahu.Mereka berhenti di sebuah ruangan tertutup. Sammy menyalakan lampu ruangan tersebut. Dia juga melepas lengan Kirey. Mau ngapain Sammy membawa Kirey ke ruang meeting?“Kirey, kamu menyembunyikan sesuatu dariku ya?” tebak Sammy. Kirey mengerutkan kening.“Menyembunyikan apa?” ulang Kirey malah balik bertanya pada Sammy.“Ada apa antara kamu dengan Presdir Gio?
“Cukup, Kirey, Presdir Gio!” Editor itu menghentikan pertengkaran antara Gio dan Kirey dengan suaranya setengah membentak.Gio menoleh ke arahnya. Berani-beraninya editor itu membentak Presdir Gio, atasannya. Editor itu menelan ludahnya sendiri. Tangan dan kakinya gemetaran saat Gio menatapnya. Dia merasa bersalah. Gawat!“Kamu barusan membentakku?” Tatapan Gio terlihat galak.“Maafkan saya, Pak. Saya tidak bermaksud membentak Anda,” sesal editor itu. Dia menundukkan pandangannya penuh penyesalan.“Saya hanya ingin memberitahu kalau pekerjaan Kirey saat ini sedang ditunggu oleh klien, Pak,” editor itu memberitahu.“Apa? Klien yang mana?” Gio terkejut.“Klien iklan pasta gigi, Pak,” jawab editor itu. Tangannya gemetaran, ketakutan.“Kamu tahu ini jam berapa?” tanya Gio.“Tahu, Pak. Pukul 17.30 WIB,” sahutnya.“Sudah jam p
“Kakek, maafkan Gio…” sesal Gio. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa pada kakeknya. Tangan Tuan Gilberto merespon. Air mata menetes di pelupuk mata kakeknya. Gio menyekanya.“Gi… Gio…” Suara Tuan Gilberto terdengar memanggilnya. Gio mendengarnya dan segera mendekatkan diri di samping kakeknya yang sedang berusaha bicara padanya.“Iya, Kek,” sahut Gio.Perlahan-lahan, Tuan Gilberto membuka matanya. Dia melihat Gio berada di sampingnya.“Kem… bali…lah ke kan… tor,” pinta Tuan Gilberto agak terbata-bata. Agak sulit kakek mengatakannya pada Gio.“Tapi, Kek,” Gio hendak menolak permintaan kakeknya. Namun, Tuan Gilberto diwakilkan Nyonya Maria memohon pada Gio. Agar cucunya itu bisa segera kembali memimpin perusahaan yang sudah ditinggalkannya akhir-akhir ini.“Kakek sungguh ingin aku kembali?” Gio memastikannya
Kirey masih harus mendapatkan perawatan intensif ibu hamil di Rumah Sakit. Dia masih belum sadarkan diri dari tidurnya. Gio keluar dari ruang inap kelas satu. Di luar kamar inap, Sammy masih bersabar, menunggu kabar dari Gio.“Gimana keadaan Kirey?” Sammy langsung memburu Gio.“Kondisinya masih lemah dan dia harus banyak istirahat selama bedrest,” Gio memberitahu.“Apa kata dokter? Kirey sakit apa?” Sammy panik dan terus memburu Gio dengan banyak pertanyaan.“Kenapa kamu masih di sini? Bukannya kamu harus pergi bekerja?” Gio heran. Dia mengalihkan pembicaraan. Namun, Sammy tidak memedulikannya. Fokus perhatiannya masih tertuju pada Kirey.“Aku akan menemani Kirey selama dia berada di Rumah Sakit. Sebaiknya, Anda pulang saja. Biar saya yang menggantikannya,” kata Sammy mengusir Gio secara halus.Apa? Gio membelalak. Ada apa dengan Sammy? Kenapa dia bersikeras ingin menjaga Kirey di s
“Apa maksudmu mengundurkan diri dari perusahaan?” Tuan Gilberto terkejut mendengar keputusan Gio. Menurut pria tua itu, Gio sangat ceroboh dan tergesa-gesa saat mengambil keputusan. Mendadak sekali Gio mengatakannya.“Iya, jika Kakek bersikeras memisahkanku dengan Kirey, maka aku tidak punya pilihan lain. Aku akan meninggalkan semua yang Kakek wariskan untukku.”“Memangnya kamu sudah siap miskin, Gio?” Tuan Gilberto meragukan Gio.“Aku tidak peduli. Asalkan bisa hidup bersama Kirey, aku rasa itu tidak masalah.”Gio dan Tuan Gilberto saling berdebat. “Anak bodoh! Tidak tahu berterima kasih,” umpat Tuan Gilberto.Di ruangan tersebut, mereka masih berdebat. Semua orang yang tengah menyaksikan keributan itu pun akhirnya terpaksa keluar, meninggalkan ruangan itu dan memberikan privasi untuk kakek dan cucu itu saat sedang bernegosiasi.“Baiklah. Jika itu keinginanmu. Kakek tidak aka
Malam itu, Gio diberitahu polisi bahwa Ellena mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal dunia dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Sejak itulah, Gio merasa bersalah. Dia terus menerus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kekasihnya, Ellena. Sampai-sampai setiap malam, Gio harus mengalami mimpi buruk dan berhalusinasi tentang Ellena.“Kamu, pria brengsek Gio!” kata Sephia.“Kenapa? Apa kamu menyesal sekarang sudah mengenalku?” tantang Gio.“Tetapi, aku selalu saja jatuh cinta padamu. Kamulah yang membuatku nekat seperti ini. Sepeninggalnya Ellena, bukannya memilihku kamu malah menikahi gadis kampung itu! Aku tidak rela, Gio!”Gio tersenyum sinis mendengarnya. “Aku sudah sering mengatakannya dengan sangat jelas, bahwa aku tidak pernah mencintaimu Sephia,” tegas Gio.“Itulah alasannya Gio.”“Kamu bukan tipeku, Sephia. Aku memiliki standar sendiri memilih wanita yang aka
Gio pergi terburu-buru menuju pabrik kosong itu. Setelah seorang detektif swasta suruhannya memberitahukan lokasinya, Gio pun melaju dengan cepat. Dia harus segera membereskan perkara ini. Jika ingin menyelamatkan Kirey dan bapak mertuanya dari tuduhan palsu kakeknya.Beberapa menit kemudian, Gio telah sampai di pabrik usang itu. Dia berjalan cepat menghampiri si penipu yang kondisinya sudah babak belur dihajar orang-orang suruhan Gio. Detektif swasta itu telah mengikat si penipu dengan tali yang cukup kencang di area tangan, kaki, juga bagian perutnya yang agak buncit.Tidak hanya itu, kedua mata si penipu pun ditutup kain berwarna putih sehingga dia tidak bisa melihat siapa pun yang akan mengeksekusinya malam ini. Gio harus menyembunyikan identitasnya saat hendak memberi pelajaran pada sampah itu.Detektif swasta dan beberapa orang suruhan Gio lainnya memberi hormat ketika Presdir Gio datang menghampiri mereka. Gio membuka maskernya dan memandangi wajah si pen
“Kenapa kamu diam saja Gio? Apa kamu tidak bisa memilih antara istrimu atau perusahaan yang merupakan seluruh aset kekayaanmu?” desak Tuan Gilberto.“Kakek!” hardik Gio di depan semua orang. “Menurutku itu bukan pilihan.”Anak bodoh! Tuan Gilberto mencibir Gio. Padahal kan Gio tinggal memilih saja. Itu menurut Tuan Gilberto. Tetapi bagi Gio, disuruh memilih antara Kirey dan seluruh warisannya merupakan pilihan yang sulit. Dua-duanya sudah menjadi kebutuhan hidup Gio sehari-hari. Dia tidak bisa hidup tanpa kekayaannya. Namun, dia juga tidak bisa tidur nyenyak tanpa Kirey ada di sampingnya.“Kenapa Kakek tidak mengerti perasaanku?” keluh Gio.“Perasaan macam apa yang kamu rasakan itu? Selama ini kamu sering main dengan wanita di luaran sana. Lalu, apa salahnya sekarang kamu menyingkirkan wanita itu dari hidupmu?” sindir Tuan Gilberto.“Kakek! Aku serius mencintai Kirey,” ungkap G
“Gio, tolong aku! Perutku rasanya seperti diobok-obok,” keluh Kirey.“Tuh, kan! Apa aku bilang. Seharusnya kamu nurut sama aku, Kirey. Kita harus segera pergi ke dokter untuk memastikan keadaan perutmu,” Gio panik. Di tengah kepanikannya itu dia malah kelihatan sewot dan membuat Kirey tambah emosi.“Iya, nanti. Sekarang aku lapar banget. Kita makan dulu aja. Habis itu baru ke dokter,” tawar Kirey. Dalam keadaan darurat seperti ini bisa-bisanya Kirey menawar, ingin makan dulu sebelum pergi ke dokter.Ckckck. Gio berdecak. “Ya udah, buruan! Sekarang kita makan dulu,” ajak Gio sambil memegangi tangannya. Membawa Kirey masuk ke café and resto yang mereka tuju.Kirey duduk di sofa, di sebuah ruangan VIP yang khusus dipesan oleh Gio. Agar mereka lebih leluasa dan mengantisipasi jika terjadi mual-mual lagi pada Kirey. Nggak banget kan pada saat menyantap makan siang, tiba-tiba Kirey mual-mual di depan umum.
“Aku? Ah, aku hanya mencari udara segar di sana,” Kirey menutup-nutupi. Dia terpaksa berbohong. Dia tidak ingin Gio tahu jika dirinya tengah bersama Sammy tadi. Bisa salah paham nantinya.“Ini kan masih pagi?” Gio heran.“Justru itu. Mumpung masih belum terik aku berjemur dulu di atap. Sinar mentari pagi itu kan bagus untuk kesehatan tubuh,” Kirey beralasan.Aish! Ngomong apa dia? Kenapa bicaranya jadi ngalor ngidul begini sih? Kirey jadi salah tingkah. Namun, dia berhasil menutupinya dengan sangat rapi. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan pada diri Gio.Gio tersenyum. Dia maju dua langkah tepat di depan Kirey. Lalu, mencubit pipi Kirey gemas. “Yang penting jaga kesehatanmu, Sayang. Jangan sampai sakit, ya,” Gio menasihati. Sikap Gio disaksikan banyak orang, terutama pengikutnya yang berada di barisan belakang.“Kalau gitu, aku kembali dulu ke ruanganku,” Kirey pamit pada Gio. Karena dia
Kirey malu mengakuinya di depan Gio. Dia membuka pintu kemudian segera masuk ke kamar. Kalau bisa dia ingin bersembunyi di bawah selimut atau menutupi wajahnya dengan bantal. Aish! Kirey menutup wajah dengan kedua tangannya saja.Ceklek!Gio menutup pintu kamarnya, menguncinya dari dalam. Tiba-tiba Gio melepas tangan istrinya kemudian mencium bibir Kirey dengan sangat lembut.Deg!“Gio tunggu sebentar!” cegah Kirey. Dia melepas ciuman Gio.Kirey merasa belum siap mendapat serangan mendadak dari Gio. Namun, Gio sama sekali tidak memedulikannya. Dia terus melancarkan aksinya.“Kirey, kenapa kamu selalu saja membangkitkan gairahku?” ujar Gio dengan nada suara mendesah-desah manja. Ala-ala pria dewasa yang sedang ingin bercinta.“Apa?” Kirey membelalak.“Ya, aku selalu tergoda olehmu, Sayang.”Kirey selalu dibuat berdebar-debar oleh Gio. Ciuman panasnya selalu membuat Kirey ber