Share

3 - Kesetanan

            Gugun sangat terkejut ditabrak oleh Anja, terlebih kepala belakangnya membentur lantai. Dia mendadak pening dengan pandangan memburam. Kendati dalam kondisi telentang seperti itu, dia tetap refleks mencekik leher Anja yang kini berada di atas tubuhnya. Gendang telinganya dipukul oleh suara geraman Anja yang menakutkan, tetapi karena itu pandangannya kembali fokus. Dia pun sadar betul tengah dalam kondisi genting, di mana nyawanya seolah hendak dicabut oleh Anja.

Kedua mata Anja yang semerah darah tak pernah berkedip. Kedua tangannya terus menggapai-gapai tubuh Gugun, sampai kemudian berhasil mencekik leher temannya itu. Sambil menggeram, sesekali giginya bergemelutuk karena hendak menggigit Gugun.

            “To-tolonggg …,” tandas Gugun seraya menoleh ke kiri. Dia melihat Dokter Idrus dan Suster Ana berjongkok di bawah meja.

            Dokter Idrus dan Suster Ana bersitatap dengan wajah tegang. Keduanya masih belum berani bergerak barang sedikit pun. Mereka takut salah mengambil keputusan lantaran tak ingin malah mereka yang celaka.

            Gugun tetap berupaya menahan tubuh Anja yang terus bergerak tak terkendali. Ingin rasanya dia mendorong Anja, tetapi tak punya kekuatan untuk melakukan itu. Sedangkan kedua kakinya yang hendak menendang terus ditahan oleh tungkai Anja. Sementara itu, mukanya sudah memerah padam dan napasnya tersendat akibat cekikan Anja. “To-tolonggg …,” pintanya lagi kepada Dokter Idrus dan Suster Ana.

            Kali ini ada dorongan dalam batin Dokter Idrus dan Suster Ana untuk segera menolong Gugun. Perasaan itu bukan hanya didasari karena mereka tenaga medis yang terbiasa menolong orang, tetapi juga lantaran cuma mereka yang saat ini bisa membantu Gugun. Di area itu tidak ada orang lain.

Sementara itu, beberapa orang yang berada di dalam tirai pasien hanya mendengar samar akan permintaan tolong Gugun. Mereka berpikir tidak ada keadaan yang mengerikan, yang bisa jadi berimbas ke diri mereka.

Dokter Idrus berdiri. Dengan takut-takut dia menghampiri Anja.

“Tendang aja, Dok,” kata Suster Ana seraya berdiri, tetapi tetap berada di dekat meja.

Dokter Idrus menelan ludahnya. Seumur hidup dia tidak pernah menendang siapa pun, sehingga melakukan itu sulit sekali.

“Ce-cepaattt, Dok,” rengek Gugun yang merasa hampir mati.

Dokter Idrus mengambil ancang-ancang untuk menendang. Belum sempat dia melayangkan kakinya ke tubuh Anja, tiba-tiba saja Suster Ana berlari cepat memukul tubuh Anja menggunakan bangku.

Hantaman itu membuat Anja terpental ke kanan membentur tembok. Namun, dia tampak tidak kesakitan sama sekali. Sepertinya rasa sakit sudah tiada dalam otak dan keseluruhan tubuhnya. Dia pun bangkit berdiri. Kendati kedua tungkainya terlihat goyah, tetapi dia tetap menakutkan. Matanya yang semerah darah benar-benar nyalang melihat Gugun, Suster Ana, dan Dokter Idrus.

Gugun yang terbebas dari cengkeramam Anja langsung berdiri sambil terbatuk-batuk. Dia memegang lehernya yang sakit sembari mundur mendekati Suster Ana. Dia terus mengawasi Anja karena khawatir temannya itu kembali menyerangnya. Kali ini dia harus siap menghindar atau melawan.

Anja kembali menggeram.

“Nja, sadar, Nja!” seru Gugun.

Anja tidak mendengarkan ucapan Gugun. Dia kini memfokuskan pandangannya kepada Suster Ana.

“Dia bukan lagi temanmu,” tandas Dokter Idrus.

“Apa maksud, Dokter?” Gugun bertanya tanpa melihat Dokter Idrus. Dia terus menatap Anja yang mulai mengangkat kedua tangan untuk siap kembali menerkam.

            “Mungkin dia kerasukan setan,” terka Suster Ana.

            Tanpa aba-aba lagi, Anja berlari menuju suster Ana. Dia kembali menyerang dengan geraman dan raut muka yang seperti kelaparan. Namun, gerakannya terhenti karena tubuhnya terkena bangku yang dilempar Suster Ana.

            “Sus, cepat panggil sekuriti!” kata Dokter Idrus.

            Suster Ana tidak menyahut karena pikirannya kalang kabut. Kendati tadi dia cukup berani, tetapi kali ini merasa takut lagi.

            “Ayo!” Gugun menarik lengan suster Ana untuk keluar dari IGD.

            Sementara itu, beberapa orang mulai keluar dari balik tirai pasien. Mereka saling bertanya  karena mendengar suara ribut yang tak kunjung selesai. Kini, mereka menduga ada yang tidak beres di sekitar mereka.

            Baru saja Gugun dan Suster Ana sampai di antara ranjang pasien, keduanya mendengar suara gedebuk yang membuat mereka spontan berhenti melangkah. Keduanya membalikkan badan untuk memeriksa keadaan. Bersama orang-orang di sana, keduanya menyaksikan Anja kini menindih dokter Idrus yang telentang di lantai.

            Anja membenamkan wajahnya ke leher Dokter Idrus, sementara kepalanya bergerak patah-patah seperti sedang menggigit dan menarik sesuatu dengan giginya. Sementara itu, kedua tungkainya menahan gerakan kaki Dokter Idrus. Sedangkan kedua tangannya mencengkeram kuat lengan Dokter Idrus.

            Semua orang makin waswas dengan jatung berdebar-debar, terutama Gugun dan Suster Ana yang tahu betul bagaimana beringasnya Anja. Beberapa orang makin bingung dan bertanya-tanya apa yang tengah dilakukan Anja terhadap Dokter Idrus.

            Tiba-tiba Anja menghentikan kegiatannya. Kepalanya berhenti bergerak untuk sesaat. Kemudian dia menoleh dengan gerakan cepat ke arah semua orang. Kedua matanya makin merah membara, sementara mulutnya berlumuran darah. Dia menggeram seraya berdiri dengan gerakan yang siap menyerang semua orang.

            Sementara itu, tubuh Dokter Idrus kelojotan. Darah merembas dari leher membahasi pakaiannya dan lantai.

            Seorang ibu refleks berteriak histeris melihat Anja. Seorang perempuan belia langsung berlari keluar IGD. Sementara yang lainnya membeku, seakan-akan kedua kaki mereka dipaku ke lantai.

            Anja kemudian berlari menuju orang-orang.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Irayshi
sepertinya penulis lupa, rumah sakit gak boleh berisik, seharusnya sudah terjadi kerusuhan dari pasien lain atau satpam yang ada rumah sakit itu :(
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status