Share

4 - Serangan mematikan

            Dokter Idrus berdiri kaku ketika Anja menabraknya. Dia tak sanggup menghindar, seolah otak dan kedua kakinya dibekukan oleh jantungnya yang berdebar-debar. Punggung dan kepala belakangnya membentur lantai dengan keras. Sementara dia tahu betul Anja menyerangnya dengan semakin beringas.

            Karena tak sempat menahan atau melawan, Dokter Idrus langsung kepayahan. Ketakutan benar-benar membuatnya tak berdaya. Sesaat dia menyesal, kenapa tadi tak bisa berlari atau dia saja yang memanggil sekuriti? Tak bisa dia berpikir lagi, Anja langsung menerkam lehernya. Bagian otot yang menghubungkan kepala dengan badan itu digerogot Anja.

            Seperti setan kelaparan Anja menarik daging leher Dokter Idrus. Namun, dia tidak mengunyah dan menelan otot yang terlepas dari leher Dokter Idrus, tetapi dia memuntahkannya ke lantai. Dia kembali menggigit luka menganga di leher Dokter Idrus yang mengeluarkan darah. Lalu kelenjar air liurnya berproduksi sangat cepat dan lebih banyak. Air liur itu menodai pembuluh darah dan jaringan saraf leher Dokter Idrus, bahkan air liur tersebut mengalir cepat memasuki arteri karotid dan vena jugularis. Air liur yang sudah dicemari sari pati jamur itu terus menyebar ke seluruh organ internal dan mengacaukan otak Dokter Irus.

            Anja menoleh dengan cepat ke arah Gugun, Suster Ana, dan beberapa orang yang berdiri di antara ranjang pasien. Dengan mata memancarkan kemerahan yang mengancam, dia bersiap untuk menyerang semua orang.

            Sementara itu, Dokter Idrus merasakan sakit luar biasa pada lehernya. Dia memegang luka menganga di lehernya itu. Dia hendak menekan luka tersebut agar bisa menghentikan pendarahan, tetapi usaha itu sia-sia. Darah terus keluar dari luka itu karena pembuluh darah dan saraf lehernya ada yang putus dan rusak, terlebih sudah diracuni oleh air liur Anja. Bahkan, tubuhnya menjadi kejang-kejang akibat reaksi dari inti sari jamur yang sudah bercampur dengan air liur Anja. Tak lama setelah itu, jantungnya berhenti dan seketika itu pula dia mati.

            “Aaaaa …!” teriak seorang ibu dengam batin syok dan wajah ketakutan. Alih-alih berlalu dari tempat itu, dia cuma mampu mundur satu langkah.

            Seorang perempuan muda berlari keluar IGD berniat memanggil sekuriti. Hanya dia satu-satunya orang yang berhasil bergerak menjauh dari area itu, meski sekujur tubuhnya merinding.

            Gugun, Suster Ana, dan beberapa orang lainnya masih diam di tempat. Mereka belum juga bereaksi untuk segera melarikan diri. Dalam pikiran mereka sama, yakni mencerna apa yang kiranya tengah terjadi pada Anja.

            Darah keluar dari mulut Anja sampai ke dagunya, lalu cairan merah itu menetes menodai pakaiannya. Kini kedua tangannya direntangkan ke depan. Dia berlari sambil menggeram menuju semua orang.

            Kali ini yang lebih dulu bergerak adalah Suster Ana. Dia spontan menarik lengan Gugun. Dia berlari ke sisi kiri, membuka pintu toilet, masuk bersama Gugun, lalu menutupnya dengan rapat.

            Sementara beberapa orang lain ada yang bergegas keluar dari IGD. Ada yang pula bersembunyi di kolong ranjang pasien. Sebagian dari mereka tak bisa berpikir jernih untuk segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Bagi mereka, yang penting lebih dulu menghindari serangan Anja.

            “Kunci,” kata Gugun kepada Suster Ana yang masih memegang lengannya dengan tangan gemetar.

            Suster Ana melepaskan tangannya dari lengan Gugun dengan perasaan malu. Dia sungguh tidak sadar telah menarik lengan Gugun. Sebelumnya, dia tidak pernah berpegangan tangan dengan laki-laki. Dia yang terbilang cantik, tetapi belum memiliki dambaan hati. Padahal, yang menaksir dirinya ada beberapa orang, tetapi dia masih enggan menjalin hubungan asmara.

            “Lekas dikunci!” perintah Gugun lagi dengan suara lebih keras. Pasalnya, Suster Ana berada di depannya yang lebih dekat dengan gagang pintu. Sedangkan dia berdiri di belakang Suster Ana, di atas WC jongkok.

            Suster Ana tersadar dari kecanggungannya, lalu mengunci pintu yang terbuat dari plastik berwarna putih itu dengan menekan tombol pada gagang pintu. Kendati begitu, dia dan Gugun tetap saja waswas. Keduanya berpikir sama, bahwa pintu tersebut bisa saja didobrak oleh Anja.

            Gugun dan Suster Ana mendengar bunyi tirai-tirai yang disingkap dengan kasar, gedebuk seperti orang yang menghantam lantai dan tembok, dan barang-barang yang terjatuh ke lantai. Keduanya bersitatap dengan jantung yang makin berdetak tak keruan. Keduanya pun mau tak mau meningkatkan kewaspadaan, khawatir kalau-kalau Anja berhasil masuk ke tempat persembunyian mereka itu.

            “Aaaa !!!”

            “Tolonggg …!”

            Gugun meletakkan jari telunjuk ke bibirnya, memberi isyarat kepada Suster Ana agar jangan bicara. Setelah dia mendengar suara teriakan seorang perempuan paruh baya dan permintaan tolong seorang gadis itu nyalinya makin ciut.

            Suster Ana membekap mulutnya. Sementara kedua matanya memancarkan kehawatiran dan ketakutan yang kian menjadi.

            “Bangsat lu!”               

            “Gggrrr!”

            Suster Ana melangkah ke kanan. Dia merapatkan punggungnya pada tembok.

            Buk! Buk! Buk!

            “Aaaaa …!!!”

            Brak!

            Sesuatu menghantam pintu toilet.

            Suster Ana dan Gugun kembali saling melihat.

            Sementara di luar suara gaduh makin terdengar kacau. Tampaknya ruang IGD sudah berantakan. Mungkin juga telah ada korban baru karena serangan Anja. Begitulah terkaan Gugun dan Suster Ana.

            Brak!

            “Kayaknya pintunya lagi didobrak,” cetus Suster Ana dengan suara pelan, tetapi terdengar jelas di telinga Gugun.

            Gugun juga mengkhawatirkan apa yang dikatakan oleh Suster Ana. Dia melihat ke tembok atas dan langit-langit toilet. Dia tidak mendapati jendela atau celah untuk melarikan diri dari kamar kecil itu.

            Brak!

            Gugun dan Suster Ana terkejut lagi seraya melihat gagang pintu. Keduanya khawatir pintu itu tak lagi bisa menahan dobrakan dari luar, sehingga terbuka dan nyawa keduanya terancam.

            BRAK!!!

            Pintu toilet terkuak.

***

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status