Elea terburu-buru meninggalkan apartemen miliknya, entah kenapa sejak keluar dari apartemen, seperti ada yang mengikutinya. Namun, saat dia menoleh dan mencari keberadaan orang tersebut, malah tidak terlihat batang hidungnya."Apa ini hanya perasaanku saja? Atau itu orang-orang yang ingin membunuhku?" Elea mempercepat langkahnya menuju basement.Seketika Elea mengingat kata-kata Alvin semalam, lelaki itu mengatakan padanya bahwa tidak seharusnya dia merasakan ketakutan seperti saat itu karena semakin dia merasa takut, semakin lemah juga dirinya.Sementara itu, Alvin pun masih mengusahakan agar dirinya bisa selalu dalam pengawasan Alvin."Tarik napas … aku harus tenang."Elea sudah berada di basement, saat hendak masuk ke dalam mobil tiba-tiba seseorang memukul punggungnya, membuat wanita itu tersungkur."Ah!" Elea segera menoleh ke belakang.Seorang lelaki berdiri menatap Elea yang sudah terjatuh di lantai. Tatapan lelaki tersebut seolah penuh kemarahan, Elea bisa melihat jelas dari s
Sejak kondisi istri dari atasannya tidak baik-baik saja, Alvin sangat disibukan dengan pekerjaan Arley yang diserahkan padanya, hingga dia sendiri tidak sempat memperhatikan kehidupan pribadinya."Bagaimana saat ini, apakah masih ada orang yang terus mengganggu atau meneror?" tanya Alvin pada Elea saat mengantarkan wanita itu masuk ke dalam apartemen."Terakhir kali ada yang sampai nekat memukulku, tetapi beruntung ada seseorang yang menolongku. Aku sempat ingin memberitahu, tetapi kamu tidak merespon panggilanku," kata Elea.Alvin membukakan pintu untuk Elea, kemudian mereka masuk dan duduk di sofa."Aku benar-benar minta maaf, akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Tuan Arley memintaku untuk meng-handle pekerjaan di kantor," ujar Alvin merasa bersalah."Sudahlah tidak masalah, aku mencoba apa yang kamu katakan untuk tidak takut. Aku rasa orang-orang itu tidak akan lagi menggangguku," kata Elea sangat yakin.Terbukti sejak beberapa hari kejadian seseorang memukulnya, sejak saat itu pula t
"Kalau kedatanganmu ke sini hanya membahas masalah kontrak kerjasama yang sudah berakhir, lebih baik keluar saja dari ruanganku. Aku sedang tidak ingin membahas apa pun saat ini."Arley baru saja masuk ke dalam ruangan Jeremy, tetapi dia sudah mendapatkan pengusiran dari sahabatnya. Sungguh, itu bukan hal yang biasa aja yang Jeremy lakukan."Aku tidak menyangka sikapmu seperti ini, aku tidak akan mempermasalahkan mengenai kontrak tersebut. It's ok, anggap saja berakhir seperti seharusnya, tetapi apa sampai berlarut-larut seperti ini keadaan kita?" Arley berdiri menatap Jeremy yang duduk di kursi kebesarannya."Kau tahu aku sangat mencintai Dayana, aku pernah merelakannya untukmu. Namun, setelah aku merasa bisa kembali mencintai Dayana dengan tenang, nyatanya dia depresi dan memilih mengakhiri hidupnya dan itu karenamu!""Jadi, kau menghukumku dengan cara seperti ini?" tanya Arley. tidak ada tanggapan apa pun dari Jeremy.Suasana saat ini hanyalah hening, kedua orang itu sibuk bergelut
Saat ini Arley sudah berada di mobil hendak menyusul kakak tirinya, sebelumnya dia sudah berpamitan pada sang istri. Arley merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ef, itu sebabnya kini dia ingin menemui Ef.Seiring berjalannya waktu, dia bisa menerima bahwa mereka berdua adalah kakak beradik, meskipun bukan terlahir dari rahim wanita yang sama. Namun, Arley sadar dalam diri mereka mengalir darah sang daddy—Austin Williams.Tidak sia-sia Arley melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, akhirnya dia melihat keberadaan mobil Ef dan segera menghadang mobil tersebut.Setelah berhasil menghentikan laju mobil Ef, terlihat kedua orang itu sama-sama menuruni mobilnya."Arley?" Ef terlihat bingung dengan apa yang baru saja dilakukan Arley."Kau mau ke mana?" tanya Arley berjalan menghampiri kakak tirinya.Ef menaikkan satu alisnya. "Aku? Aku mau ke luar negeri pagi ini juga, ada pekerjaan mendesak di sana.""Pekerjaan apa? Memangnya kau memiliki bisnis lain di luar negeri?" tanya Arley, "ja
Ef dan Arley tiba-tiba saja saling menatap, saat menyadari apa yang sudah terjadi, hal itu semakin membuat Alexa menegang."Ah, maaf." Ef segera mengalihkan perhatiannya dari Alexa. Sungguh, dia merutuki dirinya sendiri, terlalu bersemangat mendengar Alexa mengucapkan panggilan sayang, yang sejak dulu dia harapkan tersematkan untuknya.Arley segera mendekati sang istri dan memberikan gelas berisi air putih. "Ayo minum dulu!"Wanita hamil itu pun segera meminumnya, kemudian menyerahkan gelas itu pada Arley dan memintanya untuk minum."Aku tidak haus, Baby," kata Arley mengernyit."Tidak apa-apa minum saja," ujar Alexa. Dia tahu suaminya tidak haus, tetapi setidaknya bisa menahan emosi.Baiklah Arley pun menurut apa yang diperintahkan istrinya."Emm, kalian have fun di sini ya. Aku ke kamar, mau istirahat," ucap Alexa."Ef, tunggu sebentar aku akan mengantar Alexa ke kamar."Ef mengacungkan ibu jarinya. "Oke."Saat menuju kamar, Alexa terus memperhatikan wajah sang suami. Dia sangat kha
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Alvin."Ya, aku baik-baik saja."Alvin menatap serius, seolah tidak percaya dengan jawaban Arley. "Wajah Anda terlihat sangat pucat, sepertinya Anda kurang sehat?""Kau tidak percaya denganku? Aku baik-baik saja," kata Arley pada Alvin dan berjalan menuju ruang meeting.Arley sengaja tidak memberitahukan Alvin bahwa memang dirinya sedang merasakan demam dan sakit di seluruh tubuhnya. Semua itu karena dia malu mengakuinya, apa yang akan Alvin pikirkan tentang dirinya jika tahu, Arley demam karena mandi larut malam."Bukan, saya hanya khawatir tiba-tiba kondisi Anda drop saat meeting nanti. Ini meeting penting, satu desain yang perusahaan kita tawarkan untuk Tuan Jacob disetujui dan beliau mau membelinya dengan harga tinggi, asalkan Anda bersedia membuatkan satu desain sesuai arahannya untuk ruang kerja di kantornya," kata Alvin."Harus dengan tanganku sendiri?" tanya Arley. Alvin menganggukan kepalanya.Arley terkekeh. "Aku sanggup, Al. Aku hanya seda
"Mau ke mana, El? Kamu baru saja pulang, aku datang membawakan ini untukmu. Emm, maksudku untuk kita. Aku boleh menumpang makan di sini kan?" tanya Devan dengan tangan yang memegang paper bag berisi makanan.Elea ingin sekali mengejar Alvin, tetapi Devan seakan tidak ingin membiarkan itu terjadi."Dev, aku harus—""El, kita masuk sekarang!"Elea mengedarkan pandangannya mencari Alvin yang sudah tidak terlihat lagi di sana. Dia sangat merasa bersalah atas semua yang terjadi, entah bagaimana cara dia minta maaf pada kekasihnya."Ayo, El!" ajak Devan menyadarkan Elea dari keterdiamannya.Mau tidak mau, Elea menerima ajakan Devan karena rasa tidak enaknya. Mereka berdua masuk ke dalam apartemen Elea."Kamu kenapa sih, El? Masih mikirin lelaki yang tadi ya? Memangnya dia siapa?" Pertanyaan yang sejak tadi Devan tahan, khawatir jawaban Elea tidak sesuai harapannya."Tidak apa-apa. Ayo kita ke dapur!"****"Sakit sekali rasanya …." Senyum miris terukir di bibir lelaki berusia 30 tahun.Alvin
Alexa terdiam menatap dan menelisik seorang wanita yang berdiri dekat meja makan. Tingginya tidak berbeda jauh dengannya, wanita itu memiliki kulit yang kecoklatan serta rambut dengan panjang sebahu."Kamu siapa?" tanya Alexa.Wanita itu tampak gugup melihat Alexa yang menatapnya tidak biasa. "Saya Jennifer, Nona."Alexa berpikir sejenak mengenai Jennifer, seingatnya dia tidak pernah bertemu dengan wanita di hadapannya saat ini."Mika!" teriak Alexa.Pemilik nama yang dipanggil pun segera berlari menghampiri Alexa dengan terburu-buru."Iya, Nona." Mika menghadap Alexa."Wanita bernama Jennifer ini siapa? Apa dia keluargamu?" tanya Alexa.Mika menggeleng pelan, dengan hati-hati dia berkata, "Nona Jennifer ini adik dari Tuan Jeff, katanya kedatangannya ke sini atas permintaan Tuan Arley."Dahi Alexa mengernyit. "Permintaan suamiku?"Raut wajahnya seketika berubah, tangannya mengelus perutnya deng
"Ken aku belum pernah melakukannya," ucap Feira menghentikan aksi lelaki yang sudah menjadi suaminya, saat akan mencumbunya lebih dalam lagi.Baru bibir Ken yang menyentuh lehernya saja, Feira benar-benar merasakan sesuatu yang berbeda, yang belum pernah ia rasakan. Entah bagaimana jika Ken melakukan hal yang lebih dari itu. Mungkin Feira akan terbang dibuatnya."Apa kamu pikir aku sudah pernah melakukan ini sebelumnya?" Ken menaikan satu alisnya.Feira menggeleng. "Bukan itu maksudku."Ken mengusap pipi Feira. Terlihat sekali bahwa wanita itu itu sangat tegang. "Lalu? Kamu belum siap, tidak masalah aku akan menunggu sampai kamu siap.""Kamu yakin akan menunggu sampai aku siap?" tanya Feira kembali. Sebenarnya ada rasa tidak rela jika harus menunggu nanti.Ken mengangguk dengan sangat yakin. "Ya, apa waktu 2 menit lagi cukup? Atau aku mandi sebentar, setelah itu kita—"Feira mencium bibir Ken, membuat lelaki itu menghentikan ucapannya. Tidak begitu lama, Feira melepaskan ciuman terseb
Tiba di hari, di mana Ken dan Feira melangsungkan pernikahan di sebuah gedung. Acara pesta pernikahan itu digelar sangat mewah. Semua sudah rencana Arley, Alexa, Jeremy dan Rihanna.Tentu saja itu rencana para orang tua, mereka sama-sama merasa hanya memiliki satu orang anak. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk membuat acara yang mewah dan mengundang banyak kolega mereka. Terlepas dari masa lalu mereka, kini masing-masing dari mereka mencoba menjadi orang tua yang baik untuk anak dan menantu mereka.Ken dan Feira yang kini sudah resmi menjadi sepasang suami istri, mereka tampak tidak ragu dan malu memperlihatkan kemesraan mereka di hadapan banyak orang. Gaun pengantin terlihat elegan dikenakan Feira, serasi dengan jas yang dikenakan Ken membuat tampilan lelaki itu semakin gagah. Semua tamu pun tampak lebih fokus kepada Ken dan Feira, sesuai keinginan Ken."Ken, cubit aku sekarang," pinta Feira.Ken menoleh pada Feira dan mengernyit. "Kenapa aku harus mencubitmu? Kita baru saja men
Saat ini Ken hanya bisa memantau hubungan Violet, ia memang khawatir dengan sahabatnya. Namun, ia lebih khawatir lagi jika sampai kembali menaruh hati pada Violet. Selagi Violet mengatakan jika dirinya baik-baik saja, maka Ken tidak akan turun tangan untuk mencampuri hubungan sahabatnya dengan sang tunangan.Hari-hari berlalu, Violet tidak pernah lagi bercerita mengenai Deon. Ken berharap, Deon sudah bisa bersikap lebih baik pada sahabatnya, Violet. Saat ini pun, Ken hanya fokus pada pernikahannya yang sudah tinggal menghitung hari.Malam ini, Ken bersama dengan Feira di kediaman Davis. Ken diundang makan malam oleh Jeremy. Sebenarnya Jeremy juga mengundang Arley dan Alexa, tetapi mereka memiliki kesibukan lain dan terpaksa tidak memenuhi undangan dari Jeremy."Fei, di mana daddy-mu?"Feira mengangkat bahunya. "Katanya keluar sebentar, tetapi aku tidak tahu Pak Tua itu ke mana. Atau mungkin sedang ada tamu ya?""Begitu ya. Kita tunggu saja, kamu belum lapar 'kan?" tanya Ken.Feira ters
"Vio, kamu di sini?" tanya Feira saat melihat yang datang adalah Violet sahabatnya.Violet gugup saat melihat kehadiran Feira di sana, ia pikir Ken hanya sendiri. Ia menatap Ken, berharap lelaki itu mau membantunya mencari jawaban yang tepat agar Feira tidak cemburu. Kedatangan Violet sendiri memang untuk bertemu dengan Ken."Vio, apa kamu ke sini untuk bertemu dengan daddy-mu?" tanya Ken.Violet tersenyum. "Iya, Ken. Aku baru saja dari ruangan Daddy, saat melewati ruanganmu tiba-tiba saja aku ingin masuk dan mengganggumu bekerja, tetapi sepertinya kedatanganku tidak tepat. Kalau begitu aku pulang saja.""Eh, kenapa pulang? Aku sudah selesai, kalau kamu mau bertemu dengan Ken, silakan. Aku mau pulang, Vio," ucap Feira."Ken, aku pulang ya," kata Feira pada Ken."Jangan lupa memberiku kabar setelah sampai ya, Sayang." Ken mengusap kepala sang kekasih.Feira tersenyum pada keduanya, kemudian meninggalkan Ken dan Violet di sana.Ken dan Violet saling mantap setelah kepergian Feira. Ken m
"Aku akan mengatur waktu yang pas untuk memberi tahu Fei mengenai mommy-nya," ucap Jeremy.Arley tampak sangat penasaran. "Memangnya siapa wanita yang kau nikahi?""Kau ingat asistenku Rihanna?" Jeremy menatap Arley."Iya, apa kau mencintainya?" tanya Arley.Jeremy menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak mencintainya, hanya saja saat itu daddy Rihanna sakit keras dan membutuhkan biaya yang cukup besar, dari sanalah kami membuat kesepakatan. Aku akan menikahinya dan memberikan sejumlah uang yang dia butuhkan, dengan syarat setelah dia melahirkan anak dariku … aku akan menceraikannya dan membawa anak kami.""Aku tidak ingin mencintai siapa pun dan aku hanya ingin hidup bersama anakku," ungkap Jeremy."Apa Rihanna menyetujui begitu saja saat Feira kaubawa?" tanya Arley."Apakah sekarang kau sudah menjadi seorang wartawan berita? Banyak sekali pertanyaanmu!"Arley duduk di kursi taman. Saat ini mereka memang sedan
Di kediaman Williams, terdapat banyak tamu. Mansion itu terlihat sedang memiliki acara. Ken pun berpenampilan sangat rapi dengan tuxedo, ia tampak gagah dan tidak diragukan lagi, wajahnya mewarisi ketampanan sang daddy.Ken sendiri sedang menemui beberapa tamu. Sesekali menyapa tamu lain yang baru saja datang. Setelahnya tatapan Ken tertuju pada seorang wanita yang berjalan ke arahnya, tak lain adalah kekasihnya.Feira tampak memperhatikan ruangan mansion tersebut, ia mengedarkan pandangannya pada ruangan yang dihias meriah dan sangat mewah.Kini Feira sudah berdiri di hadapan kekasihnya. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi di sana."Pertunangan Kenric Williams?" Feira membaca di dalam hati, sebuah tulisan yang cukup besar di sana."Ken." Mata Feira sudah berkaca saat tatapannya terpaut dengan Ken.Tidak jauh dari mereka, seorang wanita mengenakan gaun mewah khas sebuah pesta tengah berjalan ke arah mereka. "Ka
Pagi ini, Jeremy mengunjungi suatu tempat yang jarang sekali ia datangi. Bagaimana tidak jarang, hatinya selalu saja merasa sakit dan kembali terpuruk ketika mengunjungi tempat tersebut. Pemakaman Dayana, berada di sanalah ia saat ini."Dua puluh tahun lebih, kita berpisah. Namun, bayanganmu masih saja seolah nyata di hatiku, Day."Jeremy menatap kosong pada makam Dayana. "Mungkin sudah saatnya aku melanjutkan kembali hidupku. Ada putriku yang berusaha keras memperjuangkan cintanya, hanya karena traumaku.""Aku tidak ingin menyesal karena merenggut kebahagiaan putriku. Aku datang ke sini, ingin meminta izin melepaskan perasaan ini. Putriku harus bahagia," ujar Jeremy.Cukup lama Jeremy berada di sana, ia benar-benar ingin memberikan perpisahan terbaik, meskipun Dayana akan terus hidup di hatinya. Ia harus memperhatikan kenyataan di sekitarnya. Sudah seharusnya ia menata hidupnya kembali bersama putrinya."Aku pulang, Dayana. Kamu akan melihat kehidupanku yang baru dan berbahagialah un
"Daddy, sebagai sahabat Tuan Jeremy, tentu Daddy tahu kan mengenai hal apa saja yang disukai Tuan Jeremy," ujar Ken pada sang Daddy."Memangnya, kenapa?" tanya Arley pada Ken yang duduk di seberang meja kerjanya.Sembari mengusap dagunya Ken menjawab, "Aku ingin mencoba dekat dengan daddy-nya Fei. Semoga saja dengan cara itu daddy-nya Fei bisa merubah pendiriannya dan menyetujui hubungan kami."Arley mengangguk. Ya, ia merasa setuju dengan yang diucapkan putranya. Ia sendiri tahu bahwa Jeremy adalah orang yang baik."Saat dulu kami sering menonton, lari adalah olahraga kami dan … Jeremy sangat menyukai pizza. Kamu tahu, dia sanggup menghabisi pizza dalam jumlah yang banyak, bahkan dia tidak pernah bosan jika harus memakannya setiap hari," ungkap Arley. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya, mengingat kembali masa-masa saat bersama sahabatnya itu."Daddy pasti sangat merindukan hal-hal yang dulu pernah terjadi di antara kalian.""Tentu, kami sangat dekat. Demi bisa melihat Daddy bahagia,
Saat jam makan siang hampir tiba, Arley mendatangi Jeremy di kantornya. Kedatangannya ke sana tentu saja memiliki maksud, ia ingin kembali membicarakan masalah yang sudah puluhan tahun membuat hubungannya dengan Jeremy merenggang. Arley bukannya tidak pernah meminta maaf, hanya saja selama ini Jeremy selalu saja menghindari Arley.Namun, kini karena masalah tersebut sudah berimbas pada anak-anak mereka. Tentu Arley harus melakukan sesuatu yang bisa membuat hati Jeremy terbuka. Sebagai orang tua, melihat Ken dan Feira seolah kesusahan menembus dinding yang begitu kokoh, hati Arley merasa iba."Selamat siang." Arley membuka pintu ruangan Jeremy.Jeremy menatap ke arah pintu, yang kini memperlihatkan sosok seorang lelaki paruh baya dengan tubuh yang terlihat masih sangat gagah mengenakan setelan jas. "Kau.""Aku ingin bicarakan sesuatu. Untuk itu izinkan aku masuk dan mengatakan hal ini padamu," ujar Arley masih berdiri di ambang pintu."Mas