Dalam sepinya jalan di malam hari, Arley merenung seorang diri di dalam mobilnya. Rasa bersalah berkumpul di dadanya, dia sudah terbawa emosi meluapkan kekecewaannya.Dia sadar, Alexa pun tidak akan menginginkan musibah itu terjadi."Argh!" Arley meremas rambutnya sendiri, menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.Lelaki itu melakukan panggilan melalui earpiece pada Daisy, sebelumnya Arley sempat menghubungi orang tua Alexa mengenai keadaan Alexa yang dirawat di rumah sakit."Malam, Mom. Apa Alexa sudah tidur?" tanya Arley."Lexa baru saja terpejam, kamu kalau bisa jangan lama-lama marahnya. Saya tahu kamu pasti kecewa, tetapi bersikap seperti ini bukan solusi yang baik. Kehamilan Alexa saat ini sangat rentan, tolong tetap berikan dia hal-hal positif. Lexa butuh penyemangat," jawab Daisy."Iya, Mom. Sebentar lagi saya akan sampai di sana."****Alexa mengerjapkan matanya, melihat langit-langit kamar, di mana dia masih masih berada di rumah sakit."Rasanya seperti mimpi, tapi sakit sekal
Elea terburu-buru meninggalkan apartemen miliknya, entah kenapa sejak keluar dari apartemen, seperti ada yang mengikutinya. Namun, saat dia menoleh dan mencari keberadaan orang tersebut, malah tidak terlihat batang hidungnya."Apa ini hanya perasaanku saja? Atau itu orang-orang yang ingin membunuhku?" Elea mempercepat langkahnya menuju basement.Seketika Elea mengingat kata-kata Alvin semalam, lelaki itu mengatakan padanya bahwa tidak seharusnya dia merasakan ketakutan seperti saat itu karena semakin dia merasa takut, semakin lemah juga dirinya.Sementara itu, Alvin pun masih mengusahakan agar dirinya bisa selalu dalam pengawasan Alvin."Tarik napas … aku harus tenang."Elea sudah berada di basement, saat hendak masuk ke dalam mobil tiba-tiba seseorang memukul punggungnya, membuat wanita itu tersungkur."Ah!" Elea segera menoleh ke belakang.Seorang lelaki berdiri menatap Elea yang sudah terjatuh di lantai. Tatapan lelaki tersebut seolah penuh kemarahan, Elea bisa melihat jelas dari s
Sejak kondisi istri dari atasannya tidak baik-baik saja, Alvin sangat disibukan dengan pekerjaan Arley yang diserahkan padanya, hingga dia sendiri tidak sempat memperhatikan kehidupan pribadinya."Bagaimana saat ini, apakah masih ada orang yang terus mengganggu atau meneror?" tanya Alvin pada Elea saat mengantarkan wanita itu masuk ke dalam apartemen."Terakhir kali ada yang sampai nekat memukulku, tetapi beruntung ada seseorang yang menolongku. Aku sempat ingin memberitahu, tetapi kamu tidak merespon panggilanku," kata Elea.Alvin membukakan pintu untuk Elea, kemudian mereka masuk dan duduk di sofa."Aku benar-benar minta maaf, akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Tuan Arley memintaku untuk meng-handle pekerjaan di kantor," ujar Alvin merasa bersalah."Sudahlah tidak masalah, aku mencoba apa yang kamu katakan untuk tidak takut. Aku rasa orang-orang itu tidak akan lagi menggangguku," kata Elea sangat yakin.Terbukti sejak beberapa hari kejadian seseorang memukulnya, sejak saat itu pula t
"Kalau kedatanganmu ke sini hanya membahas masalah kontrak kerjasama yang sudah berakhir, lebih baik keluar saja dari ruanganku. Aku sedang tidak ingin membahas apa pun saat ini."Arley baru saja masuk ke dalam ruangan Jeremy, tetapi dia sudah mendapatkan pengusiran dari sahabatnya. Sungguh, itu bukan hal yang biasa aja yang Jeremy lakukan."Aku tidak menyangka sikapmu seperti ini, aku tidak akan mempermasalahkan mengenai kontrak tersebut. It's ok, anggap saja berakhir seperti seharusnya, tetapi apa sampai berlarut-larut seperti ini keadaan kita?" Arley berdiri menatap Jeremy yang duduk di kursi kebesarannya."Kau tahu aku sangat mencintai Dayana, aku pernah merelakannya untukmu. Namun, setelah aku merasa bisa kembali mencintai Dayana dengan tenang, nyatanya dia depresi dan memilih mengakhiri hidupnya dan itu karenamu!""Jadi, kau menghukumku dengan cara seperti ini?" tanya Arley. tidak ada tanggapan apa pun dari Jeremy.Suasana saat ini hanyalah hening, kedua orang itu sibuk bergelut
Saat ini Arley sudah berada di mobil hendak menyusul kakak tirinya, sebelumnya dia sudah berpamitan pada sang istri. Arley merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ef, itu sebabnya kini dia ingin menemui Ef.Seiring berjalannya waktu, dia bisa menerima bahwa mereka berdua adalah kakak beradik, meskipun bukan terlahir dari rahim wanita yang sama. Namun, Arley sadar dalam diri mereka mengalir darah sang daddy—Austin Williams.Tidak sia-sia Arley melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, akhirnya dia melihat keberadaan mobil Ef dan segera menghadang mobil tersebut.Setelah berhasil menghentikan laju mobil Ef, terlihat kedua orang itu sama-sama menuruni mobilnya."Arley?" Ef terlihat bingung dengan apa yang baru saja dilakukan Arley."Kau mau ke mana?" tanya Arley berjalan menghampiri kakak tirinya.Ef menaikkan satu alisnya. "Aku? Aku mau ke luar negeri pagi ini juga, ada pekerjaan mendesak di sana.""Pekerjaan apa? Memangnya kau memiliki bisnis lain di luar negeri?" tanya Arley, "ja
Ef dan Arley tiba-tiba saja saling menatap, saat menyadari apa yang sudah terjadi, hal itu semakin membuat Alexa menegang."Ah, maaf." Ef segera mengalihkan perhatiannya dari Alexa. Sungguh, dia merutuki dirinya sendiri, terlalu bersemangat mendengar Alexa mengucapkan panggilan sayang, yang sejak dulu dia harapkan tersematkan untuknya.Arley segera mendekati sang istri dan memberikan gelas berisi air putih. "Ayo minum dulu!"Wanita hamil itu pun segera meminumnya, kemudian menyerahkan gelas itu pada Arley dan memintanya untuk minum."Aku tidak haus, Baby," kata Arley mengernyit."Tidak apa-apa minum saja," ujar Alexa. Dia tahu suaminya tidak haus, tetapi setidaknya bisa menahan emosi.Baiklah Arley pun menurut apa yang diperintahkan istrinya."Emm, kalian have fun di sini ya. Aku ke kamar, mau istirahat," ucap Alexa."Ef, tunggu sebentar aku akan mengantar Alexa ke kamar."Ef mengacungkan ibu jarinya. "Oke."Saat menuju kamar, Alexa terus memperhatikan wajah sang suami. Dia sangat kha
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Alvin."Ya, aku baik-baik saja."Alvin menatap serius, seolah tidak percaya dengan jawaban Arley. "Wajah Anda terlihat sangat pucat, sepertinya Anda kurang sehat?""Kau tidak percaya denganku? Aku baik-baik saja," kata Arley pada Alvin dan berjalan menuju ruang meeting.Arley sengaja tidak memberitahukan Alvin bahwa memang dirinya sedang merasakan demam dan sakit di seluruh tubuhnya. Semua itu karena dia malu mengakuinya, apa yang akan Alvin pikirkan tentang dirinya jika tahu, Arley demam karena mandi larut malam."Bukan, saya hanya khawatir tiba-tiba kondisi Anda drop saat meeting nanti. Ini meeting penting, satu desain yang perusahaan kita tawarkan untuk Tuan Jacob disetujui dan beliau mau membelinya dengan harga tinggi, asalkan Anda bersedia membuatkan satu desain sesuai arahannya untuk ruang kerja di kantornya," kata Alvin."Harus dengan tanganku sendiri?" tanya Arley. Alvin menganggukan kepalanya.Arley terkekeh. "Aku sanggup, Al. Aku hanya seda
"Mau ke mana, El? Kamu baru saja pulang, aku datang membawakan ini untukmu. Emm, maksudku untuk kita. Aku boleh menumpang makan di sini kan?" tanya Devan dengan tangan yang memegang paper bag berisi makanan.Elea ingin sekali mengejar Alvin, tetapi Devan seakan tidak ingin membiarkan itu terjadi."Dev, aku harus—""El, kita masuk sekarang!"Elea mengedarkan pandangannya mencari Alvin yang sudah tidak terlihat lagi di sana. Dia sangat merasa bersalah atas semua yang terjadi, entah bagaimana cara dia minta maaf pada kekasihnya."Ayo, El!" ajak Devan menyadarkan Elea dari keterdiamannya.Mau tidak mau, Elea menerima ajakan Devan karena rasa tidak enaknya. Mereka berdua masuk ke dalam apartemen Elea."Kamu kenapa sih, El? Masih mikirin lelaki yang tadi ya? Memangnya dia siapa?" Pertanyaan yang sejak tadi Devan tahan, khawatir jawaban Elea tidak sesuai harapannya."Tidak apa-apa. Ayo kita ke dapur!"****"Sakit sekali rasanya …." Senyum miris terukir di bibir lelaki berusia 30 tahun.Alvin