"Kalau kedatanganmu ke sini hanya membahas masalah kontrak kerjasama yang sudah berakhir, lebih baik keluar saja dari ruanganku. Aku sedang tidak ingin membahas apa pun saat ini."Arley baru saja masuk ke dalam ruangan Jeremy, tetapi dia sudah mendapatkan pengusiran dari sahabatnya. Sungguh, itu bukan hal yang biasa aja yang Jeremy lakukan."Aku tidak menyangka sikapmu seperti ini, aku tidak akan mempermasalahkan mengenai kontrak tersebut. It's ok, anggap saja berakhir seperti seharusnya, tetapi apa sampai berlarut-larut seperti ini keadaan kita?" Arley berdiri menatap Jeremy yang duduk di kursi kebesarannya."Kau tahu aku sangat mencintai Dayana, aku pernah merelakannya untukmu. Namun, setelah aku merasa bisa kembali mencintai Dayana dengan tenang, nyatanya dia depresi dan memilih mengakhiri hidupnya dan itu karenamu!""Jadi, kau menghukumku dengan cara seperti ini?" tanya Arley. tidak ada tanggapan apa pun dari Jeremy.Suasana saat ini hanyalah hening, kedua orang itu sibuk bergelut
Saat ini Arley sudah berada di mobil hendak menyusul kakak tirinya, sebelumnya dia sudah berpamitan pada sang istri. Arley merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ef, itu sebabnya kini dia ingin menemui Ef.Seiring berjalannya waktu, dia bisa menerima bahwa mereka berdua adalah kakak beradik, meskipun bukan terlahir dari rahim wanita yang sama. Namun, Arley sadar dalam diri mereka mengalir darah sang daddy—Austin Williams.Tidak sia-sia Arley melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, akhirnya dia melihat keberadaan mobil Ef dan segera menghadang mobil tersebut.Setelah berhasil menghentikan laju mobil Ef, terlihat kedua orang itu sama-sama menuruni mobilnya."Arley?" Ef terlihat bingung dengan apa yang baru saja dilakukan Arley."Kau mau ke mana?" tanya Arley berjalan menghampiri kakak tirinya.Ef menaikkan satu alisnya. "Aku? Aku mau ke luar negeri pagi ini juga, ada pekerjaan mendesak di sana.""Pekerjaan apa? Memangnya kau memiliki bisnis lain di luar negeri?" tanya Arley, "ja
Ef dan Arley tiba-tiba saja saling menatap, saat menyadari apa yang sudah terjadi, hal itu semakin membuat Alexa menegang."Ah, maaf." Ef segera mengalihkan perhatiannya dari Alexa. Sungguh, dia merutuki dirinya sendiri, terlalu bersemangat mendengar Alexa mengucapkan panggilan sayang, yang sejak dulu dia harapkan tersematkan untuknya.Arley segera mendekati sang istri dan memberikan gelas berisi air putih. "Ayo minum dulu!"Wanita hamil itu pun segera meminumnya, kemudian menyerahkan gelas itu pada Arley dan memintanya untuk minum."Aku tidak haus, Baby," kata Arley mengernyit."Tidak apa-apa minum saja," ujar Alexa. Dia tahu suaminya tidak haus, tetapi setidaknya bisa menahan emosi.Baiklah Arley pun menurut apa yang diperintahkan istrinya."Emm, kalian have fun di sini ya. Aku ke kamar, mau istirahat," ucap Alexa."Ef, tunggu sebentar aku akan mengantar Alexa ke kamar."Ef mengacungkan ibu jarinya. "Oke."Saat menuju kamar, Alexa terus memperhatikan wajah sang suami. Dia sangat kha
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Alvin."Ya, aku baik-baik saja."Alvin menatap serius, seolah tidak percaya dengan jawaban Arley. "Wajah Anda terlihat sangat pucat, sepertinya Anda kurang sehat?""Kau tidak percaya denganku? Aku baik-baik saja," kata Arley pada Alvin dan berjalan menuju ruang meeting.Arley sengaja tidak memberitahukan Alvin bahwa memang dirinya sedang merasakan demam dan sakit di seluruh tubuhnya. Semua itu karena dia malu mengakuinya, apa yang akan Alvin pikirkan tentang dirinya jika tahu, Arley demam karena mandi larut malam."Bukan, saya hanya khawatir tiba-tiba kondisi Anda drop saat meeting nanti. Ini meeting penting, satu desain yang perusahaan kita tawarkan untuk Tuan Jacob disetujui dan beliau mau membelinya dengan harga tinggi, asalkan Anda bersedia membuatkan satu desain sesuai arahannya untuk ruang kerja di kantornya," kata Alvin."Harus dengan tanganku sendiri?" tanya Arley. Alvin menganggukan kepalanya.Arley terkekeh. "Aku sanggup, Al. Aku hanya seda
"Mau ke mana, El? Kamu baru saja pulang, aku datang membawakan ini untukmu. Emm, maksudku untuk kita. Aku boleh menumpang makan di sini kan?" tanya Devan dengan tangan yang memegang paper bag berisi makanan.Elea ingin sekali mengejar Alvin, tetapi Devan seakan tidak ingin membiarkan itu terjadi."Dev, aku harus—""El, kita masuk sekarang!"Elea mengedarkan pandangannya mencari Alvin yang sudah tidak terlihat lagi di sana. Dia sangat merasa bersalah atas semua yang terjadi, entah bagaimana cara dia minta maaf pada kekasihnya."Ayo, El!" ajak Devan menyadarkan Elea dari keterdiamannya.Mau tidak mau, Elea menerima ajakan Devan karena rasa tidak enaknya. Mereka berdua masuk ke dalam apartemen Elea."Kamu kenapa sih, El? Masih mikirin lelaki yang tadi ya? Memangnya dia siapa?" Pertanyaan yang sejak tadi Devan tahan, khawatir jawaban Elea tidak sesuai harapannya."Tidak apa-apa. Ayo kita ke dapur!"****"Sakit sekali rasanya …." Senyum miris terukir di bibir lelaki berusia 30 tahun.Alvin
Alexa terdiam menatap dan menelisik seorang wanita yang berdiri dekat meja makan. Tingginya tidak berbeda jauh dengannya, wanita itu memiliki kulit yang kecoklatan serta rambut dengan panjang sebahu."Kamu siapa?" tanya Alexa.Wanita itu tampak gugup melihat Alexa yang menatapnya tidak biasa. "Saya Jennifer, Nona."Alexa berpikir sejenak mengenai Jennifer, seingatnya dia tidak pernah bertemu dengan wanita di hadapannya saat ini."Mika!" teriak Alexa.Pemilik nama yang dipanggil pun segera berlari menghampiri Alexa dengan terburu-buru."Iya, Nona." Mika menghadap Alexa."Wanita bernama Jennifer ini siapa? Apa dia keluargamu?" tanya Alexa.Mika menggeleng pelan, dengan hati-hati dia berkata, "Nona Jennifer ini adik dari Tuan Jeff, katanya kedatangannya ke sini atas permintaan Tuan Arley."Dahi Alexa mengernyit. "Permintaan suamiku?"Raut wajahnya seketika berubah, tangannya mengelus perutnya deng
Sejak kejadian di apartemennya, Elea tidak pernah bisa lagi menghubungi Alvin, panggilannya selalu tak direspon dan pesan yang dia kirim pun tidak pernah dibalas oleh Alvin.Wanita itu pun kini nekat mendatangi kantor Arley, hanya untuk bertemu dengan Alvin dan meminta maaf. Namun, dia tidak bisa masuk ke dalam perusahaan tersebut karena statusnya bukanlah staf di sana dan tidak memiliki janji dengan Arley."Aku tidak bisa membiarkan masalah ini menjadi berlarut-larut." Elea menunggu mobil Alvin tiba di depan kantor.Elea bisa merasakan bagaimana kekecewaan Alvin padanya, sehingga lelaki itu sekali pun tidak merespon dirinya. Dengan hati yang gelisah, Elea segera mengejar mobil Alvin yang sudah melintas di depannya."Alvin!" Elea mencoba menghentikan mobil tersebut sembari mengetuk kaca mobil Alvin.Mobil itu pun berhenti dan terlihat Alvin membuka sedikit kaca mobilnya. Namun, sedikit pun tidak melihat pada Elea."Ada apa?" tany
Elea terpaksa menunggu Alvin di depan apartemen sang kekasih, ini adalah cara terakhirnya untuk bisa bicara dengan Alvin. Hampir 30 menit Elea menunggu, tetapi Alvin tak kunjung menampakan wajahnya di sana."Apa Alvin datang ke mansion Arley untuk bertemu Jennifer?" batin Elea. Tubuhnya benar-benar lemas memikirkan hal itu, dia merasa salah mengambil keputusan untuk mendatangi apartemen Alvin.Elea duduk di lantai dan bersandar pada dinding, dia menangis sejadinya. Apa dia benar-benar harus merelakan Alvin untuk wanita lain? Rasanya dia tidak sanggup."Aku tidak bisa membayangkan jika seluruh perhatianmu teralihkan pada wanita lain. Aku yang biasa mendapatkan itu, kenapa kamu bisa secepat ini mengambil keputusan?" Elea menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya.Di tengah tangisan Elea, derap langkah kaki terdengar semakin mendekat padanya, dia segera melihat siapa pemilik langkah tersebut. Matanya berbinar, kala melihat siapa yang datang."Alvin," gumam Elea, kemudian segera berdir