"Mau ke mana, El? Kamu baru saja pulang, aku datang membawakan ini untukmu. Emm, maksudku untuk kita. Aku boleh menumpang makan di sini kan?" tanya Devan dengan tangan yang memegang paper bag berisi makanan.Elea ingin sekali mengejar Alvin, tetapi Devan seakan tidak ingin membiarkan itu terjadi."Dev, aku harus—""El, kita masuk sekarang!"Elea mengedarkan pandangannya mencari Alvin yang sudah tidak terlihat lagi di sana. Dia sangat merasa bersalah atas semua yang terjadi, entah bagaimana cara dia minta maaf pada kekasihnya."Ayo, El!" ajak Devan menyadarkan Elea dari keterdiamannya.Mau tidak mau, Elea menerima ajakan Devan karena rasa tidak enaknya. Mereka berdua masuk ke dalam apartemen Elea."Kamu kenapa sih, El? Masih mikirin lelaki yang tadi ya? Memangnya dia siapa?" Pertanyaan yang sejak tadi Devan tahan, khawatir jawaban Elea tidak sesuai harapannya."Tidak apa-apa. Ayo kita ke dapur!"****"Sakit sekali rasanya …." Senyum miris terukir di bibir lelaki berusia 30 tahun.Alvin
Alexa terdiam menatap dan menelisik seorang wanita yang berdiri dekat meja makan. Tingginya tidak berbeda jauh dengannya, wanita itu memiliki kulit yang kecoklatan serta rambut dengan panjang sebahu."Kamu siapa?" tanya Alexa.Wanita itu tampak gugup melihat Alexa yang menatapnya tidak biasa. "Saya Jennifer, Nona."Alexa berpikir sejenak mengenai Jennifer, seingatnya dia tidak pernah bertemu dengan wanita di hadapannya saat ini."Mika!" teriak Alexa.Pemilik nama yang dipanggil pun segera berlari menghampiri Alexa dengan terburu-buru."Iya, Nona." Mika menghadap Alexa."Wanita bernama Jennifer ini siapa? Apa dia keluargamu?" tanya Alexa.Mika menggeleng pelan, dengan hati-hati dia berkata, "Nona Jennifer ini adik dari Tuan Jeff, katanya kedatangannya ke sini atas permintaan Tuan Arley."Dahi Alexa mengernyit. "Permintaan suamiku?"Raut wajahnya seketika berubah, tangannya mengelus perutnya deng
Sejak kejadian di apartemennya, Elea tidak pernah bisa lagi menghubungi Alvin, panggilannya selalu tak direspon dan pesan yang dia kirim pun tidak pernah dibalas oleh Alvin.Wanita itu pun kini nekat mendatangi kantor Arley, hanya untuk bertemu dengan Alvin dan meminta maaf. Namun, dia tidak bisa masuk ke dalam perusahaan tersebut karena statusnya bukanlah staf di sana dan tidak memiliki janji dengan Arley."Aku tidak bisa membiarkan masalah ini menjadi berlarut-larut." Elea menunggu mobil Alvin tiba di depan kantor.Elea bisa merasakan bagaimana kekecewaan Alvin padanya, sehingga lelaki itu sekali pun tidak merespon dirinya. Dengan hati yang gelisah, Elea segera mengejar mobil Alvin yang sudah melintas di depannya."Alvin!" Elea mencoba menghentikan mobil tersebut sembari mengetuk kaca mobil Alvin.Mobil itu pun berhenti dan terlihat Alvin membuka sedikit kaca mobilnya. Namun, sedikit pun tidak melihat pada Elea."Ada apa?" tany
Elea terpaksa menunggu Alvin di depan apartemen sang kekasih, ini adalah cara terakhirnya untuk bisa bicara dengan Alvin. Hampir 30 menit Elea menunggu, tetapi Alvin tak kunjung menampakan wajahnya di sana."Apa Alvin datang ke mansion Arley untuk bertemu Jennifer?" batin Elea. Tubuhnya benar-benar lemas memikirkan hal itu, dia merasa salah mengambil keputusan untuk mendatangi apartemen Alvin.Elea duduk di lantai dan bersandar pada dinding, dia menangis sejadinya. Apa dia benar-benar harus merelakan Alvin untuk wanita lain? Rasanya dia tidak sanggup."Aku tidak bisa membayangkan jika seluruh perhatianmu teralihkan pada wanita lain. Aku yang biasa mendapatkan itu, kenapa kamu bisa secepat ini mengambil keputusan?" Elea menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya.Di tengah tangisan Elea, derap langkah kaki terdengar semakin mendekat padanya, dia segera melihat siapa pemilik langkah tersebut. Matanya berbinar, kala melihat siapa yang datang."Alvin," gumam Elea, kemudian segera berdir
Sejak semalam Elea tidak bisa tertidur setelah membaca pesan dari sahabatnya—Alexandra Johnson.'Esok malam Alvin akan menikah dengan Jeniffer. Pernikahan akan dilakukan secara sederhana sesuai permintaan Alvin. Aku berharap kamu bisa tegar menghadapinya.''Mengapa begitu cepat? Bukankah dalam waktu satu pekan?' balas Elea pada chat tersebut.'Alvin sendiri yang memintanya. Aku tidak menanyakan apa alasannya.'Hingga cahaya matahari hampir mengisi seluruh ruangan kamarnya, Elea kembali tersadar dengan kenyataan pahit yang sedang dia jalani.Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar dengan pikiran yang entah berada di mana. Tatapannya kosong, seolah wanita itu kehilangan gairah hidupnya."Apa yang harus aku lakukan? Aku tahu di sini kamulah yang tersakiti, tetapi dengan keputusanmu yang tiba-tiba, kamu juga melukaiku. Sedalam itu kah luka yang sudah aku gores, sampai kamu tega menikahi wanita lain
Janji suci telah terucapkan, cincin telah tersemat di jari manis kedua insan, serta doa yang tidak terlupakan. Kini Alvin dan Jennifer telah resmi menjadi sepasang suami istri."Alvin, Jennifer, selamat atas pernikahan kalian," ucap Jeff, "saya berharap kamu menjaga Jennifer dengan baik dan tidak menyakitinya.""Selamat atas pernikahan kalian," ujar Arley."Terima kasih," kata Alvin dan Jennifer.Tidak lupa Alexa pun mengucapkan selamat kepada sepasang suami istri tersebut, meskipun hatinya masih sedih karena sahabatnya terluka atas pernikahan Alvin dan Jennifer. Akan tetapi, tidak adil rasanya jika Alexa tidak ikut berbahagia atas pernikahan asisten dari suaminya itu.Saat satu per satu tamu yang berada di gedung mulai mencari jalan pulang karena telah usai acara pernikahan yang digelar di gedung tersebut. Namun, seorang lelaki berjalan ke arah mereka bersama seorang perempuan."Alvin, selamat atas pernikahan kalian. Semoga sela
"Aku bisa jelaskan semuanya, El," kata Devan.Elea pergi setelah mengetahui kejadian di apartemen Claire, Devan terus mengekor pada wanita itu hingga masuk ke dalam apartemennya."Untuk apa kamu mengusir Claire si pemilik apartemen itu dan untuk apa kamu mengaku sebagai temannya?" tanya Elea masih tidak habis pikir dengan Devan. Dia benar-benar merasa sangat dibohongi oleh Devan.Devan terdiam tak bisa berkutik. Rasanya memang tidak ada alasan untuk dia menutupinya lagi, kakinya melangkah lebih mendekat pada Elea. Tanpa kata, Devan semakin menyudutkan wanita di hadapannya ke dinding."Mau apa kamu, Dev?" Elea ketakutan sembari membawa langkahnya mundur."Kamu ingat, dua orang lelaki beberapa waktu yang lalu saat menemuimu di taman kota?" Devan menata Elea seolah wanita itu adalah mangsanya."Ma-maksudmu …."Devan mencengkeram leher Alea dan semakin menyudutkan pada dinding. "Ingat atau tidak? Fans-mu yang kamu buat mendekam di penjara?"Elea terbatuk-batuk akibat Devan mencekik lehern
Dua puluh tujuh tahun kemudian.Kenric Williams bekerja di perusahan Williams Group. Dia tumbuh dewasa sebagai lelaki yang banyak disenangi wanita, dia pun memiliki rasa peduli yang tinggi.Namun, akhir-akhir ini Ken terlihat gila bekerja, tidak jauh berbeda dengan sosok sang daddy. Hanya saja, Ken memilih menyibukkan dirinya karena merasa bersalah telah mencintai sahabatnya sendiri dan dia ingin melupakan perasaan itu, tetapi sayangnya Ken sudah terlanjur menyatakan cinta dan sering kali bersikap posesif pada wanita itu.Entah sebuah keberuntungan atau kesialan, sahabatnya tersebut juga memiliki rasa yang sama dengannya dan mereka pun menjalin hubungan."Suruh saja dia masuk ke ruanganku," kata Ken di sambungan telepon.Roy, sang asisten baru saja memberi kabar bahwa seseorang yang dia kenal datang ke kantor dan ingin bertemu dengannya.Tidak membutuhkan waktu lama, pintu ruangan sudah diketuk, yang dia yakini adalah orang tersebut."Masuk!" perintah Ken.Pintu terbuka dan memperlihat
"Ken aku belum pernah melakukannya," ucap Feira menghentikan aksi lelaki yang sudah menjadi suaminya, saat akan mencumbunya lebih dalam lagi.Baru bibir Ken yang menyentuh lehernya saja, Feira benar-benar merasakan sesuatu yang berbeda, yang belum pernah ia rasakan. Entah bagaimana jika Ken melakukan hal yang lebih dari itu. Mungkin Feira akan terbang dibuatnya."Apa kamu pikir aku sudah pernah melakukan ini sebelumnya?" Ken menaikan satu alisnya.Feira menggeleng. "Bukan itu maksudku."Ken mengusap pipi Feira. Terlihat sekali bahwa wanita itu itu sangat tegang. "Lalu? Kamu belum siap, tidak masalah aku akan menunggu sampai kamu siap.""Kamu yakin akan menunggu sampai aku siap?" tanya Feira kembali. Sebenarnya ada rasa tidak rela jika harus menunggu nanti.Ken mengangguk dengan sangat yakin. "Ya, apa waktu 2 menit lagi cukup? Atau aku mandi sebentar, setelah itu kita—"Feira mencium bibir Ken, membuat lelaki itu menghentikan ucapannya. Tidak begitu lama, Feira melepaskan ciuman terseb
Tiba di hari, di mana Ken dan Feira melangsungkan pernikahan di sebuah gedung. Acara pesta pernikahan itu digelar sangat mewah. Semua sudah rencana Arley, Alexa, Jeremy dan Rihanna.Tentu saja itu rencana para orang tua, mereka sama-sama merasa hanya memiliki satu orang anak. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk membuat acara yang mewah dan mengundang banyak kolega mereka. Terlepas dari masa lalu mereka, kini masing-masing dari mereka mencoba menjadi orang tua yang baik untuk anak dan menantu mereka.Ken dan Feira yang kini sudah resmi menjadi sepasang suami istri, mereka tampak tidak ragu dan malu memperlihatkan kemesraan mereka di hadapan banyak orang. Gaun pengantin terlihat elegan dikenakan Feira, serasi dengan jas yang dikenakan Ken membuat tampilan lelaki itu semakin gagah. Semua tamu pun tampak lebih fokus kepada Ken dan Feira, sesuai keinginan Ken."Ken, cubit aku sekarang," pinta Feira.Ken menoleh pada Feira dan mengernyit. "Kenapa aku harus mencubitmu? Kita baru saja men
Saat ini Ken hanya bisa memantau hubungan Violet, ia memang khawatir dengan sahabatnya. Namun, ia lebih khawatir lagi jika sampai kembali menaruh hati pada Violet. Selagi Violet mengatakan jika dirinya baik-baik saja, maka Ken tidak akan turun tangan untuk mencampuri hubungan sahabatnya dengan sang tunangan.Hari-hari berlalu, Violet tidak pernah lagi bercerita mengenai Deon. Ken berharap, Deon sudah bisa bersikap lebih baik pada sahabatnya, Violet. Saat ini pun, Ken hanya fokus pada pernikahannya yang sudah tinggal menghitung hari.Malam ini, Ken bersama dengan Feira di kediaman Davis. Ken diundang makan malam oleh Jeremy. Sebenarnya Jeremy juga mengundang Arley dan Alexa, tetapi mereka memiliki kesibukan lain dan terpaksa tidak memenuhi undangan dari Jeremy."Fei, di mana daddy-mu?"Feira mengangkat bahunya. "Katanya keluar sebentar, tetapi aku tidak tahu Pak Tua itu ke mana. Atau mungkin sedang ada tamu ya?""Begitu ya. Kita tunggu saja, kamu belum lapar 'kan?" tanya Ken.Feira ters
"Vio, kamu di sini?" tanya Feira saat melihat yang datang adalah Violet sahabatnya.Violet gugup saat melihat kehadiran Feira di sana, ia pikir Ken hanya sendiri. Ia menatap Ken, berharap lelaki itu mau membantunya mencari jawaban yang tepat agar Feira tidak cemburu. Kedatangan Violet sendiri memang untuk bertemu dengan Ken."Vio, apa kamu ke sini untuk bertemu dengan daddy-mu?" tanya Ken.Violet tersenyum. "Iya, Ken. Aku baru saja dari ruangan Daddy, saat melewati ruanganmu tiba-tiba saja aku ingin masuk dan mengganggumu bekerja, tetapi sepertinya kedatanganku tidak tepat. Kalau begitu aku pulang saja.""Eh, kenapa pulang? Aku sudah selesai, kalau kamu mau bertemu dengan Ken, silakan. Aku mau pulang, Vio," ucap Feira."Ken, aku pulang ya," kata Feira pada Ken."Jangan lupa memberiku kabar setelah sampai ya, Sayang." Ken mengusap kepala sang kekasih.Feira tersenyum pada keduanya, kemudian meninggalkan Ken dan Violet di sana.Ken dan Violet saling mantap setelah kepergian Feira. Ken m
"Aku akan mengatur waktu yang pas untuk memberi tahu Fei mengenai mommy-nya," ucap Jeremy.Arley tampak sangat penasaran. "Memangnya siapa wanita yang kau nikahi?""Kau ingat asistenku Rihanna?" Jeremy menatap Arley."Iya, apa kau mencintainya?" tanya Arley.Jeremy menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak mencintainya, hanya saja saat itu daddy Rihanna sakit keras dan membutuhkan biaya yang cukup besar, dari sanalah kami membuat kesepakatan. Aku akan menikahinya dan memberikan sejumlah uang yang dia butuhkan, dengan syarat setelah dia melahirkan anak dariku … aku akan menceraikannya dan membawa anak kami.""Aku tidak ingin mencintai siapa pun dan aku hanya ingin hidup bersama anakku," ungkap Jeremy."Apa Rihanna menyetujui begitu saja saat Feira kaubawa?" tanya Arley."Apakah sekarang kau sudah menjadi seorang wartawan berita? Banyak sekali pertanyaanmu!"Arley duduk di kursi taman. Saat ini mereka memang sedan
Di kediaman Williams, terdapat banyak tamu. Mansion itu terlihat sedang memiliki acara. Ken pun berpenampilan sangat rapi dengan tuxedo, ia tampak gagah dan tidak diragukan lagi, wajahnya mewarisi ketampanan sang daddy.Ken sendiri sedang menemui beberapa tamu. Sesekali menyapa tamu lain yang baru saja datang. Setelahnya tatapan Ken tertuju pada seorang wanita yang berjalan ke arahnya, tak lain adalah kekasihnya.Feira tampak memperhatikan ruangan mansion tersebut, ia mengedarkan pandangannya pada ruangan yang dihias meriah dan sangat mewah.Kini Feira sudah berdiri di hadapan kekasihnya. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi di sana."Pertunangan Kenric Williams?" Feira membaca di dalam hati, sebuah tulisan yang cukup besar di sana."Ken." Mata Feira sudah berkaca saat tatapannya terpaut dengan Ken.Tidak jauh dari mereka, seorang wanita mengenakan gaun mewah khas sebuah pesta tengah berjalan ke arah mereka. "Ka
Pagi ini, Jeremy mengunjungi suatu tempat yang jarang sekali ia datangi. Bagaimana tidak jarang, hatinya selalu saja merasa sakit dan kembali terpuruk ketika mengunjungi tempat tersebut. Pemakaman Dayana, berada di sanalah ia saat ini."Dua puluh tahun lebih, kita berpisah. Namun, bayanganmu masih saja seolah nyata di hatiku, Day."Jeremy menatap kosong pada makam Dayana. "Mungkin sudah saatnya aku melanjutkan kembali hidupku. Ada putriku yang berusaha keras memperjuangkan cintanya, hanya karena traumaku.""Aku tidak ingin menyesal karena merenggut kebahagiaan putriku. Aku datang ke sini, ingin meminta izin melepaskan perasaan ini. Putriku harus bahagia," ujar Jeremy.Cukup lama Jeremy berada di sana, ia benar-benar ingin memberikan perpisahan terbaik, meskipun Dayana akan terus hidup di hatinya. Ia harus memperhatikan kenyataan di sekitarnya. Sudah seharusnya ia menata hidupnya kembali bersama putrinya."Aku pulang, Dayana. Kamu akan melihat kehidupanku yang baru dan berbahagialah un
"Daddy, sebagai sahabat Tuan Jeremy, tentu Daddy tahu kan mengenai hal apa saja yang disukai Tuan Jeremy," ujar Ken pada sang Daddy."Memangnya, kenapa?" tanya Arley pada Ken yang duduk di seberang meja kerjanya.Sembari mengusap dagunya Ken menjawab, "Aku ingin mencoba dekat dengan daddy-nya Fei. Semoga saja dengan cara itu daddy-nya Fei bisa merubah pendiriannya dan menyetujui hubungan kami."Arley mengangguk. Ya, ia merasa setuju dengan yang diucapkan putranya. Ia sendiri tahu bahwa Jeremy adalah orang yang baik."Saat dulu kami sering menonton, lari adalah olahraga kami dan … Jeremy sangat menyukai pizza. Kamu tahu, dia sanggup menghabisi pizza dalam jumlah yang banyak, bahkan dia tidak pernah bosan jika harus memakannya setiap hari," ungkap Arley. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya, mengingat kembali masa-masa saat bersama sahabatnya itu."Daddy pasti sangat merindukan hal-hal yang dulu pernah terjadi di antara kalian.""Tentu, kami sangat dekat. Demi bisa melihat Daddy bahagia,
Saat jam makan siang hampir tiba, Arley mendatangi Jeremy di kantornya. Kedatangannya ke sana tentu saja memiliki maksud, ia ingin kembali membicarakan masalah yang sudah puluhan tahun membuat hubungannya dengan Jeremy merenggang. Arley bukannya tidak pernah meminta maaf, hanya saja selama ini Jeremy selalu saja menghindari Arley.Namun, kini karena masalah tersebut sudah berimbas pada anak-anak mereka. Tentu Arley harus melakukan sesuatu yang bisa membuat hati Jeremy terbuka. Sebagai orang tua, melihat Ken dan Feira seolah kesusahan menembus dinding yang begitu kokoh, hati Arley merasa iba."Selamat siang." Arley membuka pintu ruangan Jeremy.Jeremy menatap ke arah pintu, yang kini memperlihatkan sosok seorang lelaki paruh baya dengan tubuh yang terlihat masih sangat gagah mengenakan setelan jas. "Kau.""Aku ingin bicarakan sesuatu. Untuk itu izinkan aku masuk dan mengatakan hal ini padamu," ujar Arley masih berdiri di ambang pintu."Mas