Anthony berlari ke belakang rumah Purnomo, dia sampai berhati-hati dalam melangkah untuk tidak menimbulkan suara.
“Keluarlah kamu, penyusup!! Jangan main petak umpet seperti ini!!” ancam Jati, suaranya terdengar sangat dekat dari tempat Anthony dan Asep bersembunyi.
“Bagaimana ini, Bang?” tanya Asep tanpa suara, dia hanya menggerakkan bibirnya agar bisa terbaca oleh Anthony.
Anthony hanya meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya yang seksi, dia berpikir cepat untuk mencari tempat persembunyian lagi.
Di belakang rumah Purnomo itu terdapat gudang yang pintunya tertutup selebihnya hanya halaman kosong untuk menaruh alat pel dan alat kebersihan lainnya.
Anthony menunjuk pintu, dia berjalan lebih dulu dan masuk ke dalam yang di ikuti Asep. Suara sepatu bergerak mendekati
Mawar duduk di sebelah Purnomo, dia sudah pulang dari perumahan miliknya, seperti biasa dengan alasan bertemu teman yang Mawar gunakan agar bisa bercumbu dengan Arka.“Mbak Anita kemana, Mas? Rumah sepi amat!!” tanya Mawar sambil merasakan hawa sunyi di atmosfer rumah.“Anita sedang pulang ke rumah orang tuanya, penyakit ayahnya kambuh,” jawab Purnomo yang mencoba menggerakkan tubuhnya menghadap ke Mawar dengan susah payah.Mawar memperhatikan cara bergerak Purnomo seperti ada salah satu tulang yang hilang, sehingga terlihat kaku.“Mas Purnomo kenapa?? Apa habis jatuh? Kapan?? Kok aku tidak dikabari?? Sekarang bagaimana, apanya yang sakit?” tanya Mawar yang lebih perhatian dari sebelumnya. 
Mobil sedan hitam itu terlantar di jalan tembus pinggir hutan, pengemudinya yang tidak lain adalah Vanya. Vanya tidak berani keluar dari mobil di saat hari sudah jauh melewati tengah malam, karena dia kehabisan bahan bakar akhirnya dia terpaksa memutuskan untuk tidur di dalam mobil.“Buka pintunya!!! Vanya!!” teriak Jati yang sudah ada di lokasi.Vanya memalingkan muka, dia mendengar suara ketukkan kaca mobil berulang kali dan akhirnya dia terbangun, tapi masih dalam keadaan mata yang terpejam.“Sepertinya ada orang yang memanggilku,” gumam Vanya.“Vanya!! Cepat keluar!!” teriakan Jati disertai suara ketukkan yang lebih keras dari sebelumnya.Vanya segera terduduk dari posisinya, dia sangat kaget keti
Jalan tembus hutan itu jarang ada orang yang lewat, selain terkenal banyak hewan buas yang menyeberang kalau malam terkenal angker juga.“Lepaskan nona Vanya!!!” teriak Asep menghalangi mobil yang mesinnya berderu.“Minggir!!! Jika tidak aku akan menabrakmu!!” ancam anak buah Jati.Vanya sedang di kursi penumpang dalam keadaan terikat, dia terus berusaha untuk melepaskan ikatannya.Loh!! Kok longgar?? Pasti karena dia terburu-buru mengikatnya!! Bagus ini kesempatanku!! Batin Vanya.Deru mesin mobil terdengar begitu keras, anak buahnya sengaja menambah gas untuk menakuti Asep.“Aku sudah memperingatkanmu!! Sekarang nikmatilah ciuman dengan bamper mobil!! Hahahaa!!” gu
“Tidak!!! Anthony!!” teriak Vanya menangis, dia berlari menghampiri Anthony yang tidak sadarkan diri.Setelah sampai di tempat Anthony jatuh, Vanya pun mengangkat setengah tubuh sambil memeluknya.“Aaaarghhh!! Aku mohon jangan tinggalkan aku, Anthony!!” teriak Vanya histeris, dia sudah tidak peduli dengan banyak teman Anthony yang menyaksikannya.Sean dan yang lain menghampiri Anthony, mereka tenggelam dalam kepedihan yang dirasakan Vanya, selain itu mereka juga menyesali diri mereka yang tidak bisa membantu Anthony bertarung.“Kak Anthony!! Bangunlah!! Hiks..Hiks,” Tangisan Bondan yang merasa sedih melihat keadaan Anthony sekarang.Danang yang disampingnya menepuk punggung Bondan sambil m
Satu hari sudah Anthony dirawat, akan tetapi tidak menunjukkan bahwa dia akan siuman. Tetesan air infus itu menjadi pemandangan yang sangat membosankan. Vanya selalu disisi Anthony, dia membenarkan selimut, mengelap tangan serta tubuh yang tidak tertutup baju pasien dengan handuk basah dan terus berdoa agar Anthony segera sembuh. “Vanya, istirahatlah dulu. Biar aku yang menjaganya,” kata Sean yang baru saja masuk kamar Anthony sambil membawa makanan untuk Vanya. Vanya menoleh ke arah pintu, dia mengulaskan senyuman dengan terpaksa dan menjawab, “Aku nggak capek, Sean. Tenang saja aku kuat.” Sean menghampiri ranjang Anthony, dia melihat Anthony cukup lama, ketika dia mengalihkan pandangan ke Vanya, Sean tertarik dengan kotak makanan yang menumpuk tinggi seperti
Anita sudah kembali dari rumah orang tuanya, disaat rasa lelah batin dan raga bercampur jadi satu, dia semakin capek ketika melihat rumah dalam keadaan berantakan.“Mas, aku pulang!!” seru Anita sambil masuk dalam rumah dengan mengernyitkan dahi, dia bergumam, “Rumah kotor sekali!! Kemana Bibik? Apa dia tidak datang pagi ini?”Hari ini adalah hari minggu, Purnomo sedang bersantai dengan Mawar menonton film yang ada di Channel TV kabel miliknya.Mawar sedang bermanja dengan Purnomo, dia tidur di pelukan Purnomo yang bersandar di sofa empuk. Kebetulan kamar Anita melewati ruang televisi.“Anita kamu sudah pulang?” tanya Purnomo.Pemandangan apa yang baru aku lihat!! Kenapa mereka mesra di pagi hari sepe
“Aku dimana?? Badanku rasanya pegal semua!!” keluh Anthony, dia memandangi sekitar dan melihat Vanya yang tertidur di samping ranjangnya dalam posisi duduk dengan tangan diluruskan ke samping tangannya untuk dijadikan bantal. Anthony tersenyum sambil membelai rambut Vanya yang tergerai, dari atas terlihat garis muka Vanya yang sangat indah. “Kenapa kamu tidak pernah terlihat jelek, bahkan dari atas sini saja masih cantik,” gumam Anthony. &
“Hanya kuatir saja, dia kan juga temanku,” kelit Sean sambil tertawa garing. “Ingat loh kak Sean hanya sebatas teman, kak Vanya tahu kan milik siapa?” goda Bondan, dia suka sekali menggoda Sean karena orangnya tidak bisa marah. Jika pun marah, Sean cepat sekali meredanya. “Aihhhh!!! Bocah kecil nggak usah ikut campur!!! Sini aku jitak kepala, Lu!!” ancam Sean, dia menghampiri Bondan yang terus menghindarinya. Semoga apa yang dikatakan Sean benar, aku tidak mau pertemanan kita bermasalah, batin Anthony. Jika Anthony disuruh memilih antara Vanya dan Sean, dia tidak akan sanggup memilihnya. Karena keduanya adalah orang yang sangat berharga bagi Anthony. “Kena kau!!! Hah!! Mau berapa kali dijitak!! Hahaa!!” seru Sean yang sudah mengunci leher Bondan tidak begitu erat. “Ampun, Kak. Aku hanya bercanda,” sahut Bondan. &nb