“Aku dimana?? Badanku rasanya pegal semua!!” keluh Anthony, dia memandangi sekitar dan melihat Vanya yang tertidur di samping ranjangnya dalam posisi duduk dengan tangan diluruskan ke samping tangannya untuk dijadikan bantal.
Anthony tersenyum sambil membelai rambut Vanya yang tergerai, dari atas terlihat garis muka Vanya yang sangat indah.
“Kenapa kamu tidak pernah terlihat jelek, bahkan dari atas sini saja masih cantik,” gumam Anthony.
&
Maaf kakak, aku telat up bab karena anak sedang sakit. Semoga 1 bab ini bisa mengobati rasa penaran kalia, selamat mebaca.
“Hanya kuatir saja, dia kan juga temanku,” kelit Sean sambil tertawa garing. “Ingat loh kak Sean hanya sebatas teman, kak Vanya tahu kan milik siapa?” goda Bondan, dia suka sekali menggoda Sean karena orangnya tidak bisa marah. Jika pun marah, Sean cepat sekali meredanya. “Aihhhh!!! Bocah kecil nggak usah ikut campur!!! Sini aku jitak kepala, Lu!!” ancam Sean, dia menghampiri Bondan yang terus menghindarinya. Semoga apa yang dikatakan Sean benar, aku tidak mau pertemanan kita bermasalah, batin Anthony. Jika Anthony disuruh memilih antara Vanya dan Sean, dia tidak akan sanggup memilihnya. Karena keduanya adalah orang yang sangat berharga bagi Anthony. “Kena kau!!! Hah!! Mau berapa kali dijitak!! Hahaa!!” seru Sean yang sudah mengunci leher Bondan tidak begitu erat. “Ampun, Kak. Aku hanya bercanda,” sahut Bondan. &nb
Satu minggu sudah Anita tidak bisa menghubungi Vanya, dia sangat butuh teman disaat Mawar sudah menjadi wanita paling berkuasa di rumah Purnomo. Apalagi Mawar dalam keadaan hamil, kehamilannya itu melulu yang dia jadikan alasan sampai membuat Anita frustrasi. “Vanya!! Kenapa nomor ponselmu masih tidak bisa dihubungi?” gumam Anita, dia belum tahu jika Vanya sedang kabur dari rumah gara-gara Purnomo menyuruh Jati untuk menangkap Vanya waktu itu. “Kemana perginya ya?? Bawa mobil lagi, apa dia pergi jauh? Jika iya, kenapa dia tidak memberitahuku?” gumam Anita. Anita sedang menyiapkan makan malam, dia sedang berada di dapur memasak sayur. Sayur itu dibiarkan tanpa diberi bumbu begitu saja meskipun air sudah mendidih, Anita tidak bisa fokus memasak. Karena dia sedang memikirkan Vanya. Rumah Purnomo hanya ada dia sendiri, sedangkan Mawar pergi entah kemana, Purnomo sendiri masih d
“Non, kita naik motor nggak papa ya?” tanya Asep, dia sedang berjalan di samping Vanya.“Nggak papa, aku lebih suka naik motor kok!! Soalnya cepat sampainya,” jawab Vanya sambil tersenyum.“Siap, Non,” sahut Asep balas dengan senyuman juga.Mereka berdua sudah sampai di parkiran motor, Asep membawa motor Trail milik Anthony. Meskipun singkat Vanya sudah mendapatkan banyak kenangan dengan motor itu.Perjalanan menuju restoran itu cukup jauh, jalanan macet karena ada kecelakaan di perempatan lampu merah. Untungnya Asep naik motor, sehingga kemacetan itu tidak menghambat perjalanan mereka.“Itu Sep restorannya!! Yang di sebelahnya pas restoran ayam laos itu!!” seru Vanya, lalu dia menengok ke sisi kanan untuk melihat apakah masih buka, karena tinggal 15 menit lagi restoran tutup. 
“Loh, mana Vanya, Sep?” tanya Anthony ketika Asep baru saja tiba di rumah sakit. “Aku tadi diminta non Vanya pulang dulu, Bang. Katanya dia sudah merasa aman ketika tiba di restoran masih banyak pegawai yang belum pulang,” jawab Asep, dia duduk di kursi yang tidak jauh dari ranjang pasien Anthony. “Aku tadi juga sudah bilang, Bang. Kalau ada apa-apa aku minta non Vanya untuk menghubungiku,” imbuh Asep. Anthony menepuk jidat, dia tahu jika Vanya selama beberapa hari ini tidak memegang ponsel, ketika ditanya jawabnya hilang tidak tahu kemana. “Kenapa Bang?? Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Asep bingung saat melihat ekspresi Anthony yang seperti orang menyesal. “Pastinya Sep, kamu itu disuruh jaga non Vanya juga, malah ditinggal,” timpal Danang, lalu dia bertanya ke Anthony, “Benar begitu tidak, Bang?” “Ehmm!!! Ta
Waktu menunjukkan pukul 23.30, tapi Vanya belum kembali juga ke rumah sakit. Anthony sudah ingin saja melepas selang infus yang berada di tangannya, lalu mencari Vanya dan mengajaknya pulang. “Vanya, kamu dimana?? Apakah terjadi sesuatu denganmu?” gumam Anthony yang tidak bisa tenang menunggu kedatangan Vanya. Suasana malam di rumah sakit sudah sunyi dimana petugas setengahnya sudah beristirahat, pengujung juga berkurang. Hanya pasien yang merasa tidur tidak nyaman walaupun harga sewa kamarnya melebihi harga sewa hotel. “Vanya!! Vanya!! Padahal aku sudah mencegahmu tadi, baru saja kita bisa bersama kenapa pasti ada saja rintangan,” gerutu Anthony yang kadang merasa lelah harus berhadapan dengan Purnomo lagi dan lagi. “Aku tidak boleh tinggal diam sebelum kesalahan fatal terjadi,” gumam Anthony, dia pun melepas jarum infus yang berada di tangan dengan hati-hati sup
“Mbak, tolong kamar VIP 103 infusnya sudah habis. Tadi saya sudah memencet bel berulang kali, tapi perawat tidak kunjung datang. Tolong kesana segera ya!!!” kata wanita kepada perawat yang ruangannya tidak jauh dari ruang administrasi. Anthony yang masih berada di meja administrasi itu menoleh ke wanita yang sedang komplain, dia seperti melihat seseorang yang dikenalnya. Ketika wanita itu hendak kembali ke kamar pasien, Anthony segera mengikutinya dari belakang. “Mbak!!!” panggil Anthony. Wanita itu menoleh, dia terkejut melihat Anthony dan bertanya, “Kamu?? Pri tampan temannya Vanya ya?” “Iya Mbak, saya Anthony. Siapa yang sakit, Mbak?” tanya Anthony balik.
Pintu kamar hotel sudah dibuka oleh Purnomo, dia melihat Vanya kaki dan tangannya terikat ke belakang dengan bagian kepala ditutup oleh karung berwarna hitam.“Kamu mau bercerai?? Aku kabulkan, asal layani aku sampai puas!! Hehehe,” ucap Purnomo sambil mengusap kedua tangannya.Purnomo tidak melepas ikatan tangannya ataupun membuka karung yang menutupi kepala itu, justru dia membuka pakaian kemeja yang dikenakan Vanya, itu pun tidak sempurna. Asal Purnomo bisa memegang dada dan melihatnya saja sudah cukup. Kemudian diia menurunkan resleting celana Vanya serta membaringkan tubuhnya.Dengan brutal Purnomo mencumbui setiap senti tubuh yang setengah telanjang itu, dia memainkan buah dadanya. Akan tetapi dia tidak meneruskan penyat
Suara ketukan pintu itu membuat Vanya memberontak dalam pelukan Anthony, Anthony terpaksa melepas pelukannya dan melihat siapa yang datang. “Selamat pagi, kunjungan dokter untuk pasien atas nama Anthony,” kata perawat yang mengernyitkan dahi ketika tahu ranjang pasien dalam keadaan kosong, lalu dia mengajukan pertanyaan kepada Anthony dan Vanya, “Maaf mbak, mas. Pasiennya dimana ya?” Dokter yang berada di depan perawat itu menunggu jawaban atas pertanyaan perawatnya. “Saya pasien yang bernama Anthony itu, Mbak,” jawab Anthony. “Waduh!! Kenapa sudah lepas infus?? Sini mas naik ranjang dulu mau diperiksa? Jika memang sehat bisa langsung pulang,” kata Dokter. “Baik, Dok. Mohon waktunya sebentar,”