Vanya sudah puas makan soto, rasa yang diharapkan sesuai dengan lidahnya. Setelah selesai makan malam dia langsung pulang lagi ke hotel.
Sudah saja Vanya di dalam mobil, dia mengendarainya dengan pelan untuk kembali menuju hotel dimana tempatnya menginap.
“Apa kabar mbak Anita ya?? Kenapa mbak belum menghubungiku?? Ahh!!! Mungkin sedang sibuk,” Vanya menepis pikiran buruk yang hampir bersarang di benaknya.
Vanya mengalihkan pikirannya dengan menyalakan radio yang terpasang di mobil, musik bergenre jaz yang pertama kali mengudara. Musik yang sangat disukai Sonya, pikiran Vanya pun kembali mengingat semua kenangan bersama mami papinya.
Vanya menghela napas berat, dia sangat membenci kedua orang tuanya. Tapi setelah mendengar cerita dari Neni, dia sedikit merasa sedih.
“Haduh!!!! Hentikan Vanya!!! Ingat kamu sudah bukan keluarga Kencana
Maaf kakak saya sangat terlambat😭😭 semoga ban kali ini bisa membuat kalian senang.
“Pulang sekarang!!! Atau aku seret kamu dengan kedua tanganku sendiri!!!” ancam Purnomo. “Aku tidak mau, kenapa kamu merebut kebebasanku?” protes Vanya. “Bicarakan saja nanti!!! Aku tunggu sampai 2 jam lagi, jika tidak kau akan tahu akibatnya. Jangan pikir aku tidak tahu hotel yang kau tinggali!!” gertak Purnomo menjadi kata penutup sambungan telepon tersebut. “Bandot Tua keparat!!!” umpat Vanya. Dengan sangat terpaksa Vanya kembali ke rumah itu, hal paling dia bosan adalah ketika berhasil kabur dari rumah itu pasti dia akan kembali lagi. Malam itu dia keluar dari hotel, dia tidak bisa berhenti menggerutu di perjalanan pulang. Sampai akhirnya dia sudah muak dan memutuskan untuk menggugat cerai Purnomo apapun yang terjadi. “Iya!!! Aku harus mengakhiri semua in
Anthony sudah memulai pengenalan ke para penduduk tentang usahanya bank sampah. Di dalam acara kenduri di rumah salah satu warga, dia mencoba mengajak warga untuk mendaur ulang sampah menjadi nilai ekonomi yang tinggi. Kebetulan orang yang mengadakan acara kenduri itu adalah Pak RT, sehingga membuat Anthony berani meminta izinnya. “Pak, sehabis acara apakah saya boleh berbicara sebentar kepada para warga?” tanya Anthony. Terlihat para warga belum datang semua, acara akan dimulai jika semua warga sudah berkumpul bersama.
Matahari sudah meninggi di rumah Anthony banyak warga yang rela mengantre untuk menukar sampah menjadi uang. “Ton, gimana kardus susu seperti ini bisa tidak ditukar dengan uang?” tanya ibu beranak dua. “Bisa, Bu. Tapi semua harus ditimbang ya,” jawab Anthony. “Wahh!!! Benaran bisa!!! Dirumah ada banyak kardus susu seperti ini, sebentar ya aku ambilkan dulu,” ucap ibu tadi. “Iya, Bu,” jawab Anthony. Ibu tadi sangat senang setelah mendengar jawaban dari Anthony, lalu dia pulang. Lanjut warga berikutnya adalah seorang bapak-bapak setengah tua sudah duduk di depan meja Anthony. “Nak Anthony, bapak punya banyak paku berkarat seperti ini bekas pembangunan rumah 20 tahun yang lalu. Apakah bisa paku ini dijadikan uang?” tanya bapak itu sambil meletakan ember diatas meja 1 ember kecil penuh paku.
“Hallo! Ada berita apa?” tanya Purnomo. “Saya baru saja melihat nyonya Mawar keluar dari rumah Anthony, Pak,” jawab anak buah Purnomo. “Bangsat!!!” umpat Purnomo menjauhkan teleponnya dari mulut, dia terlihat sangat marah mendengar berita yang tidak enak baginya itu. “Cari tahu apa hubungan mereka berdua?? Jika ada hal yang menyimpang, segera laporkan kepadaku,” perintah Purnomo. “Baik, Pak,” jawab anak buah Purnomo menutup percakapan mereka. “Si Kacung itu memang Bangsat!! Bisa-bisanya 2 istri mudaku digoda semua!!” keluh Purnomo sambil mengeringkan tangan. Purnomo sedang ada di kantor, dia keluar dari toilet dan berjalan menyusuri lorong untuk kembali ke ruangannya. Purnomo tidak sengaja berpapasan dengan Avan, pejabat juga di pemerintahan yang terkenal dengan tegasnya dal
“Tenanglah Pak!! Mari kita bicarakan baik-baik!!! Sebenarnya ada masalah apa, Pak?” tanya Anthony mencoba meredam emosi para warga. “Bisnis apa ini?? Semua tempat aku lihat kok sampah!!! Bakar saja!!” seru salah satu dari mereka. “Duduklah dulu, Pak. Kita bicarakan dengan kepala dingin,” ajak Anthony lagi. “Tidak!!! Aku tidak mau duduk di tempat banyak kuman seperti ini!!” seru salah satu warga. Suara ribut ini sampai ke telinga Bondan, lalu dia mendatangi Anthony dan para warga yang berjumlah 5 orang yang sedang emosi. “Kenapa, Kak?” tanya Bondan. “Aku tidak tahu!!! Tiba-tiba saja warga datang dengan kondisi seperti ini!!” jawab Anthony tanpa menoleh ke Bondan. “Ayo Bapak-bapak!!! Kita keluarkan sampah ini dan bakar semua!!” seru pimpi
Lain cerita di restoran Purnomo, Vanya sedang suntuk setelah selesai mengerjakan tugasnya. Siang itu dia berniat untuk keluar ruangan melihat keadaan restoran. “Huh!!! Kenapa jam kerjaku terasa lama sekali!!!” gerutu Vanya. Vanya bangkit dari tempat duduknya menuju pintu, dia sudah berjalan keluar dan melihat sibuknya para staff mengantar makanan ke pelanggan. Ramainya pelanggan membuat Vanya cukup senang, karena pendapatan restoran mulai meningkat setelah dia mengelolanya. Vanya berdiri tidak jauh dari Hall restoran, dia kaget ketika seseorang menabraknya dari belakang yang hampir membuatnya terjatuh. “Maaf Mbak, saya tidak sengaja,” ucap seorang wanita dengan suara terdengar menyesal. Vanya menoleh ke belakang, dia menyipitkan mata untuk memperjelas wajah wanita yang menabra
“Kak Sean, siang tadi kak Anthony sangat keren sekali!! Dia bisa mengubah lawan menjadi kawan!!” seru Bondan. Sean baru saja selesai mandi dan sekarang bergabung dengan mereka berdua untuk melakukan makan malam. “Lawan? Kawan?? Apa maksudmu, Ndan?” tanya Sean sambil tersenyum mengambil nasi dan beberapa lauk kesukaan dia, dia sudah tidak sabar untuk menyantap masakan Anthony yang begitu lezat dan pastinya dia sudah sangat kelaparan. “Wahh!! Ceritanya seru Kak, nggak cukup semalam untuk membahasnya,” ungkap Bondan berlebihan. Anthony sendiri hanya geleng-geleng mendengarkan Bonda bercerita, dia sendiri sudah menyendokkan nasi ke mulut. “Apain sih, Ton?? Sampai membuat Bondan seperti itu?” tanya Sean mencari jawaban langsung ke Anthony. Sean sudah mulai makan dengan menajamkan telinga untuk
“Hei!!! Apa yang sedang kamu lakukan?” teriak Jon.Warga yang diketahui bernama Danang itu menjatuhkan ponsel, lalu dia berdiri serta menjawabnya, “Ponsel saya jatuh, Bang.”Jon sudah berdiri di samping Danang, lalu dia berkacak pinggang tidak percaya dengan ucapan Danang. Walau dia melihat dengan matanya sendiri ketika tangan Danang memegang ponsel.“Halah!!! Kamu bohong ya!! Jangan-jangan kamu sedang memasang alat GPS!!” timpal Jon.“Tidak, Bang,” sahut Danang cepat.Para warga lain terlihat takut, mereka gelisah jika Danang ketahuan memasang alat GPS, karena mereka semua pasti akan kena imbasnya juga.Asep yang masih di dalam mobil memperhatikan mereka, dia tertarik dengan pertikaian antara Jon dan Danang sehingga membuatnya turun dari mobil, lalu dia menghampiri dan