MASIH TENTANGMU- MaafJantung Alita berdetak lebih cepat. Tubuhnya sampai gemetar. Dulu Dea adalah orang yang paling dicarinya. Ingin sekali bertemu dan menghancurkan mantan sahabatnya itu. Tapi entah kenapa, kali ini tidak punya nyali untuk berhadapan dengannya. Alita mundur dua langkah, kemudian berbalik arah dan mendorong trolinya pergi dari sana."Lita."Panggilan itu akhirnya menghentikan langkah Alita. Lebih malu lagi kalau dia terbirit-birit pergi dari sana, padahal sudah dipergoki oleh Dea.Kedua perempuan itu saling berpandangan. Melihat tatapan Alita yang redup dan sayu, membuat Dea yakin kalau wanita itu tidak akan melakukan tindakan yang selama ini dikhawatirkan oleh sang suami.Alita meninggalkan trolinya kemudian menyalami Dea. Ujung bibirnya sampai berkedut saat dipaksa untuk tersenyum. "Apa kabar, Dea?""Kabar baik. Kamu sendiri apa kabar?"Wanita itu hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan Deandra. Dia makin canggung saat pandangan Dea ke area perutnya."Kamu tingg
"Tolong sampaikan permintaan maafku pada Gama.""InsyaAllah akan kusampaikan." Dada Dea berdesir saat mendengar kalimat itu. Mereka sama-sama menginginkan Gama beberapa bulan yang lalu. Sampai banyak drama terjadi di antara keduanya. Drama yang meninggalkan jejak luka.Namun Dea tidak tahu kapan akan menyampaikan permintaan maaf Alita pada suaminya. Yang pasti harus mencari momentum yang tepat untuk bicara.Keheningan terurai oleh bunyi telepon di saku gamis Dea. Gama melakukan video call seperti biasa. Membuat Dea kelabakan. Jika di angkat jelas bakalan ketahuan kalau dia sedang ada di bawah. Bersama Alita di kafe pula. "Maaf, aku harus pulang, Lit." Dea mengembalikan ponsel di saku gamis dan membiarkannya terus berpendar."I-iya."Dea bangkit dari duduknya. Membayar minuman mereka berdua, kemudian pergi menenteng belanjaan. Alita hanya bisa mengawasi dari kaca tembus pandang yang menjadi dinding kafe.Dua menit kemudian, Alita juga pergi dari sana. Ia tadi memang tidak bertanya Dea
MASIH TENTANGMU- Belum Sanggup Lelaki itu tersenyum menatap lekat wajah istrinya. Menyibakkan helaian rambut yang sebagian menutupi pipi. Wanitanya juga tersenyum memandang sang suami yang pelipisnya masih basah berpeluh.Malam itu Tony mengajak istrinya keluar. Booking sebuah kamar hotel untuk menghabiskan waktu berdua. Meninggalkan anak-anak bersama pembantu di rumah. Ini bukan untuk kali pertama. Mereka sering melakukannya. Semalam saja di hotel tanpa anak-anak. Begitulah Tony memperlakukan istrinya. Sekalipun dalam dunia bisnis sering sekali melawan arah. Namun dia seorang suami yang sayang keluarga. Bahkan seorang mafia terkejam pun, pasti memiliki cinta sejati.Dikecupnya kening Nadia. "I love you," bisiknya pelan sambil memeluk raga tanpa busana yang berlindung di bawah selimut.Nadia menyusupkan wajah ke dada suaminya.Tony semakin berat ingin jujur pada sang istri. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana terluka dan hancurnya wanita yang kini berada dalam dekapan. Momen yang
"Mas, bangun. Salat subuh terus kita pulang. Nanti anak-anak nungguin." Nadia berkata lirih sambil mengusap lembut pipi suaminya. Tony yang belum lama terlelap, membuka mata. "Jam berapa?""Jam empat. Yuk, bangun. Kita salat terus bersiap pulang."Beberapa saat setelah mengerjabkan mata, Tony bangkit dari pembaringan. Selesai mandi langsung berwudhu. Nadia sudah menunggunya. Mukena sudah dipakai dan dua sajadah sudah terbentang di samping tempat tidur.Saat keluar kamar mandi, Tony disambut senyum manis istrinya. Wanita itu selalu menyenangkan hati. Bahkan teman-temannya bilang, ia beruntung memiliki istri yang tidak hanya cantik, tapi juga salehah."Nggak ada yang kurang bagimu. Istri salehah, karir bagus, dan anak-anak yang menawan. Jaga itu, Bro."Dia tidak berselingkuh, tapi dia terjebak.Setelah salam, diam-diam Tony meneteskan air mata. Dia tidak akan sanggup mengatakan kebenaran itu pada istrinya. Karena tidak sanggup kehilangan wanita yang duduk di belakangnya ini. Nadia be
MASIH TENTANGMU- Jalan Terbaik -----------Maaf, Pak Tony. Aku pergi tanpa pamit dan tanpa minta pertimbangan lebih dulu. Aku pulang ke Surabaya. Di sanalah tempat yang sebenarnya tepat untukku. Jujur saja kalau aku tidak bakalan sanggup bertemu dengan istri, Pak Tony. Cepat atau lambat, pasti dia bakalan tahu tentang 'kesalahan' yang telah kita lakukan.Aku naik kereta api jam sepuluh pagi. Mungkin saat Pak Tony membaca surat ini, aku sudah sampai di Surabaya. Orang tuaku sudah setuju aku pulang. Malah menginginkanku agar pulang saja.Sesuai janjiku, aku akan pergi juga dari kehidupan Anda. Bahkan sebelum anak ini lahir. Jogja menyimpan banyak luka dalam hidupku. Memang semua yang terjadi karena kesalahanku sendiri. Mungkin, aku tidak akan pernah kembali ke sana.Aku sudah mengambil keputusan. Sekarang terserah Pak Tony, aku tidak memiliki tuntutan apa pun. Sudah banyak kesalahan yang kulakukan, yang membuat hancur hati orang lain. Sekarang aku tidak ingin membuat hancur hati wan
Kalimat terakhir dari sang mama itulah yang membuat Alita nekat pergi dari sana. Andai jatuh cinta lagi pun, ia yakin pasti akan terluka. Berapa kali ia jatuh cinta dan ujungnya hanya patah hati. Selalu seperti itu sejak dulu. Tampaknya ia memang tidak akan memiliki apa itu cinta sejati. Tidak akan merasakan bagaimana ia diperjuangkan dan dicintai.Alita tersenyum getir untuk dirinya sendiri. Apalagi Dini sudah cerita bagaimana baiknya istri Tony. Wanita salehah yang telah sebelas tahu mendampingi laki-laki itu dalam keadaan apapun. Mereka keluarga bahagia. Andai dia bukan Alita yang sekarang, tentu mana peduli dengan perasaan perempuan lain. Mungkin dengan beraninya dia akan menemui Nadia dan mengatakan semuanya. Namun niat buruk yang memerangkap dirinya membuat Alita sadar. Bahwa itu merupakan teguran sekaligus hukuman dari Tuhan untuknya.Pergi lebih baik sebelum ia jatuh cinta pada Tony yang hanya ingin menunjukkan tanggungjawabnya saja. Tidak mustahil ia akan jatuh cinta jika s
MASIH TENTANGMU- Disaat Semua Terungkap Usai membaca pesan, Tony langsung menghubungi nomer yang tertera. Seorang perempuan menjawabnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Bagaimana kondisi Alita sekarang, Bu?" "Alhamdulillah, dia baru selesai di kuret. Masih belum benar-benar sadar karena dalam pengaruh obat bius."Jam empat tadi, dia ke kamar mandi. Manggil saya karena ada flek. Kami menunggu pagi untuk periksa ke dokter. Tapi jam setengah enam, tiba-tiba dia pendarahan hebat. Saat sampai rumah sakit, dokternya bilang kalau janinnya sudah tidak bisa diselamatkan. Jadi harus segera diambil tindakan kuret."Tony diam. Tidak tahu bagaimana harus menyikapi kenyataan ini. Jika bahagia, ia seperti lelaki yang tidak punya hati nurani. Jika sedih, ia belum tentu menjadi ayah yang baik buat anak itu. Belum tentu menjadi ayah yang adil. Walaupun anak itu tidak bernasab padanya, tapi ia tetap punya tanggungjawab moral.Terdengar Bu Lany menghela nafas panjang."Mungkin ini yang terbaik
Setelah berbasa-basi sejenak. Dea diminta berbaring. Sang dokter memeriksa seperti biasanya. "Kepala baby sudah masuk panggul, posisi sempurna siap untuk dilahirkan. Air ketuban bagus dan cukup. Perbanyak istirahat saja, jangan kecapekan. Olahraga secukupnya agar persalinan nanti lancar." Dokter Rosy menjelaskan. Dea yang banyak bertanya. Sedangkan Gama hanya mendengarkan. Baginya sudah cukup jika istri dan calon anak mereka baik-baik saja. Mereka keluar ruangan usai pemeriksaan. Akhirnya di lorong rumah sakit mereka berpapasan dengan dokter Angkasa yang baru selesai visit pasien. Lelaki itu tersenyum ramah lalu menyalami Dea dan Gama. "Apa kabar?""Alhamdulillah, kabar baik, Dok. Dokter sendiri apa kabar?" tanya Dea dengan nada sumringah. Dan demi apapun, Gama tidak menyukainya."Baik juga. Sudah selesai periksa?" Dokter Angkasa memandang perut besar Dea. Membuat Gama ingin segera mengajak istrinya pergi dari sana."Sudah.""Semoga lahiran nanti lancar."Dea tersenyum dan mengang
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing