Pada saat masuk gerbang komplek perumahan, Lambo hitam milik Harrison berpapasan dengan Audi A8 dan nyaris bertabrakan beradu kambing karena Harrison mengemudi secara asal-asalan geber sana geber sini. Namun untungnya, pria yang berada di dalam Audi itu tidak ambil pusing, lagi pula tidak ada gesekan apa pun.
Sempat Audi itu berhenti di dekat gerbang, namun dengan angkuhnya Harrison kembali menggeber dan tancap gas meninggalkannya. “Dasar orang aneh! Hahaha!” Harrison terkekek dan tawanya membahana di udara.Di dalam Audi itu, Marvin melihat spion tengah dan menebak-nebak siapa pengemudi Lambo itu. “Harrisson?” gumamnya ragu karena suasana di luar tidak begitu terang malam ini. Kemudian Marvin melajukan mobilnya.Sementara Harrison memarkirkan mobil sportnya itu pas di sekitar halaman rumah Dokter Neva. Dalam kondisi setengah mabuk dia menjerit, “Sayang, ada banyak hal yang mau aku sampaikan padamu. Mentalnya cukup terganggu malam ini. Haha.”PintDokter Neva tetap tenang walaupun harus sedikit berbohong. “Jam tangan pasien ketinggalan di rumah sakit, jadi aku bawa ke sini. Besok dia pasti akan kembali ke rumah sakit menemui istrinya.”Harrison membalik badannya lalu menghunuskan tatapan tajam ke arah Dokter Neva. Dia berkata dengan penuh rasa curiga. “Ada seorang pria yang main ke rumah?”“Kau mabuk, Harris! Berikan jam tangan itu, aku harus memasukkannya ke dalam tas, supaya besok tidak kelupaan.” Dokter Neva merampasnya dari tangan Harris.Kendati begitu, Harrison masih saja menaruh rasa curiga yang mendalam.***Keesokan paginya di Rumah Sakit Gloriston.Di sebuah ruangan yang terisolasi, khusus bagi pasien yang sedang menderita gangguan kejiwaan dan mental, terdengar teriakan.“Pergi kalian semua! Aku tidak mau mati! Jangan bunuh aku dan suamiku!” jerit seorang wanita sambil menjambak rambutnya sendiri, padahal di dalam ruangan itu hanya ada dia seo
Russel makin tidak bisa mengontrol diri. “Apa yang sudah terjadi pada Gennifer? Katakan pada kami!” cecar Russel dengan raut wajah yang sangat cemas. “Kemarin kami melihat dia hanya tidur, dan sekarang tidur lagi, ada apa dengannya?”Elena pun sama, tidak bisa menenangkan diri. “Kami adalah pihak keluarganya dan berhak untuk tahu.”Derick mengawasi kondisi Gennifer yang sangat memprihatinkan. Hari ini dia dan keluarganya harus fokus mengurus Gennifer dan meninggalkan semua pekerjaan rumah dan kantor.Namun, Marvin masih mencoba menenangkan mereka. “Yakinlah, Gennifer akan baik-baik saja.” Meski, dia adalah orang yang paling khawatir di antara mereka.Jika Gennifer demam sedikit saja, Marvin sudah sangat susah dibuatnya. Marvin tidak mau melihat istrinya sakit walaupun cuma batuk dan pilek. Dia memperhatikan Gennifer dengan sangat detail. Saat ini, dia sudah sempat berpikir yang macam-macam tetapi sebisa mungkin dia juga selalu menebarkan pikiran p
Melihat jam tangan itu, Harrison lantas mengernyitkan kening, lalu berkata dengan penuh rasa curiga, “Siapa yang sakit?” Harrison menajamkan tatapannya.“Istriku yang sakit. Permisi aku mau pulang.” Marvin mau masuk ke mobilnya.Tapi, Harrison menghalangi. “Sebentar. Apa kau berurusan dengan seorang dokter wanita ahli psikiatri bernama Neva?”Marvin mengangguk. “Ya, dia dokter yang sedang mengurus istriku.”Harrison terus memperhatikan mimik wajah Marvin yang tidak seperti biasanya. Meski mereka tidak akrab, mereka saling mengenal satu sama lain. Baru kali ini Harrison melihat wajah Marvin tampak murung.“Silakan kalau kau mau pulang!” tutup Harrison lalu melangkah meninggalkan Marvin.Ketika dalam perjalanan pulang di dalam mobilnya, Harrison tidak bisa untuk tidak bertanya kepada kekasihnya soal Marvin dan istrinya. Dia sangat penasaran. “Sayang, rupanya jam tangan itu milik Marvin Rock.”Dokter Neva tersentak kaget. D
Liciknya, Harrison sengaja mengajak Raymond dan Demian menunggu di rumah sakit. Dia tahu bahwa di atas Marvin sedang membesuk istrinya. Mereka bertiga sengaja menunggu kehadiran Marvin di bawah.Raymond memainkan benda pipih mahal miliknya sambil tersenyum sendiri. “Astaga! Lihatlah! Wanita ini pernah hampir menjadi istriku. Harris, seharusnya kau merekamnya lebih lama. Bila perlu satu jam. Haha.”Demian juga ikut tersenyum geli. “Aku juga sempat hampir tidur dengan Gennifer, tapi hampir. Tidak disangka sekarang dia jadi wanita gila. Haha.”Harrison tak terlalu peduli karena dia tidak punya masa lalu apa pun dengan Gennifer. “Yang penting Marvin akan sangat malu. Bukankah itulah harapan kita?”Ketika malam hari, pada saat sebagian rombongan Keluarga Winston dan Rock mau pulang, tiga pria itu pun sigap. Tapi, mereka bertiga tidak melihat Marvin di sana. Satu-satunya akses keluar rumah sakit adalah melalui pintu besar ini. Harrison berdiri
Marvin bergeming. Sekarang yang ada di kepalanya adalah istri yang sedang berada di dalam ruangan itu, lalu segala cibiran pahit dari tiga pria ini. Dada Marvin mulai bergemuruh, hanya saja sakit karena memikirkan istrinya jauh lebih besar dari pada hinaan yang diterimanya.Marvin kena gempur habis-habisan. Raymond menatap mata Marvin. “Katanya di acara waktu itu, kau menjadi CEO di The Rock Holding Company. Mana?! Kantornya mana?!” Harrison tertawa. “Pabriknya juga belum jadi. Lucu sekali kau ini Marvin. Kau terlalu ambisius.”“Jika kau mengurus Rock Electra dan tidak pernah bermimpi tinggi, kau tidak akan segagal ini,” timpal Demian.“Kau adalah orang hebat, Marvin,” sambung Harrison. “Kau bisa dihargai oleh banyak orang, termasuk walikota, tapi kau tidak bisa membohongi kami. Mereka tertipu dengan pesonamu.”Tidak lama setelah itu, terdengar teriakan dari dalam ruang isolasi. “Lepaskan aku! Lepaskan! Jangan bunuh kami!”
Ketika sedang menuju di mana mobilnya berada, Marvin kembali dipojokkan oleh Raymond, Harrison, dan Demian. Namun, Marvin acuh tak acuh, segera meninggalkan mereka yang sedang asyik menertawakan. Sesampainya di kediaman Keluarga Rock, Marvin bergegas menemui ayahnya guna melakukan pembicaraan serius terkait beberapa problem belakangan. Marvin terkenang tentang sikap kurang etisnya terhadap ayahnya, bagaimana dia tidak bisa mengendalikan ego dan ambisi besarnya, bagaimana dia tidak bisa benar-benar patuh terhadap orang tuanya. Ada sebuah penyeselan besar terhadap sikap buruknya belakangan ini terhadap orang tuanya, sebab jika dia benar-benar berbakti dan menuruti apa kata orang tuanya, belum tentu nasibnya bakal sejelek ini. Di penghujung hari, di balkon rumah. “Anakkku, apa yang telah kau dapatkan selepas dari hukuman penjara?” “Pelajaran hidup, Ayah.” Werner berbicara dengan pelan dan bijak. “Pelajaran akan sanga
Harrison memaksa kekasihnya, Dokter Neva, agar tidak terlalu berlebihan dalam memberikan pelayanan kepada istri Marvin. Bahkan, dia mengancam akan membatalkan pernikahan jikalau tidak mematuhi omongannya. Parahnya, Harisson berkeinginan agar Gennifer segera diurus oleh dokter lain saja. Meski demikian, Dokter Neva tetap respect terhadap Marvin dan tetap berupaya agar kiranya Gennifer terus mendapatkan perawatan hingga sembuh. Bagaimana pun juga, pada akhirnya Marvin harus segera membawa istrinya menuju ke sebuah negeri yang berada di Timur. Selain itu, dia juga berusaha menghindari berbagai macam cibiran dari para musuhnya yang terus saja membayang-bayangi. Harisson, Raymond dan Demian sampai merelakan waktunya pergi ke rumah sakit lagi hanya untuk mempermalukan Marvin. Mereka makin keterlaluan. Marvin tetap saja tidak menggubris ejekan dari mereka. Dia segera membawa istrinya pergi dari rumah sakit, menuju bandara. Selama dalam perjalanan, Gennifer sen
Seorang pria berwajah Persix sedang mengangkat pedang dan menakut-nakuti orang-orang di sekitarnya. “Aku adalah seorang Jenderal Sassanix yang sangat tangguh. Hahaha.” Pria bernama Hurmuz itu tertawa terbahak-bahak tanpa peduli dengan belasan orang yang akan menangkapnya. Security setempat mengeluarkan pentungan. “Sial! Kenapa dia bisa masuk lagi? Apakah dia pria yang memakai penutup wajah barusan?” “Kita kecolongan lagi. Lihatlah, pria gila itu telah menakut-nakuti para pengunjung.” “Padahal, dia adalah anak kandung dari tabib Arash.” Hurmuz berputar seperti penari sambil menodongkan pedangnya ke arah orang-orang. Lalu, dia berlagak seperti seorang jenderal perang. Dia berpidato di hadapan para prajurit. Karena sangat terobsesi ingin menjadi seorang prajurit militer bahkan jenderal namun tidak pernah tercapai, akhirnya Hurmuz menjadi gila lantaran tersiksa oleh obsesinya sendiri. Hal seperti demikian bukanlah sesuatu yang