“Ya sekali lagi, sayang,” ucap fotografer mengarahkan sepasang model di depannya.
“Good,” ucapnya saat keduanya mengganti pose sekali lagi.
“Wow you look so gorgeous dear,” raut wajah bahagia fotografer melihat hasil bidikan kameranya.
“Thank you…” ucap wanita cantik itu dengan senyuman menariknya.
“Thank you,” balas pria di sampingnya. Pria tampan yang mempesona.
Selesai pemotretan, keduanya berpelukan sekali lagi dan berpamitan kepada kru pemotretan hari itu.
“Venus, would you like to have dinner with me tonight?” tawar pria itu kepada Venus, seorang artis papan atas yang sejauh ini tidak pernah memiliki hubungan khusus dengan siapapun.
Sesaat Venus berpikir dan lumayan tertarik dengan pria muda di depannya “Ehm okay, but do you have any recommendation? I hope you understand, I need privacy.”
“Of course, I am aware of it."
“Okay, just text me then.”
“Yes.”
Keduanya berpisah menuju mobil masing-masing ditemani manajernya.
“Princess, are you serious with him?”
“Why?” tatap Venus tidak mengerti ke arah manajernya, pria gemulai dengan dandanan heboh.
“Gak yah cantik, gue ngerasa lo itu terlalu asal-asalan milih cowok,” ucap manajer Venus keberatan.
“Gak kok, hanya seneng-seneng aja. Selama ini lo tau kan, gue gak pernah dapet chemistry dengan cowok,” jawab Venus sembari men-scroll handphone-nya melihat jumlah followers-nya di akun media. sosialnya.
“Iya gue gak tau tipe lo kayak apa sih. Ribet banget.”
“Gue juga gak tau. Lagian lo, gue suruh buat cariin channel ke Adrian Tanuwijaya, lo gak becus. Sampai sekarang hasilnya nihil,” sindir Venus sambil mengecek riasannya di sebuah cermin kecil.
“Iya ih, gue sebel deh. Dia pria lajang yang most wanted banget tapi susah banget digapai.”
“Makanya, gue hanya penasaran sama dia aja sih. Gue lebih pengen naklukin dia. Sekali aja gue ketemu, gue yakin dia akan bertekuk lutut sama gue,” ucap Venus percaya diri.
“Of course princess. Lo itu looks like an angel, siapa yang bisa nolak lo. Sekali natap, pria itu pasti udah tergila-gila,” keduanya terkekeh kecil.
Venus Alexandria, artis papan atas dengan tubuh idaman banyak wanita. Dia menekuni dunia modelling sejak usia 17 tahun. Tidak terhitung jumlah iklan yang dibintanginya, belum lagi menjadi brand ambassador produk dalam dan luar negeri. Tapi masih ada satu yang belum pernah dijalaninya yaitu menjajal dunia film dan sinetron. Tawaran yang datang hanya pemain figuran, tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Venus, buat apa hanya sebagai pemanis saja, egonya terusik.
Venus kembali ke apartemen untuk beristirahat, sebelum pergi makan malam bersama Alexis, pria muda menarik, pendatang baru dan masih menjajal dunia showbiz.
Malam harinya, chat dari Alexis masuk, lalu Venus bersiap menuju restoran hotel bintang lima. Alexis layak dapat skor pertama karena memilih tempat ini.
Gaun merah mini yang dipakai Venus tidak mampu menyembunyikan lekuk tubuh, paha, dan bahunya yang indah. Membangkitkan gairah setiap pria yang melihatnya.
Ditemani manajernya, Venus melayangkan pandangan, mencoba menelisik restoran mewah ini. Matanya menangkap sosok familiar, pria tampan dibalut pakaian formal. Venus terpesona, namun berusaha menutupinya.
“Good evening dear, you looks so beautiful,” ucap Alexis mencium pipinya sekilas sembari menarik sebuah kursi untuk ditempati Venus.
“You too, you look so handsome and hot.”
Manajer Venus berpamitan memberikan ruang untuk mereka berdua, tentu sambil mengawasi dari kejauhan.
Alexis pria yang menyenangkan seakan tidak pernah kehabisan bahan obrolan, malam itu mereka bersantap sambil terus berbincang sambil diselingi tawa. Bahasa tubuh mereka jelas menyimpan ketertarikan satu sama lain.
“Apakah malam ini kita sekedar makan malam biasa?” tanya Alexis, sambil menyudahi santapannya dengan seteguk wine.
“Ehm menurut kamu,” Venus balik bertanya.
“Aku sudah memesan kamar, khawatir kamu kelelahan malam ini,” Alexis mencoba peruntungannya. Dia tahu sulit merebut perhatian Venus, hingga dia dapat tawaran pemotretan dengan seorang Venus Alexandria. Malam ini dia tidak mau membuang kesempatan.
Kabarnya, Venus sering bergonta-ganti teman pria. Tapi tidak ada satupun bisa menaklukkannya.
Bisa ditebak, keduanya berjalan menuju kamar mewah dengan tarif puluhan juta per malam yang disiapkan oleh Alexis. Venus tahu Alexis berasal dari keluarga pengusaha, jadi artis hanya untuk bersenang-senang saja. Semua kesempatan Alexis dapatkan karena back-up dari keluarganya.
“Maaf, Alexis. Gue harus periksa lo sebelum masuk ke kamar,” kata Manajer Venus. Alexis mengernyit heran, tapi Venus hanya menyandarkan tubuhnya di tembok sambil bersedekap.
“Sori, gue harus lindungi artis gue. Gue gak mau lo bawa alat perekam suara maupun video, gue harus geledah baju lo,” kata Manajer Venus lagi, tentu saja ini dilakukannya untuk menghindari Venus terlibat skandal.
“Oh okay, no problem,” jawab Alexis pasrah dan merentangkan tangannya setelah menyerahkan handphonenya ke Manajer Venus.
Venus tidak keberatan dengan tingkah manajernya, demi menjaga image yang dimilikinya. Bahkan untuk kabar dating saja, tidak tercium oleh media manapun. Dia ingin publik tahu bahwa ia adalah wanita yang sulit dijangkau dan istimewa. Hanya orang-orang beruntung yang bisa mendapatkan dirinya.
“Lo bersih,” ucap Manajer Venus, keduanya masuk ke dalam kamar sambil senyum penuh arti.
Alexis mengungkung Venus di tembok dan menciumnya dengan lembut.
“Ehm, ciuman kamu enak. Lanjutkan,” mendengar ini, Alexis tersenyum sambil melanjutkan ciumannya. Alexis melumat dan menggigit kecil bibir Venus yang manis dan lembut. Parfum Venus membuat gairahnya makin berkobar.
“Ah…” desah Venus. Ciuman Alexis beranjak ke leher jenjang Venus, usapan lidah Alexis membuatnya semakin bergairah.
Tangan Alexis berpindah, menyasar gundukan empuk nan lembut milik Venus. Bagian yang sangat menonjol dari tubuh Venus.
Remasan lembut dan intens membuat Venus menggeliat pasrah dan resah menanti tindakan Alexis selanjutnya.
“Asal kamu tahu, aku gak mau make love dengan orang di pertemuan pertama. Just make out, kamu mengerti?” Venus memperingati Alexis yang mengangguk pasrah. Alexis yakin bisa mengubah pandangan Venus dengan permainannya.
Keduanya berbaring ke tempat tidur tanpa saling melepaskan ciuman mereka.
“Ah…ah…ah…,” tangan Alexis turun ke arah bawah Venus, mengelusnya lembut di balik kain penutup segitiga. Gaun mini Venus memudahkannya tanpa susah payah.
Tangan Venus tidak mau kalah, meraba dan meremas lembut bagian menonjol di antara kedua paha Alexis. Venus tersenyum penuh arti, ia yakin pasti terpuaskan, tapi terlalu beresiko melakukannya malam ini.
“Ah…,” gantian Alexis mendesah saat jemari lentik Venus mengelus bagian depan celananya.
Mereka berlomba memberi kepuasan satu sama lain. Alexis membuka pakaian yang membalut tubuhnya.
Alexis mencoba menindih Venus yang masih berbalut pakaian, sedangkan dirinya hanya memakai underwear. Seolah melakukan hal yang sangat diinginkan setiap pria saat melihat wanita seperti Venus. Naik turun seolah melakukan kenikmatan surgawi.
“Ah…,” desahan Alexis akhirnya lolos juga, sekuat apapun bertahan. Pesona Venus menyulut gairahnya pada level maksimal.
“Hey, lo ngecrit duluan!” tebak Venus, seketika wajahnya tidak terima dan mendorong tubuh Alexis.
“Venus, sorry habisnya kamu bener-bener bikin aku lupa diri.”
“Sialan, lo lemah banget” ucap Venus kecewa.
“Hey, beri aku kesempatan lagi. Awalnya emang cepet tapi setelah ini akan lama kok,” cegat Alexis yang melihat Venus bangkit dan mencari tasnya.
“Ah gak, gue mau pulang. Lo gak pantes buat gue!” umpat Venus.
Harga diri Alexis terluka mendengar ucapan Venus. Dia bukan pria lemah, dia tahu itu. Tapi tubuhnya tak mampu membendung sentuhan Venus.
“Venus, lo gak bisa perlakuin gue kayak gini!” Alexis menatap marah sembari memungut pakaiannya satu persatu.
“Jadi mau lo apa. Lo mau ancam gue?” tanya Venus ketus.
“Gak, gak gitu. Tapi beri gue kesempatan” bujuk Alexis lagi.
“Gak!! lo cari perempuan lain. Gue hanya melihat cowo at the first impression. Gue gak akan beri kesempatan kedua.”
Venus berjalan dan meninggalkan Alexis sendirian. Alexis menggeram dan mengepalkan tangannya. Meja di sudut kamar menjadi sasaran amuknya.
“Lo gak bisa lakuin ini ke gue, Venus Alexandria! Gue akan buat perhitungan sama lo. Lo itu hanya milik gue, selamanya,” Alexis berbicara sendiri.
Venus mencari handphone untuk menghubungi manajernya. Manajernya tahu kebiasaannya, Venus tidak akan bermalam dengan pria manapun. Ia harus menunggu karena Venus hanya menghabiskan waktu 2-3 jam saja.
“Halo, lo dimana?”
“Gue kembali di restoran babe. Nungguin lo?”
“Ayo pulang, gue tunggu di lobi,” Venus berjalan anggun menuju lobi.
“Ah serius lo, ini gak cukup sejam,” tanya manajernya tidak percaya.
“Nanti di mobil gue jelasin. Gue capek, gue pengen mandi dan tidur.”
Manajer Venus sudah menduga kalau artis kesayangannya sedang kecewa, ia berusaha menghibur Venus dengan tertawa saat mendengar apa yang terjadi.
Sementara Venus? Pandangannya melayang ke luar jendela mobil. Sampai kapan aku harus merasa kesepian seperti ini? Apa tidak ada pria yang sanggup membuatku jatuh cinta,” gusarnya.
Setelah pertemuannya dengan Alexis, Venus kembali menjalani kesibukannya. Pemotretan, fashion show, wawancara dan banyak lagi. Venus memang wanita yang gila kerja. Dia sangat mencintai dunia ini. Inilah hidup dan passionnya. Venus turun di depan lobi apartemennya. Keadaan begitu sunyi, hanya penjaga keamanan yang ditemuinya. Tepat tengah malam, sangat jarang orang lalu lalang. Langkah kaki Venus dengan high heels-nya membahana di selasar menuju lift ke unit apartemennya. Tapi, seketika Venus merasa cemas, seperti ada yang membuntutinya. Ia menghentikan langkahnya, memastikan apakah ada orang di belakangnya, ternyata tidak. Sesekal
Shasa, manajer Venus akhirnya menggunakan jasa seorang bodyguard buat Venus. Untung saja ia banyak channel dari kalangan pengusaha yang menggunakan jasa bodyguard untuk keseharian mereka. “Halo, princess. Gue udah dapet bodyguard buat lo. So…lo terima aja langsung atau lo butuh ketemuan dulu?” tanya Shasa. “Iya, tolong ajak dia ke apartemen, gue pengen liat kayak apa sih dia. Jangan-jangan lo pilih bodyguard dengan tampilan preman pasar. Perih banget mata gue tiap hari liatin dia.” “Iya, percaya d
Hari pertama syuting film “Love in Action”, dengan pemeran Venus Alexandria dan Carlos Monte dilakukan di daerah Bogor, yang dijuluki kota hujan. Semua kru film sudah di lokasi, menunggu pemeran utama. Carlos Monte ditemani manajer dan tim wardrobe, make up dan hairstyles-nya berkumpul dan menyiapkan segala kebutuhan syuting sesuai perannya. Di sisi lain, Venus juga tidak kalah. Timnya terlihat sibuk dan cekatan menyiapkan keperluannya. Keduanya ingin menunjukkan bahwa mereka adalah artis kelas atas yang patut diperhitungkan. Mars berdiri memberi jara
Sesuai rencana, Mars menemani Venus clubbing malam ini. “Kamu minum aja, nanti tagihannya aku yang bayar,” ucap Venus melenggang ke lantai dansa. “Maaf saya tidak minum.” “Oh yah. Terserah kamu, soalnya susu stroberi gak ada disini,” sindir Venus mengenai kebiasaan Mars. Venus meliukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik, sambil sesekali menenggak minuman beralkohol rendah, dia tidak ingin mabuk malam ini, sekedar menghilangkan penat. Gerakan tubuhnya terhenti saat sebuah tangan menyentuh pinggang Venus. “Alexis!!!” pekik Venus menatap tajam Alexis, percuma, karena lampu klub ya
“Hai princess siap buat syuting hari ini?” sapa Shasa saat Venus membuka pintu apartemennya. Venus bersiap untuk syuting hari ini. Cukup kemarin ia merutuki kesalahannya. “Hei Sha!!! kok dia di sini. Lo gak denger gue kemarin!!!” ucap Venus melihat kehadiran Mars. “Duduk dulu cyin, gue jelasin,” Shasa mengiba. “Menurut kontrak kerja, gue gak bisa membatalkan kontrak secara sepihak. Gue bisa didenda 10x lipat artinya 10 miliar!” “What!!! lo bayar dia 1M, gila lo Sha,” ucap Venus tidak percaya. “Demi lo princess. Lo berharga banget buat gue.” “Tapi…” Shasa ragu. “Tapi…” balas Venus tak sabar. “Tapi, perjanjiannya cuman 3 bulan kok. Dalam 3 bulan dia gak dapet si stalker, perjanjiannya selesai, dan dia kena denda 500 juta. Jadi please, tahan sampai 3 bulan, lagian udah berjalan dua minggu kan. Sabar ya.” “Okey, gue turutin mau lo. Gue kas
Venus merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar sambil mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. Merasa bosan, sambil berguling ia meraih handphone jadul, “Mars, ke sini sekarang,” Venus menguji ucapan Mars. “Ada apa?” Venus nyaris melompat, Mars sudah berada di belakangnya. “Astaga, lo tahu kode apartemen gue,” heran Venus. “Tentu saja. Ada apa kamu menelpon?” Mars mulai membiasakan diri berbicara santai saat mereka berdua. “Beliin makanan, gue laper” perintah Venus, Mars menggelengkan kepalanya. “Kamu pengen makan apa?” tanya Mars. “Terserah.” “Tidak ada makanan terserah. Tentukan atau aku pergi sekarang.” “Ya udah, aku pengen makan steak, tenderloin medium rare.” “Baik. Tunggu sebentar.” Sepuluh menit menunggu, Mars sudah kembali. “Steaknya mana?” tanya Venus saat melihat Mars membawa kantongan kecil. “Aku yang masak. Ini
Venus menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Siapa sangka, syuting hari ini beradegan sedih dan menguras air mata, sehingga bisa dipastikan aktingnya terlihat lebih natural. “Mata lo bengkak kenapa?” tanya Shasa yang duduk di samping Venus. “Gue nonton film romantis dan baper. Buat latihan dan referensi adegan hari ini,” kilah Venus. Mars hanya menatap datar Venus melalui kaca spion. Mars menjadi stuntman tetap dikarenakan stuntman untuk peran Carlos berhenti. Selain menjadi stuntman dia juga ditunjuk menjadi peran figuran sebagai anggota geng yang akan menghabisi Carlos. “Hei itu yang disana, kamu akan membuat fokus penonton terpecah. Kamu terlalu ganteng. Astrada!!! Pakein dia topeng atau apalah, untuk menutupi wajahnya,” ucap Sutradara menegur Mars. Dia khawatir hal itu akan menenggelamkan pesona Carlos. Syuting kembali dilanjutkan setelah Mars memakai masker. Namun tak dinyana, ke
Hubungan Mars dan Venus semakin membaik akibat kejadian di parkiran dan beberapa kejadian belakangan ini. Dret…dret...dret Ponsel Venus berbunyi, terlalu pagi baginya saat manajernya menghubunginya. “Halo, Are you ready for tonight?” “Apaan?” Venus masih memejamkan matanya. “Astaga lo lupa, nanti malam lo kan janjian makan malam dengan Adrian,” ucap Shasa mengingatkan Venus terhadap janjinya. “Bisa dicancel gak. Gue males keluar,” alasan Venus. Alasan sebenarnya adalah saat ini dia tidak tertarik pada pria manapun. Dunianya hanya berputar pada pria lain yang posesif dan tak tahu bagaimana bersikap lembut pada wanita . “Eh lo bercanda, Senin ini lo punya jadwal pemotretan dan iklan untuk produk milik Adrian. Jangan sampai lo melewatkan kesempatan ini” ucap Shasa mengingatkan. “Iya okey.” “Gitu dong sampai ketemu sebentar malam”
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera
“Bang, apa polisi sudah menemukan jasad Mars?” tanya Venus. Ya, sejak dua hari yang lalu pertanyaan ini selalu terucap di bibir Venus, pagi, siang hingga malam. Marvel serasa ingin berteriak bosan tetapi hanya mampu menghela napas, bukankah dia juga turut andil dalam kematian Mars. Andaikan dia tidak mengikuti hasutan Alexis, Mars dan Venus akan kembali bersama.Mengenai keberadaan Alexis, pria itu sangat pandai bersembunyi. Marvel tidak bisa melaporkannya ke pihak kepolisian karena mungkin saja akan bersangkut pautan dengan dirinya. Namun, dia telah membayar orang untuk melacak keberadaan Alexis guna membalas dendam terhadap kematian Mars.“Dek, abang kan sudah berkali-kali ngasih tahu kamu, anak buah abang akan selalu melaporkan perkembangan kasus ini,” jawab Marvel sabar.“Kamu tahu kan sangat sulit menemukan jasad Mars yang ikut tenggelam bersama mobil itu. Kondisi itu akan membuat jasadnya lebih cepat turun ke dasar lautan,&rdq
Marvel menghampiri Alexis “Gue gak pernah nyuruh lo ngelakuin ini,” geram Marvel menarik kerah bajunya. Sontak ketegangan terjadi, pengawal Alexis dan Marvel saling beradu pandang bersiap pertarungan. “Brengsek lo Alexis,” umpat Marvel saat tersadar akan tindakan Alexis di luar dugaannya. Alexis mencoba melepaskan cengkeraman tangan di baju Marvel. Tetapi Marvel melayangkan tinjunya, Alexis menahannya dan balik memukul wajah Marvel. Kali ini dia tidak akan segan-segan lagi ke Marvel. Dia sudah tidak takut lagi setelah kepergian Mars, orang yang selama ini paling berbahaya menurutnya. Hanya karena dia khawatir dengan Venus, Mars bisa menyerah dan lengah. Bahkan pengawal terbaiknya saja mampu dilumpuhkan oleh Mars. Pertarungan keduanya terjadi, Venus menyingkir dan menyaksikan dengan khawatir. Kali ini dia takut kehilangan abangnya. Saat Alexis melihat posisinya terpojok, buktinya pengawalnya mampu dikalahkan oleh pengawal Marvel. “Stop!!!” ancam Alexis
Hari saat Venus menghilang,Marvel yang kehilangan Venus sejak semalam, membuatnya sulit tidur dan resah tak menentu. Selain memikirkan keadaan Venus dirinya juga memikirkan bagaimana cara memberitahukan masalah ini kepada orangtuanya.Bagaikan berpacu dengan waktu, langit yang gelap berubah menjadi cerah. Setelah kedatangan Adrian di pagi hari, ada secercah harapan di dirinya. Adrian bersedia membantunya untuk mencari tahu keberadaan Venus setelah terlebih dahulu meminta bantuan kepada Alexis. Ya, pria itulah yang bersedia dimintai tolong untuk melacak keberadaan Venus.Dret…dret….dret…Ponsel Marvel berbunyi. Nama Alexis tertera di layar ponselnya.“Halo bang, Venus udah gue temukan,” suara Alexis terdengar senang.“Good job, gue ternyata bisa andelin lo,” ucap Marvel bahagia. Dia bahkan sontak bangkit dari tempat duduknya dan merasa beban di pundaknya sedikit ringan.