“Hai princess siap buat syuting hari ini?” sapa Shasa saat Venus membuka pintu apartemennya. Venus bersiap untuk syuting hari ini. Cukup kemarin ia merutuki kesalahannya.
“Hei Sha!!! kok dia di sini. Lo gak denger gue kemarin!!!” ucap Venus melihat kehadiran Mars.
“Duduk dulu cyin, gue jelasin,” Shasa mengiba.
“Menurut kontrak kerja, gue gak bisa membatalkan kontrak secara sepihak. Gue bisa didenda 10x lipat artinya 10 miliar!”
“What!!! lo bayar dia 1M, gila lo Sha,” ucap Venus tidak percaya.
“Demi lo princess. Lo berharga banget buat gue.”
“Tapi…” Shasa ragu.
“Tapi…” balas Venus tak sabar.
“Tapi, perjanjiannya cuman 3 bulan kok. Dalam 3 bulan dia gak dapet si stalker, perjanjiannya selesai, dan dia kena denda 500 juta. Jadi please, tahan sampai 3 bulan, lagian udah berjalan dua minggu kan. Sabar ya.”
“Okey, gue turutin mau lo. Gue kasihan ntar lo bangkrut terus ngemis di emperan toko.”
“Bukan lagi cyin.”
Setelah percakapan itu, Venus seringkali menatap Mars dengan tajam. Saat Mars berbalik menatap lewat kaca spion, Venus buru-buru mengalihkan pandangan.
Syuting hari ini masih menggunakan stuntman, dan ada satu adegan romantis, ciuman Venus dan Carlos. Tidak ada yang keberatan demi profesionalitas.
“Maaf, saya permisi pergi sebentar,” ucap Mars ke Venus tapi Shasa yang mengangguk.
Tidak lama, Astrada menghampiri mereka.
“Maaf mba Venus, saya bisa minta tolong sekali lagi.”
“Apa lagi, lo doyan banget minta tolong sama gue,” keluh Venus.
“Stuntman buat Carlos sudah datang hari ini, tapi sayangnya dia tiba-tiba cedera. Dia harus meninggalkan lokasi syuting. Apa bisa kami menggunakan jasa bodyguard Mba Venus lagi?”
“Gak usah!”
“Saya bisa,” sahut Mars, ternyata dia menguping pembicaraan mereka.
Mereka tidak punya pilihan. Adegan demi adegan dilaluinya. Dalam satu adegan dia harus menerima pukulan kayu di punggungnya, Mars harus berlari, melompat, bahkan berguling, sekujur tubuhnya pasti lebam. Melihat Mars tersiksa, Venus tersenyum puas, balasan untuk apa yang sudah Mars perbuat semalam.
“Okey cut. Next!" teriak Sutradara.
Syuting berlanjut ke adegan romantis dengan bumbu ciuman.
Venus merapatkan tubuhnya ke Carlos, ia terisak, jemari Carlos menelusuri wajah porselen Venus, perlahan Venus memejamkan mata, bibir merahnya merekah, menanti sentuhan lembut Carlos.
“Auch!!!” pekik Carlos sambil mengusap belakang kepalanya.
Sekelebat Venus melihat Mars berlalu sambil menjentikkan jari di kepala Carlos. Venus menatap Mars dengan tajam, yang ditatap hanya mengangkat bahu sambil berlalu.
“Kamu kenapa?” tanya sutradara.
“Oh gak mas, maaf, bisa kita ulang sekali lagi?” ucap Carlos sungkan.
Kali ini Venus bertukar posisi, jelas dengan begini, Mars yang berada dibalik punggungnya, tidak akan berani mengganggu.
“Cut! Cut! Cut!” teriak sutradara berulang kali, saat keduanya terbuai memagut bibir sambil sesekali saling meremas rambut. Mereka tampak seperti sejoli yang sedang dimabuk cinta, padahal akting semata.
“Hehehe…sorry mas,” ucap Carlos menunduk minta maaf. Semua orang di lokasi syuting terkekeh melihat akting dan tingkah mereka, kecuali Mars.
Sambil saling mengucapkan terima kasih, Venus dan Carlos kembali ke ruangan masing-masing.
“Sha, temenin ke kamar mandi. Sialan! Lipstik gue sampai habis dilumat si Carlota,” Venus merengut, Shasa hanya mengekor.
“Gimana, enak gak cipokannya?! Lo kelihatan banget menikmati,” kekeh Shasa.
“Kagak!” ucap Venus kesal, mukanya tegang. Saat Shasa tidak melihat, Venus tersenyum tipis, ia tahu ciuman siapa yang berhasil membuatnya terbuai.
“Cyin, gue juga ke toilet yah. Kebelet,” ucap Shasa.
“Lo gak disini,” ledek Venus.
“Eeehh masih original ini terongnya!” jawab Shasa cuek.
“Sha, katanya mau di toilet cowok aja,” ucap Venus membelakangi pintu toilet
“Mars! Ngapain lo!” teriak Venus saat melihat Mars mendekat, mata menyimpan kebencian.
“Mars!” tegur Venus, Mars malam mencengkram wajahnya dengan kasar.
“Kamu itu milikku!” geram Mars.
“Mars, gue bukan milik siapapun, orang tua gue sekalipun gak akan bisa mengklaim gue miliknya.”
“Bibir ini…,” Mars mengelus bibir Venus.
“Rambut ini…,” Mars membelai rambut Venus yang kecoklatan.
“Tubuh ini…,” Mars menarik pinggang Venus, mendekapnya erat.
“Semua milikku…,” bisik Mars.
“Mars…hmpphhhh….” Mars membungkam Venus, menciumnya dengan kasar, melumat bibir dan lidah Venus.
“Ah….!!!” pekik Mars melepas ciumannya, bibirnya terasa perih.
“Kamu nakal juga. Kamu mesti dikasih pelajaran, sayang ”
“Cuih…”
“Mars, lo gila yah,” ucap Venus saat Mars mengikat kedua tangannya dengan sapu tangan sambil mengangkat tubuh ramping Venus ke wastafel.
“Mars, gue teriak ya!” ancam Venus sambil berontak.
“Teriak aja, tu lebih baik. Biar mereka tahu kamu milikku.”
“Anjingg lo Mars!!!” umpat Venus.
Dress Venus yang selutut tidak dapat berbuat banyak menahan dorongan nafsu Mars.
“Mars, bangsattt, bajingann lo Mars,” umpat Venus.
“Bagus sayang, teruslah mengumpat, membuatku lebih bergairah…,” seringai Mars.
Mars menarik kain segitiga Venus, membuka kancing celananya. Berbeda dengan malam itu, kali ini dia melakukannya dalam keadaan sadar. Dia berjanji akan membuat Venus bertekuk lutut padanya, tidak akan membiarkan Venus pergi.
Venus seperti menjerumuskan dirinya kepada pria yang tidak tahu apa arti cinta. Mars yakin, ini bukan cinta, tetapi dia hanya ingin memiliki Venus seutuhnya.
“Ah…ah….,” desah Mars. Venus menggigit bibirnya menahan desahan, tapi tubuhnya menginginkan sentuhan Mars. Dia merutuki kebodohannya.
“Aarghh…,” desahan panjang Mars, menjatuhkan kepalanya di bahu Venus.
Tok…Tok…
“Cyin, kok lama banget sih,” suara Shasa, menyelamatkan Venus. Bukan tidak mungkin Mars akan mengulanginya.
“Iyaaaa, sori gue sakit perut,” teriak Venus, sambil menatap tajam Mars yang memakai celananya kembali. Mars membantu Venus merapikan pakaiannya kemudian melepas ikatan tangan Venus.
Plak! Plak! Plak!
Venus melayangkan tamparan keras.
“Hadiah buat lo. Andai bisa, gue bunuh lo.”
“Jangan keluar dulu!!! gue gak mau orang curiga,” ancam Venus lagi.
Venus berjalan cepat, menutup pintu dan segera menemui Shasa.
Syuting selesai dilakukan, mereka beranjak pulang.
Mars mengantarkan Venus pulang, mereka seolah melupakan kejadian tadi.
“Tahan!” perintah Mars, sebuah kotak tergeletak di depan pintu Apartemen Venus. Venus dan manajernya sontak mundur, mengikuti arahan.
“Shit!!” umpat Mars.
“Mars apa itu?” tanya Venus mendekat.
“Jangan mendekat, bom!” pekik Mars. Venus seketika pucat pasi.
"Stalker ini gak ada otak!" batin Venus.
Mars mengambil kotak perlahan.
“Masih ada 10 menit,” desis Mars. Venus dan Shasa menepi, berpegang tangan dalam diam, rasanya dingin sekali.
Mars berpacu dengan waktu, bergegas ia mencari tempat aman untuk meledakkan bom itu.
Setengah jam berlalu, Mars kembali, wajahnya bermandikan peluh.
“Are you okay Mars?” cemas Venus.
“Sejak kapan Anda mulai khawatir dengan saya?” sinis Mars.
“Ya gu-gue khawatir lah. Stalker maniak, jelas gue kepikiran, ngaco!” kilah Venus.
“Mars, emang belom ada update tentang stalker itu?” tanya Shasa.
“Ehm, saya sudah berusaha keras tapi ia sepertinya sangat paham keamanan Apartemen ini. Cukup lihai menghapus jejak.”
“Lo harus pindah cyin, apartemen ini gak aman,” tawar Shasa ke Venus.
“Gak, gue gak mau. Gue udah nyaman disini. Deket kemana aja,” tolak Venus.
“Bom tadi berdaya ledak rendah. Untung saja kita datang tepat waktu,” lanjut Mars.
“Nona Venus, ini handphone untuk anda. Saat Nona membutuhkan saya, dalam 5 menit saya akan datang,” sebuah handphone diberikan Mars, ponsel sederhana bukan smartphone.
“Jadul amat,” cibir Venus.
“Handphone ini anti penyadapan dan gangguan sinyal. Hanya ada kontak saya di dalamnya. Setelah pekerjaan saya selesai, anda bisa membuangnya.”
“Beneran lo bisa datang kurang dari 5 menit?” sinis Venus.
“Ya, jika saya berjarak kurang dari 1 km. Saya akan datang secepatnya,” ucap Mars yakin.
Sekali lagi Venus diselamatkan oleh Mars. Pria yang melukai perasaan tapi juga penolong hidupnya, baru kali ini ia dilema urusan hati, sialan kamu Mars.
Mars semakin lama kita bersama, lo semakin berbahaya bagi jantung gue, batin Venus.
Aduh benci jadi cinta emang selalu bikin panas dingin ye kan
Venus merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar sambil mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. Merasa bosan, sambil berguling ia meraih handphone jadul, “Mars, ke sini sekarang,” Venus menguji ucapan Mars. “Ada apa?” Venus nyaris melompat, Mars sudah berada di belakangnya. “Astaga, lo tahu kode apartemen gue,” heran Venus. “Tentu saja. Ada apa kamu menelpon?” Mars mulai membiasakan diri berbicara santai saat mereka berdua. “Beliin makanan, gue laper” perintah Venus, Mars menggelengkan kepalanya. “Kamu pengen makan apa?” tanya Mars. “Terserah.” “Tidak ada makanan terserah. Tentukan atau aku pergi sekarang.” “Ya udah, aku pengen makan steak, tenderloin medium rare.” “Baik. Tunggu sebentar.” Sepuluh menit menunggu, Mars sudah kembali. “Steaknya mana?” tanya Venus saat melihat Mars membawa kantongan kecil. “Aku yang masak. Ini
Venus menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Siapa sangka, syuting hari ini beradegan sedih dan menguras air mata, sehingga bisa dipastikan aktingnya terlihat lebih natural. “Mata lo bengkak kenapa?” tanya Shasa yang duduk di samping Venus. “Gue nonton film romantis dan baper. Buat latihan dan referensi adegan hari ini,” kilah Venus. Mars hanya menatap datar Venus melalui kaca spion. Mars menjadi stuntman tetap dikarenakan stuntman untuk peran Carlos berhenti. Selain menjadi stuntman dia juga ditunjuk menjadi peran figuran sebagai anggota geng yang akan menghabisi Carlos. “Hei itu yang disana, kamu akan membuat fokus penonton terpecah. Kamu terlalu ganteng. Astrada!!! Pakein dia topeng atau apalah, untuk menutupi wajahnya,” ucap Sutradara menegur Mars. Dia khawatir hal itu akan menenggelamkan pesona Carlos. Syuting kembali dilanjutkan setelah Mars memakai masker. Namun tak dinyana, ke
Hubungan Mars dan Venus semakin membaik akibat kejadian di parkiran dan beberapa kejadian belakangan ini. Dret…dret...dret Ponsel Venus berbunyi, terlalu pagi baginya saat manajernya menghubunginya. “Halo, Are you ready for tonight?” “Apaan?” Venus masih memejamkan matanya. “Astaga lo lupa, nanti malam lo kan janjian makan malam dengan Adrian,” ucap Shasa mengingatkan Venus terhadap janjinya. “Bisa dicancel gak. Gue males keluar,” alasan Venus. Alasan sebenarnya adalah saat ini dia tidak tertarik pada pria manapun. Dunianya hanya berputar pada pria lain yang posesif dan tak tahu bagaimana bersikap lembut pada wanita . “Eh lo bercanda, Senin ini lo punya jadwal pemotretan dan iklan untuk produk milik Adrian. Jangan sampai lo melewatkan kesempatan ini” ucap Shasa mengingatkan. “Iya okey.” “Gitu dong sampai ketemu sebentar malam”
Pemotretan produk dan syuting iklan untuk perusahaan Adrian berlangsung lancar dan tidak ada hambatan. Adrian bahkan sengaja meluangkan waktunya yang sibuk untuk mengawasi pemotretan Venus Sikap Venus yang menjaga jarak membuat Adrian semakin penasaran dan ingin merebut perhatian Venus. Venus adalah gadis yang sangat berbeda menurutnya, tidak silau harta dan jabatan. Padahal banyak model di luaran sana tidak akan melewatkan kesempatan untuk dekat dengan dirinya. “Terima kasih, terima kasih,” ucap Venus tersenyum dan membungkuk hormat kepada semua tim dan kru yang membantunya hari ini. “Hai, ini untuk kamu,” sodor Adrian dengan sebuah buket bunga mawar merah. “Thank you,” ucap Venus singkat. “Kamu ada waktu luang hari ini?” tanya Adrian sembari melihat arloji mahal di tangannya. Setidaknya dia ada waktu hingga jam makan siang sebelum kembali ke kantor untuk mengurusi pekerjaannya yang tertunda. “Oh maaf, aku ada syuting b
“Mars, Shasa gak kesini katanya. Kita ketemu di lokasi syuting,” Venus berbicara dengan Mars dari pantulan cermin di hadapannya. Tangannya dengan lincah merias diri. Make up sederhana hanya untuk menuju lokasi syuting, nanti saat dirinya tiba di lokasi syuting seorang make up professional sudah tersedia untuknya “Hmm…,” Mars mengecup leher Venus yang sibuk berdandan. “Mars, aku udah rapi loh. Jangan rusak make-up ku hari ini. Kita sudah telat, bahkan demi menghemat waktu Shasa gak jemput aku,” Venus memperingatkan Mars tapi tidak menghindari kecupan demi kecupan yang dilayangkan Mars. “Okey, malam ini kamu gak punya alasan lagi,” peringati Mars. “Iya, aku udah gak bisa nolak lagi,” Venus tersenyum sembari menggeleng geli. Mars memeluk tubuh langsing Venus dan mendekapnya erat. “Oh iya Mars, syuting hari ini hampir aja selesai, menuju ending. Di script akan ada adegan ranjang dan ciuman panas dengan Carlos. A
Syuting yang berjalan lebih dari dua bulan akhirnya selesai juga. Venus menjadi sangat ketergantungan dengan pria yang bernama Mars ini. Satu hal yang selalu ditunggunya, Mars tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Venus. Malahan dirinya yang selalu mengatakan, I need you, I like you tapi Mars hanya membalasnya dengan menciumnya. Ciuman yang meluluhkan tubuh dan perasaannya dan bisa dipastikan berlanjut pada permainan ranjang Mars. Sejak kapan seorang Venus harus bersabar menunggu pernyataan seorang pria. Pria ini benar-benar membuatnya kehilangan jati dirinya. Hubungan keduanya masih dirahasiakan dari semua orang di sekitar termasuk Shasa, orang kepercayaannya. Venus menunggu hingga Mars dapat segera menemukan stalker tersebut dan kontrak mereka akan berakhir. Tapi satu sisi saking terlenanya dengan hubungan pribadi keduanya, Venus bahkan melupakan tugas Mars untuk menemukan stalker yang sering mengancamnya. Anehnya belakangan ini V
Berdasarkan pantauan CCTV rumah sakit, Mars menggunakan topi, memakai pakaian biasa yang entah didapatkannya dimana dan berjalan tergesa-gesa meringis memegang perutnya. Polisi akhirnya hanya mampu menyelidiki keberadaan Mars hingga keluar dari parkiran rumah sakit. Setelah itu dia menghilang tanpa jejak. Tidak ada satupun barang yang menunjukkan keberadaan Mars. Venus hanya mampu menatap kosong, dunianya dirasa menghilang seketika. Pria itu meninggalkan dirinya saat Venus merasa dia adalah satu-satu sumber kehidupannya. Venus merasa tidak berharga dan dicampakkan. “Halo, Venus are you okay dear?” suara seorang wanita di seberang sana kedengaran khawatir dengan kondisi Venus. “I’m okay Mami,” bohong Venus, padahal bawah matanya kelihatan hitam dan wajahnya pucat. “Mami akan segera kesana begitu urusan Papi selesai,” tegas Mami Venus. “Gak usah Mami, Venus beneran baik-baik aja. Bodyguard Venus yang terluka sedang
Venus mengantarkan Adrian menuju apartemen Shasa, Venus sebisa mungkin menutupi wajahnya saat dia keluar menuju lobby hotel NW Centrall hotel. “Terima kasih Adrian, aku udah berutang banyak sama kamu,” ucap Venus saat turun dari mobil milik Adrian. “Gak kok,” Adrian mengecup pelipis Venus lembut dan Venus tersenyum. Setibanya di apartemen milik Shasa, Venus mencecar dan menumpahkan rasa kesalnya kepada manajernya yang meninggalkannya berdua dengan Adrian. Dia tidak ingat bahwa dirinya yang memaksa dan menyuruh Shasa agar kembali dan meninggalkan dirinya. Shasa tentu saja menolak dan menyanggah tuduhan yang dilayangkan oleh Venus. “Cariin gue apartemen baru. Gue pengen suasana baru,” putus Venus setelah beberapa lama mempertimbangkan hunian yang tepat untuknya. Dia terlalu lama bersabar dan menunggu Mars kembali. “Iya gue usahain dalam minggu ini,” janji Shasa. “Thank you Sha. Oh iya seminggu ini gue pengen liburan, setelah itu lo jadwalin gue kerjaan yang padat. Gue adalah Venus
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera
“Bang, apa polisi sudah menemukan jasad Mars?” tanya Venus. Ya, sejak dua hari yang lalu pertanyaan ini selalu terucap di bibir Venus, pagi, siang hingga malam. Marvel serasa ingin berteriak bosan tetapi hanya mampu menghela napas, bukankah dia juga turut andil dalam kematian Mars. Andaikan dia tidak mengikuti hasutan Alexis, Mars dan Venus akan kembali bersama.Mengenai keberadaan Alexis, pria itu sangat pandai bersembunyi. Marvel tidak bisa melaporkannya ke pihak kepolisian karena mungkin saja akan bersangkut pautan dengan dirinya. Namun, dia telah membayar orang untuk melacak keberadaan Alexis guna membalas dendam terhadap kematian Mars.“Dek, abang kan sudah berkali-kali ngasih tahu kamu, anak buah abang akan selalu melaporkan perkembangan kasus ini,” jawab Marvel sabar.“Kamu tahu kan sangat sulit menemukan jasad Mars yang ikut tenggelam bersama mobil itu. Kondisi itu akan membuat jasadnya lebih cepat turun ke dasar lautan,&rdq
Marvel menghampiri Alexis “Gue gak pernah nyuruh lo ngelakuin ini,” geram Marvel menarik kerah bajunya. Sontak ketegangan terjadi, pengawal Alexis dan Marvel saling beradu pandang bersiap pertarungan. “Brengsek lo Alexis,” umpat Marvel saat tersadar akan tindakan Alexis di luar dugaannya. Alexis mencoba melepaskan cengkeraman tangan di baju Marvel. Tetapi Marvel melayangkan tinjunya, Alexis menahannya dan balik memukul wajah Marvel. Kali ini dia tidak akan segan-segan lagi ke Marvel. Dia sudah tidak takut lagi setelah kepergian Mars, orang yang selama ini paling berbahaya menurutnya. Hanya karena dia khawatir dengan Venus, Mars bisa menyerah dan lengah. Bahkan pengawal terbaiknya saja mampu dilumpuhkan oleh Mars. Pertarungan keduanya terjadi, Venus menyingkir dan menyaksikan dengan khawatir. Kali ini dia takut kehilangan abangnya. Saat Alexis melihat posisinya terpojok, buktinya pengawalnya mampu dikalahkan oleh pengawal Marvel. “Stop!!!” ancam Alexis
Hari saat Venus menghilang,Marvel yang kehilangan Venus sejak semalam, membuatnya sulit tidur dan resah tak menentu. Selain memikirkan keadaan Venus dirinya juga memikirkan bagaimana cara memberitahukan masalah ini kepada orangtuanya.Bagaikan berpacu dengan waktu, langit yang gelap berubah menjadi cerah. Setelah kedatangan Adrian di pagi hari, ada secercah harapan di dirinya. Adrian bersedia membantunya untuk mencari tahu keberadaan Venus setelah terlebih dahulu meminta bantuan kepada Alexis. Ya, pria itulah yang bersedia dimintai tolong untuk melacak keberadaan Venus.Dret…dret….dret…Ponsel Marvel berbunyi. Nama Alexis tertera di layar ponselnya.“Halo bang, Venus udah gue temukan,” suara Alexis terdengar senang.“Good job, gue ternyata bisa andelin lo,” ucap Marvel bahagia. Dia bahkan sontak bangkit dari tempat duduknya dan merasa beban di pundaknya sedikit ringan.