Syuting yang berjalan lebih dari dua bulan akhirnya selesai juga. Venus menjadi sangat ketergantungan dengan pria yang bernama Mars ini. Satu hal yang selalu ditunggunya, Mars tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Venus. Malahan dirinya yang selalu mengatakan, I need you, I like you tapi Mars hanya membalasnya dengan menciumnya. Ciuman yang meluluhkan tubuh dan perasaannya dan bisa dipastikan berlanjut pada permainan ranjang Mars.
Sejak kapan seorang Venus harus bersabar menunggu pernyataan seorang pria. Pria ini benar-benar membuatnya kehilangan jati dirinya. Hubungan keduanya masih dirahasiakan dari semua orang di sekitar termasuk Shasa, orang kepercayaannya. Venus menunggu hingga Mars dapat segera menemukan stalker tersebut dan kontrak mereka akan berakhir.
Tapi satu sisi saking terlenanya dengan hubungan pribadi keduanya, Venus bahkan melupakan tugas Mars untuk menemukan stalker yang sering mengancamnya. Anehnya belakangan ini V
Apakah kalian tidak ingin berkomentar? Diam gak selalu emas loh
Berdasarkan pantauan CCTV rumah sakit, Mars menggunakan topi, memakai pakaian biasa yang entah didapatkannya dimana dan berjalan tergesa-gesa meringis memegang perutnya. Polisi akhirnya hanya mampu menyelidiki keberadaan Mars hingga keluar dari parkiran rumah sakit. Setelah itu dia menghilang tanpa jejak. Tidak ada satupun barang yang menunjukkan keberadaan Mars. Venus hanya mampu menatap kosong, dunianya dirasa menghilang seketika. Pria itu meninggalkan dirinya saat Venus merasa dia adalah satu-satu sumber kehidupannya. Venus merasa tidak berharga dan dicampakkan. “Halo, Venus are you okay dear?” suara seorang wanita di seberang sana kedengaran khawatir dengan kondisi Venus. “I’m okay Mami,” bohong Venus, padahal bawah matanya kelihatan hitam dan wajahnya pucat. “Mami akan segera kesana begitu urusan Papi selesai,” tegas Mami Venus. “Gak usah Mami, Venus beneran baik-baik aja. Bodyguard Venus yang terluka sedang
Venus mengantarkan Adrian menuju apartemen Shasa, Venus sebisa mungkin menutupi wajahnya saat dia keluar menuju lobby hotel NW Centrall hotel. “Terima kasih Adrian, aku udah berutang banyak sama kamu,” ucap Venus saat turun dari mobil milik Adrian. “Gak kok,” Adrian mengecup pelipis Venus lembut dan Venus tersenyum. Setibanya di apartemen milik Shasa, Venus mencecar dan menumpahkan rasa kesalnya kepada manajernya yang meninggalkannya berdua dengan Adrian. Dia tidak ingat bahwa dirinya yang memaksa dan menyuruh Shasa agar kembali dan meninggalkan dirinya. Shasa tentu saja menolak dan menyanggah tuduhan yang dilayangkan oleh Venus. “Cariin gue apartemen baru. Gue pengen suasana baru,” putus Venus setelah beberapa lama mempertimbangkan hunian yang tepat untuknya. Dia terlalu lama bersabar dan menunggu Mars kembali. “Iya gue usahain dalam minggu ini,” janji Shasa. “Thank you Sha. Oh iya seminggu ini gue pengen liburan, setelah itu lo jadwalin gue kerjaan yang padat. Gue adalah Venus
“Kamu harus janji gak akan pernah menghilang lagi,” tatapan memohon Venus ke Mars. “Iya aku janji,” Mars mencium pucuk kepala Venus. Venus menghubungi dan memberi kabar ke Shasa bahwa dia akan bepergian untuk liburan lebih cepat dari jadwal yang telah direncanakannya. Dia merasa belum waktunya untuk jujur bahwa dia sudah bertemu dengan Mars. Venus benar-benar ingin bersama Mars selama seminggu ini tanpa ada gangguan. Mars tentu saja menyambut dengan antusias. “Ehm…apakah malam ini kamu juga gak akan tidur bareng aku?” tanya Venus yang menghabiskan sepiring spaghetti buatan Mars. “Gak, aku akan tidur bareng kamu,” jawab Mars hanya melirik untuk melihat reaksi Venus. “Ah really? Beneran?” girang Venus. “Iyaaaa…,” Mars menghela napas dan menggeleng geli atas reaksi Venus yang berlebihan. “Mars, ini apa?” tunjuk Venus ke dada Mars setelah mereka berdua berbaring di tempat tidur. “Ini…,” Mars melihat tempat
“Kamu tunggu disini ya, aku ngambil kendaraan di parkiran,” ujar Mars kepada Venus yang berdiri di lobby Apartemennya. “Iya.” Selang beberapa saat, suara deru mesin mobil, lebih tepatnya supercar berwarna hitam perpaduan warna gold keluar dari basemen parkiran Apartemen milik Mars. Mobil dengan kapasitas dua penumpang berhenti tepat di depan Venus. Venus memicingkan matanya menebak siapa orang di balik kemudi itu dengan kaca mobil yang sangat gelap itu. Pintu mobil tersebut dibuka ke atas, dan menampilkan sosok Mars dibalik kemudi. Senyum Venus terbit, bersidekap dan menggeleng geli. “Another surprise?” tanya Venus dan menaikkan alisnya sebelah. “Hmm, maybe,” Mars turun dan menghampiri Venus. “Kejutan apa lagi sih ini Mars, kamu kayaknya sengaja pamer depan aku. Apa ini cara kamu buat narik perhatian aku?” tebak Venus. “Hmm…bisa dibilang begitu.” “Hei sejak kapan aku silau akan harta.
Ajakan berbelanja membuat Mars menjadi kapok dan tidak ingin mengulanginya lagi, tubuhnya benar-benar lelah bahkan untuk berjalan pun hanya mampu menyeret langkahnya. Tentu ini berbeda saat harus push up ataupun pull up dengan gerakan teratur dan bermanfaat bagi tubuhnya dibandingkan berkeliling tidak jelas di dalam mal menemani Venus selama hampir tiga jam lebih. Kedua tangan Mars penuh akan barang belanjaan Venus hingga perlu menyewa seseorang untuk membantu membawakan barang-barang Venus lainnya. “Mars, kamu gak kehabisan duit kan?” tanya Venus memastikan, apalagi belanjanya hampir melebihi limit belanjanya tiap bulan. Mars bersikeras menggunakan uang pribadinya dan menolak uang dari Venus. “Gak, besok kamu belanja seperti ini juga aku mampu. Tapi aku gak sanggup nemenin kamu, betis aku sepertinya sudah gak mampu menopang tubuhku,” keluh Mars. Setelah puas berbelanja, mobil Mars tidak mampu menampung barang belanjaan Venus hingga
Kesalah pahaman antara Mars dan Venus kembali mencair. Hubungan keduanya semakin romantis dan tak terpisahkan. Selama seminggu bersama Mars, waktu berjalan lebih cepat dari biasanya bagi Venus.Dret...dret…dret…Ponsel Venus berbunyi, sebuah panggilan masuk. Sebuah nomor baru, terlihat seperti panggilan internasional.“Halo, sister. How are you?” sapa seseorang dibalik panggilan itu.“Abang!!!” suara yang sangat dikenali dan dirindukan oleh Venus.“Iya, aduh gak usah teriak gitu dong, telinga aku pengang nih. Kamu dimana sekarang?”“Emm...em...di apartemenku, kenapa?” bohong Venus. Mars keluar membelikan buah dan beberapa makanan untuk mengisi persediaan kebutuhan mereka di lemari pendingin.“Jemput aku di bandara besok pagi. Malam ini aku berangkat kembali ke tanah air.”“What!!! Really!? Ab
Venus mengirimkan pesan ke Mars agar menemuinya di Apartemen untuk mengambil barang yang dibutuhkannya. Mars juga berniat membawakan semua barang-barang yang telah dibeli bersama Venus tetapi Venus menyarankan untuk menyimpannya sementara disana. Sesekali Venus mugkin saja akan menginap di penthouse milik Mars. Tentu saja Mars sangat menyetujui usulan Venus itu.Venus lebih dulu tiba di apartemen itu ditemani sopir keluarganya atas perintah Marvel, abangnya. Sopir keluarganya dibiarkan menunggu di lantai bawah.Venus mulai memencet kode apartemennya. Tapi seseorang membekap mulutnya, dan mendekapnya dari belakang, Venus memberontak. Orang itu membalikkan tubuhnya dengan cepat. Ternyata Mars yang berdiri di depannya.Mars menyergap Venus dengan ciuman di lehernya, dan mengelus paha Venus.“Ah…Mars stop!!!” Venus mendorong tubuh Mars lembut. Dia tidak ingin ada orang melihat tindakan mereka berdua.Bug&ldq
Seperti dugaan Venus, maminya, Diandra memanfaatkan waktu berdua dengan putri kesayangannya. Berbelanja berkeliling mal, masuk ke toko satu kemudian berpindah ke toko lain, dilanjutkan ke spa perawatan wajah dan tubuh, terakhir meninjau keadaan NW Centrall hotel warisan kakek dari Maminya.Marvel tidak bersama mereka, dia mempunyai agenda sendiri, bertemu dengan teman-temannya sebelum sibuk membantu Papinya mengurus perusahaan.Diandra berniat makan siang karena merindukan masakan chef hotel miliknya tentu saja sebagai salah satu quality control untuk mengetahui bagaimana pengelolaan hotel ini. Diandra menunjuk orang kepercayaan untuk mengelola hotel tersebut. Hal ini berdasarkan keinginan Marcell yang tidak ingin Diandra sibuk mengurusi pekerjaannya di usia mereka yang menginjak hampir kepala lima.Marcell selalu ingin bersama Diandra kapan pun. Bahkan agenda bisnis di luar kota ataupun ke luar negeri, istrinya harus mendampinginya. Marcell be
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera
“Bang, apa polisi sudah menemukan jasad Mars?” tanya Venus. Ya, sejak dua hari yang lalu pertanyaan ini selalu terucap di bibir Venus, pagi, siang hingga malam. Marvel serasa ingin berteriak bosan tetapi hanya mampu menghela napas, bukankah dia juga turut andil dalam kematian Mars. Andaikan dia tidak mengikuti hasutan Alexis, Mars dan Venus akan kembali bersama.Mengenai keberadaan Alexis, pria itu sangat pandai bersembunyi. Marvel tidak bisa melaporkannya ke pihak kepolisian karena mungkin saja akan bersangkut pautan dengan dirinya. Namun, dia telah membayar orang untuk melacak keberadaan Alexis guna membalas dendam terhadap kematian Mars.“Dek, abang kan sudah berkali-kali ngasih tahu kamu, anak buah abang akan selalu melaporkan perkembangan kasus ini,” jawab Marvel sabar.“Kamu tahu kan sangat sulit menemukan jasad Mars yang ikut tenggelam bersama mobil itu. Kondisi itu akan membuat jasadnya lebih cepat turun ke dasar lautan,&rdq
Marvel menghampiri Alexis “Gue gak pernah nyuruh lo ngelakuin ini,” geram Marvel menarik kerah bajunya. Sontak ketegangan terjadi, pengawal Alexis dan Marvel saling beradu pandang bersiap pertarungan. “Brengsek lo Alexis,” umpat Marvel saat tersadar akan tindakan Alexis di luar dugaannya. Alexis mencoba melepaskan cengkeraman tangan di baju Marvel. Tetapi Marvel melayangkan tinjunya, Alexis menahannya dan balik memukul wajah Marvel. Kali ini dia tidak akan segan-segan lagi ke Marvel. Dia sudah tidak takut lagi setelah kepergian Mars, orang yang selama ini paling berbahaya menurutnya. Hanya karena dia khawatir dengan Venus, Mars bisa menyerah dan lengah. Bahkan pengawal terbaiknya saja mampu dilumpuhkan oleh Mars. Pertarungan keduanya terjadi, Venus menyingkir dan menyaksikan dengan khawatir. Kali ini dia takut kehilangan abangnya. Saat Alexis melihat posisinya terpojok, buktinya pengawalnya mampu dikalahkan oleh pengawal Marvel. “Stop!!!” ancam Alexis
Hari saat Venus menghilang,Marvel yang kehilangan Venus sejak semalam, membuatnya sulit tidur dan resah tak menentu. Selain memikirkan keadaan Venus dirinya juga memikirkan bagaimana cara memberitahukan masalah ini kepada orangtuanya.Bagaikan berpacu dengan waktu, langit yang gelap berubah menjadi cerah. Setelah kedatangan Adrian di pagi hari, ada secercah harapan di dirinya. Adrian bersedia membantunya untuk mencari tahu keberadaan Venus setelah terlebih dahulu meminta bantuan kepada Alexis. Ya, pria itulah yang bersedia dimintai tolong untuk melacak keberadaan Venus.Dret…dret….dret…Ponsel Marvel berbunyi. Nama Alexis tertera di layar ponselnya.“Halo bang, Venus udah gue temukan,” suara Alexis terdengar senang.“Good job, gue ternyata bisa andelin lo,” ucap Marvel bahagia. Dia bahkan sontak bangkit dari tempat duduknya dan merasa beban di pundaknya sedikit ringan.