Hubungan Mars dan Venus semakin membaik akibat kejadian di parkiran dan beberapa kejadian belakangan ini.
Dret…dret...dret
Ponsel Venus berbunyi, terlalu pagi baginya saat manajernya menghubunginya.
“Halo, Are you ready for tonight?”
“Apaan?” Venus masih memejamkan matanya.
“Astaga lo lupa, nanti malam lo kan janjian makan malam dengan Adrian,” ucap Shasa mengingatkan Venus terhadap janjinya.
“Bisa dicancel gak. Gue males keluar,” alasan Venus. Alasan sebenarnya adalah saat ini dia tidak tertarik pada pria manapun. Dunianya hanya berputar pada pria lain yang posesif dan tak tahu bagaimana bersikap lembut pada wanita .
“Eh lo bercanda, Senin ini lo punya jadwal pemotretan dan iklan untuk produk milik Adrian. Jangan sampai lo melewatkan kesempatan ini” ucap Shasa mengingatkan.
“Iya okey.”
“Gitu dong sampai ketemu sebentar malam”
Venus menutup panggilan Shasa dengan tergesa-gesa, Venus memang tidak ingin berbicara dengan manajernya berlama-lama karena dia ingin bersama dengan Mars.
“Mars, aku laper,” kali ini Venus menghubungi Mars dengan ponsel pemberian Mars. Mulai hari ini Venus tidak akan melupakan membawa ponsel itu kemanapun.
“Iya tunggu.”
Tidak lama Mars sudah datang membawakan sajian dua mangkuk mie instan dengan telur dan taburan bawang goreng menggugah selera.
“Enak gak?” tanya Mars setelah melihat Venus memakan dengan lahap. Padahal dirinya hanya mengetes Venus, tanpa bertanya pun dia tahu Venus menikmati hidangan di hadapannya.
“Enak banget, tapi gak sehat. Aku harus mikirin kalorinya.”
“Kamu terlalu kurus untuk mikirin kalori di setiap makananmu.”
“Mars, aku pernah ngomong yah. Ini proporsional,” bantah Venus tidak terima.
Setelah menghabiskan sarapannya, keduanya beranjak ke ruang tv. Keduanya benar-benar menikmati waktu bersama. Venus bahkan bersandar di dada bidang Mars.
“Kamu banyak makan, tapi gak gemuk yah,” tatap Mars heran melihat Venus yang tidak berhenti mengunyah.
“Karena itu aku harus sibuk kerja. Biar lupain buat ngemil.”
“Oh…”
“Mars, aku pengen susu itu juga dong,” ucap Venus saat Mars meminum susu stroberi kesukaannya.
“Nih!” Mars mencium bibir Venus dan memindahkan susu dari dalam mulutnya ke dalam mulut Venus.
“Mars ih jorok,” Venus memukul dada Mars.
“Apa bedanya dengan kita ciuman?” tanya Mars mengetes.
“Gak tahu ah.” Venus bersedekap dan memalingkan wajahnya. Benar secara konteks, ciuman dengan yang dilakukan oleh Mars tadi sama sebenarnya.
“Mars, aku janjian dinner dengan Adrian malam ini,” ucap Venus memberitahukan sekaligus meminta ijin kepada Mars.
“Hmm….,” ucap Mars singkat.
“Aku gak akan macem-macem kok. Hanya sekedar makan malam, kamu bisa ngawasin aku,” janji Venus. Dia benar-benar takluk di hadapan Mars. Selama ini pria manapun akan tunduk kepada semua permintaan Venus, tapi dengan Mars, dia sukarela menurunkan egonya.
“Okay, gak masalah. Aku percaya sama kamu,” Venus memeluk erat tubuh Mars dan mencium aroma tubuh maskulin yang begitu menenangkan.
Malam tiba, sesuai dengan janji dinner dengan Adrian. Venus menggunakan gaun hitam polos dengan punggung terekspos jelas. Mars dipastikan menolak Venus memakai baju itu, tetapi hanya bisa terdiam saat Shasa yang mengusulkan hal ini. Venus juga tidak bisa beralasan apa-apa karena sedari dulu baju seperti ini sering dikenakannya.
Mars masih harus menyembunyikan hubungannya dengan Venus dengan alasan bahwa dirinya masih punya hubungan kerjasama professional. Dia harus menangkap stalker itu secepatnya dan memproklamirkan hubungannya dengan Venus.
Kali ini Adrian lebih dahulu tiba di restoran mereka janjian. Adrian dengan gentleman, menarik kursi dan mempersilahkan Venus duduk tidak lupa memberikan kecupan di pipi Venus. Venus kelihatan kaget dan tidak nyaman juga takut akan reaksi Mars.
Sepanjang makan malam, Adrian seringkali ingin memegang tangan Venus yang bersandar di meja tapi Venus buru-buru menarik tangannya. Dia benar-benar ingin menghindari kesalahpahaman Mars.
“Apa mungkin kita bisa berlanjut ke hal yang lebih intim?” tawar Adrian sembari melempar senyum manisnya ke Venus. Semakin mengenal Venus, semakin dirinya ingin memiliki Venus. Dia bahkan merutuki kebodohannya karena menolak bertemu Venus beberapa kali. Dia benar-benar terlambat, tanpa diketahuinya Venus sudah menemukan seseorang yang mengisi hatinya.
“Oh sorry, malam ini aku harus istirahat. Besok pagi aku ada syuting pagi dan di hari Senin aku ada pemotretan untuk perusahaan kamu kan,” tolak Venus secara halus. Adrian hanya mengangguk pasrah dengan alasan Venus.
Setelah berpisah, Adrian bahkan akan mencium bibir Venus tapi Venus segera memalingkan wajahnya.
“Oh maaf,” ucap Adrian salah tingkah.
“Iya gak masalah. Aku gak bisa seperti ini saat baru mengenal seseorang,” bohong Venus. Dia sudah melupakan kebiasaannya yang sering make out bersama dengan kencan satu malamnya. Dia bahkan lupa terakhir kali dia melakukan itu, Alexis setelah itu tidak ada.
Di dalam mobil Venus bahkan tidak banyak berbicara, dia cemas. Shasa yang memang memarkir mobilnya di apartemen Venus, mengantar Venus dan akan mengendarai mobilnya saat pulang ke apartemennya.
“Mars, maafin aku. Itu gak seperti yang kamu kira,” ucap Venus setelah Shasa meninggalkan apartemennya.
“Apa?” tanya Mars heran melihat raut wajah cemas Venus.
“Aku tolak ciuman Adrian kok,” Venus menjelaskan.
“Mars…” ucap Venus karena Mars mengulurkan tangannya ke wajah Venus. Venus takut dan menutup mata, dia menebak Mars akan mencengkeram wajahnya lagi karena marah.
“Mars…” lirih Venus. Ternyata tebakannya salah. Mars menepuk pucuk kepala lembut Venus.
“Kamu gak salah kok, you’re such a good girl tonight” ucap Mars tersenyum.
“Jadi aku gak dihukum?” tanya Venus kaget.
“Gak.”
“Beneran?” tanya Venus sekali lagi.
“Iya. Atau kamu sebetulnya berharap untuk dihukum?” goda Mars.
“Ih enggaklah.”
Bukan hukuman tapi permintaan dan rasa ingin bersentuhan. Keduanya saat ini berbaring setelah menghabiskan malam panas berdua. Hanya selimut yang mampu menutupi tubuh mereka yang tanpa sehelai pakaian.
“Mars, apa kamu yakin dengan hubungan kita?” tanya Venus dan memainkan jari telunjuknya di dada bidang Mars.
“Yakin. Kamu?”
“Aku gak tahu. Aku gak yakin dengan reaksi keluargaku. Hubunganku dengan Papiku kurang baik.”
“Kok bisa? Biasanya hubungan ayah dan putrinya lebih erat.”
“Papiku menyalahkanku karena mami hampir saja kehilangan nyawa saat melahirkanku, jauh sebelum itu mami selalu drop selama masa kehamilan. Setelah dilahirkan pun, mami memforsir dirinya mengurusku hingga jatuh sakit. Papi yang cinta mati sama mami, malah menyalahkanku yang tidak tahu apa-apa ini.”
“Ya memang, kamu gak salah. Kamu gak pernah meminta untuk lahir ke dunia ini,” Venus mengangguk akan ucapan penyemangat Mars.
“Mars, kenapa kamu menyembunyikan hubungan kita dari Shasa. Kamu kelihatan jaga jarak dari aku saat Shasa ada.”
“Karena kami masih terlibat hubungan pekerjaan. Baru kali ini aku terjebak hubungan pribadi dengan klienku.”
“Sebelumnya gak pernah?”
“Pernah sekali. Tapi aku yang menyukainya, dia gak tahu. Dia calon istri bos aku,” ucap Mars jujur.
“Cantik gak? Secantik aku? Atau lebih?” cecar Venus.
“Kamu bawel yah, dulu judesnya minta ampun” Mars menjepit hidung Venus gemas.
“Gak kok dia biasa aja. Tapi dia imut, lucu dan baik hati”
“Namanya siapa?” tanya Venus penasaran.
“Tamara…Tamara Anjani,” ucap Mars. Venus berbalik memunggungi Mars. Ada rasa panas saat Mars menceritakan perempuan itu. Dia melihat dengan jelas Mars mengingat banyak banyak kesan baik mengenai sosok perempuan itu.
“Hei, kamu kenapa? Cemburu?” Mars memeluk tubuh Venus dari belakang dan menyandarkan dagunya di bahu Venus.
“Ih enggaklah, kan kamu bilang dia biasa aja sedangkan aku cantik banget,” kilah Venus.
“Oh yah…oh yah…,” Mars mengelitik pinggang Venus.
“Mars geli,” Venus mendorong tubuh Mars.
“Hahaha…” keduanya tertawa bahagia dan secepat itu rasa cemburu Venus menguap.
Mars benar-benar merebut seluruh jiwa dan raganya. Dia bahkan takut kehilangan Mars. Dahulu dia ingin kontrak Mars dengan Shasa segera berakhir tapi kali ini dia ingin waktu berjalan dengan lambat. Tapi, sebagian dari dirinya pun bertanya, akankah Mars menginginkan hal yang sama?
Pemotretan produk dan syuting iklan untuk perusahaan Adrian berlangsung lancar dan tidak ada hambatan. Adrian bahkan sengaja meluangkan waktunya yang sibuk untuk mengawasi pemotretan Venus Sikap Venus yang menjaga jarak membuat Adrian semakin penasaran dan ingin merebut perhatian Venus. Venus adalah gadis yang sangat berbeda menurutnya, tidak silau harta dan jabatan. Padahal banyak model di luaran sana tidak akan melewatkan kesempatan untuk dekat dengan dirinya. “Terima kasih, terima kasih,” ucap Venus tersenyum dan membungkuk hormat kepada semua tim dan kru yang membantunya hari ini. “Hai, ini untuk kamu,” sodor Adrian dengan sebuah buket bunga mawar merah. “Thank you,” ucap Venus singkat. “Kamu ada waktu luang hari ini?” tanya Adrian sembari melihat arloji mahal di tangannya. Setidaknya dia ada waktu hingga jam makan siang sebelum kembali ke kantor untuk mengurusi pekerjaannya yang tertunda. “Oh maaf, aku ada syuting b
“Mars, Shasa gak kesini katanya. Kita ketemu di lokasi syuting,” Venus berbicara dengan Mars dari pantulan cermin di hadapannya. Tangannya dengan lincah merias diri. Make up sederhana hanya untuk menuju lokasi syuting, nanti saat dirinya tiba di lokasi syuting seorang make up professional sudah tersedia untuknya “Hmm…,” Mars mengecup leher Venus yang sibuk berdandan. “Mars, aku udah rapi loh. Jangan rusak make-up ku hari ini. Kita sudah telat, bahkan demi menghemat waktu Shasa gak jemput aku,” Venus memperingatkan Mars tapi tidak menghindari kecupan demi kecupan yang dilayangkan Mars. “Okey, malam ini kamu gak punya alasan lagi,” peringati Mars. “Iya, aku udah gak bisa nolak lagi,” Venus tersenyum sembari menggeleng geli. Mars memeluk tubuh langsing Venus dan mendekapnya erat. “Oh iya Mars, syuting hari ini hampir aja selesai, menuju ending. Di script akan ada adegan ranjang dan ciuman panas dengan Carlos. A
Syuting yang berjalan lebih dari dua bulan akhirnya selesai juga. Venus menjadi sangat ketergantungan dengan pria yang bernama Mars ini. Satu hal yang selalu ditunggunya, Mars tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Venus. Malahan dirinya yang selalu mengatakan, I need you, I like you tapi Mars hanya membalasnya dengan menciumnya. Ciuman yang meluluhkan tubuh dan perasaannya dan bisa dipastikan berlanjut pada permainan ranjang Mars. Sejak kapan seorang Venus harus bersabar menunggu pernyataan seorang pria. Pria ini benar-benar membuatnya kehilangan jati dirinya. Hubungan keduanya masih dirahasiakan dari semua orang di sekitar termasuk Shasa, orang kepercayaannya. Venus menunggu hingga Mars dapat segera menemukan stalker tersebut dan kontrak mereka akan berakhir. Tapi satu sisi saking terlenanya dengan hubungan pribadi keduanya, Venus bahkan melupakan tugas Mars untuk menemukan stalker yang sering mengancamnya. Anehnya belakangan ini V
Berdasarkan pantauan CCTV rumah sakit, Mars menggunakan topi, memakai pakaian biasa yang entah didapatkannya dimana dan berjalan tergesa-gesa meringis memegang perutnya. Polisi akhirnya hanya mampu menyelidiki keberadaan Mars hingga keluar dari parkiran rumah sakit. Setelah itu dia menghilang tanpa jejak. Tidak ada satupun barang yang menunjukkan keberadaan Mars. Venus hanya mampu menatap kosong, dunianya dirasa menghilang seketika. Pria itu meninggalkan dirinya saat Venus merasa dia adalah satu-satu sumber kehidupannya. Venus merasa tidak berharga dan dicampakkan. “Halo, Venus are you okay dear?” suara seorang wanita di seberang sana kedengaran khawatir dengan kondisi Venus. “I’m okay Mami,” bohong Venus, padahal bawah matanya kelihatan hitam dan wajahnya pucat. “Mami akan segera kesana begitu urusan Papi selesai,” tegas Mami Venus. “Gak usah Mami, Venus beneran baik-baik aja. Bodyguard Venus yang terluka sedang
Venus mengantarkan Adrian menuju apartemen Shasa, Venus sebisa mungkin menutupi wajahnya saat dia keluar menuju lobby hotel NW Centrall hotel. “Terima kasih Adrian, aku udah berutang banyak sama kamu,” ucap Venus saat turun dari mobil milik Adrian. “Gak kok,” Adrian mengecup pelipis Venus lembut dan Venus tersenyum. Setibanya di apartemen milik Shasa, Venus mencecar dan menumpahkan rasa kesalnya kepada manajernya yang meninggalkannya berdua dengan Adrian. Dia tidak ingat bahwa dirinya yang memaksa dan menyuruh Shasa agar kembali dan meninggalkan dirinya. Shasa tentu saja menolak dan menyanggah tuduhan yang dilayangkan oleh Venus. “Cariin gue apartemen baru. Gue pengen suasana baru,” putus Venus setelah beberapa lama mempertimbangkan hunian yang tepat untuknya. Dia terlalu lama bersabar dan menunggu Mars kembali. “Iya gue usahain dalam minggu ini,” janji Shasa. “Thank you Sha. Oh iya seminggu ini gue pengen liburan, setelah itu lo jadwalin gue kerjaan yang padat. Gue adalah Venus
“Kamu harus janji gak akan pernah menghilang lagi,” tatapan memohon Venus ke Mars. “Iya aku janji,” Mars mencium pucuk kepala Venus. Venus menghubungi dan memberi kabar ke Shasa bahwa dia akan bepergian untuk liburan lebih cepat dari jadwal yang telah direncanakannya. Dia merasa belum waktunya untuk jujur bahwa dia sudah bertemu dengan Mars. Venus benar-benar ingin bersama Mars selama seminggu ini tanpa ada gangguan. Mars tentu saja menyambut dengan antusias. “Ehm…apakah malam ini kamu juga gak akan tidur bareng aku?” tanya Venus yang menghabiskan sepiring spaghetti buatan Mars. “Gak, aku akan tidur bareng kamu,” jawab Mars hanya melirik untuk melihat reaksi Venus. “Ah really? Beneran?” girang Venus. “Iyaaaa…,” Mars menghela napas dan menggeleng geli atas reaksi Venus yang berlebihan. “Mars, ini apa?” tunjuk Venus ke dada Mars setelah mereka berdua berbaring di tempat tidur. “Ini…,” Mars melihat tempat
“Kamu tunggu disini ya, aku ngambil kendaraan di parkiran,” ujar Mars kepada Venus yang berdiri di lobby Apartemennya. “Iya.” Selang beberapa saat, suara deru mesin mobil, lebih tepatnya supercar berwarna hitam perpaduan warna gold keluar dari basemen parkiran Apartemen milik Mars. Mobil dengan kapasitas dua penumpang berhenti tepat di depan Venus. Venus memicingkan matanya menebak siapa orang di balik kemudi itu dengan kaca mobil yang sangat gelap itu. Pintu mobil tersebut dibuka ke atas, dan menampilkan sosok Mars dibalik kemudi. Senyum Venus terbit, bersidekap dan menggeleng geli. “Another surprise?” tanya Venus dan menaikkan alisnya sebelah. “Hmm, maybe,” Mars turun dan menghampiri Venus. “Kejutan apa lagi sih ini Mars, kamu kayaknya sengaja pamer depan aku. Apa ini cara kamu buat narik perhatian aku?” tebak Venus. “Hmm…bisa dibilang begitu.” “Hei sejak kapan aku silau akan harta.
Ajakan berbelanja membuat Mars menjadi kapok dan tidak ingin mengulanginya lagi, tubuhnya benar-benar lelah bahkan untuk berjalan pun hanya mampu menyeret langkahnya. Tentu ini berbeda saat harus push up ataupun pull up dengan gerakan teratur dan bermanfaat bagi tubuhnya dibandingkan berkeliling tidak jelas di dalam mal menemani Venus selama hampir tiga jam lebih. Kedua tangan Mars penuh akan barang belanjaan Venus hingga perlu menyewa seseorang untuk membantu membawakan barang-barang Venus lainnya. “Mars, kamu gak kehabisan duit kan?” tanya Venus memastikan, apalagi belanjanya hampir melebihi limit belanjanya tiap bulan. Mars bersikeras menggunakan uang pribadinya dan menolak uang dari Venus. “Gak, besok kamu belanja seperti ini juga aku mampu. Tapi aku gak sanggup nemenin kamu, betis aku sepertinya sudah gak mampu menopang tubuhku,” keluh Mars. Setelah puas berbelanja, mobil Mars tidak mampu menampung barang belanjaan Venus hingga
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera
“Bang, apa polisi sudah menemukan jasad Mars?” tanya Venus. Ya, sejak dua hari yang lalu pertanyaan ini selalu terucap di bibir Venus, pagi, siang hingga malam. Marvel serasa ingin berteriak bosan tetapi hanya mampu menghela napas, bukankah dia juga turut andil dalam kematian Mars. Andaikan dia tidak mengikuti hasutan Alexis, Mars dan Venus akan kembali bersama.Mengenai keberadaan Alexis, pria itu sangat pandai bersembunyi. Marvel tidak bisa melaporkannya ke pihak kepolisian karena mungkin saja akan bersangkut pautan dengan dirinya. Namun, dia telah membayar orang untuk melacak keberadaan Alexis guna membalas dendam terhadap kematian Mars.“Dek, abang kan sudah berkali-kali ngasih tahu kamu, anak buah abang akan selalu melaporkan perkembangan kasus ini,” jawab Marvel sabar.“Kamu tahu kan sangat sulit menemukan jasad Mars yang ikut tenggelam bersama mobil itu. Kondisi itu akan membuat jasadnya lebih cepat turun ke dasar lautan,&rdq
Marvel menghampiri Alexis “Gue gak pernah nyuruh lo ngelakuin ini,” geram Marvel menarik kerah bajunya. Sontak ketegangan terjadi, pengawal Alexis dan Marvel saling beradu pandang bersiap pertarungan. “Brengsek lo Alexis,” umpat Marvel saat tersadar akan tindakan Alexis di luar dugaannya. Alexis mencoba melepaskan cengkeraman tangan di baju Marvel. Tetapi Marvel melayangkan tinjunya, Alexis menahannya dan balik memukul wajah Marvel. Kali ini dia tidak akan segan-segan lagi ke Marvel. Dia sudah tidak takut lagi setelah kepergian Mars, orang yang selama ini paling berbahaya menurutnya. Hanya karena dia khawatir dengan Venus, Mars bisa menyerah dan lengah. Bahkan pengawal terbaiknya saja mampu dilumpuhkan oleh Mars. Pertarungan keduanya terjadi, Venus menyingkir dan menyaksikan dengan khawatir. Kali ini dia takut kehilangan abangnya. Saat Alexis melihat posisinya terpojok, buktinya pengawalnya mampu dikalahkan oleh pengawal Marvel. “Stop!!!” ancam Alexis
Hari saat Venus menghilang,Marvel yang kehilangan Venus sejak semalam, membuatnya sulit tidur dan resah tak menentu. Selain memikirkan keadaan Venus dirinya juga memikirkan bagaimana cara memberitahukan masalah ini kepada orangtuanya.Bagaikan berpacu dengan waktu, langit yang gelap berubah menjadi cerah. Setelah kedatangan Adrian di pagi hari, ada secercah harapan di dirinya. Adrian bersedia membantunya untuk mencari tahu keberadaan Venus setelah terlebih dahulu meminta bantuan kepada Alexis. Ya, pria itulah yang bersedia dimintai tolong untuk melacak keberadaan Venus.Dret…dret….dret…Ponsel Marvel berbunyi. Nama Alexis tertera di layar ponselnya.“Halo bang, Venus udah gue temukan,” suara Alexis terdengar senang.“Good job, gue ternyata bisa andelin lo,” ucap Marvel bahagia. Dia bahkan sontak bangkit dari tempat duduknya dan merasa beban di pundaknya sedikit ringan.