Hari pertama syuting film “Love in Action”, dengan pemeran Venus Alexandria dan Carlos Monte dilakukan di daerah Bogor, yang dijuluki kota hujan.
Semua kru film sudah di lokasi, menunggu pemeran utama. Carlos Monte ditemani manajer dan tim wardrobe, make up dan hairstyles-nya berkumpul dan menyiapkan segala kebutuhan syuting sesuai perannya.
Di sisi lain, Venus juga tidak kalah. Timnya terlihat sibuk dan cekatan menyiapkan keperluannya. Keduanya ingin menunjukkan bahwa mereka adalah artis kelas atas yang patut diperhitungkan.
Mars berdiri memberi jarak kepada Venus, dia mengawasi dari jauh. Tajam matanya seperti elang yang ingin memangsa, dan mengintai musuh. Dia memperhatikan setiap gerak-gerik orang di sekitar Venus. Dia patut mencurigai satu persatu orang di sekitar Venus.
“Kenapa sih, pemeran-perempuan di film kebanyakan jadi perempuan yang lemah” keluh Venus membaca naskah di tangannya.
“Yah gitulah cyin, perempuan akan butuh pria. Lo juga ngerasa gitu kan yah,” jawab Shasa manajer Venus mengedipkan mata memberikan isyarat mengenai kebiasaan Venus yang senang saat banyak pria memuja dirinya.
“Iya, tapi gue gak mau juga diinjak-injak kayak gini. Peran gue lemah banget, jauh banget dari karakter asli gue,” tambah Venus lagi.
“Ya karena itu princess, kalo lo berhasil buat jalanin peran ini. Artinya lo sukses,” debat Shasa.
“Pinter banget mulut lo buat debat sama gue,” Venus menyindir manajernya.
“Ya itu gunanya gue, cyin. Gue gak boleh buat lo jadi ragu terhadap apapun keputusan agensi gue,” jawab Shasa lagi.
“Yes, you’re the best,” senyum mengejek Venus ke arah manajernya.
Kru mulai sibuk mempersiapkan alat dan properti syuting.
Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi, tapi belum ada tanda syuting akan dimulai.
“Gue haus, beliin air dingin deh!” perintah Venus ke manajernya.
“Okey, gue suruh Mars aja yah,” Shasa menatap ke arah Mars yang berdiri agak jauh dari mereka.
“Terserah lo. Kan lo yang bayar dia. Sekalian beli buat dia minum,” Venus menoleh ke arah Mars yang menggunakan kacamata hitamnya, lebih cocok jadi pemeran pria utama dibandingkan bodyguard.
Selama perjalanan menuju Bogor, Venus sesekali melirik ke arah Mars di balik kemudi. Badan Mars yang nyaris sempurna, dan tidak banyak bicara membuat Venus sedikit teralihkan.
Shasa menghampiri Mars dan membisikkan sesuatu, kemudian Mars beranjak pergi dari lokasi syuting.
“Permisi Nona, ini minuman Anda,” Mars menyodorkan sebotol air mineral dingin.
“Okey, taruh aja di situ,” perintah Venus.
“Lo beli minuman gak?” tanya Venus penasaran.
“Ada nona, terima kasih,” Mars memperlihatkan minumannya.
“Are you kidding me, lo beli susu stroberi?” ucap kaget Venus.
“Apa ada yang salah?” tanya Mars mengernyitkan alisnya.
Akhirnya terjawab rasa penasaran Venus, siapa pemilik minuman susu stroberi di mobilnya. Venus mengira mungkin Mars membelikan susu itu untuk anaknya. Walaupun dia tidak tahu sama sekali kehidupan pribadi Mars.
“Oh nevermind, udah lo sana deh. Jangan terlalu deket, bikin gerah!” perintah Venus, Mars hanya menatap datar dan berjalan jauh mengawal Venus sedari jauh.
Dasar gadis manja, batin Mars.
“Cyin…cyin…sori gue ada kabar agak kurang enak,” Shasa setengah berlari menghampiri Venus.
“Kenapa sih? Kapan sih syutingnya dimulai. Gerah gue, mataharinya bikin kulit gue meleleh,” protes Venus.
“Gini, lo jangan marah dulu yah. Stuntman buat gantiin peran action Carlos gak dateng, jadi semua orang kelabakan. Lo tau kan susah cari stuntman yang bodinya mirip Carlos Monte," ucap Shasa memelas.
“Jadi…batal syuting dong,” Venus menghela napas.
“Gak cyin, sabar yah. Kita tunggu keputusan sutradara. Kasihan asisten sutradara udah dibentak-bentak dari tadi. Gak tega gue,” Shasa mengipasi wajah Venus yang kegerahan.
“Yah emang salahnya dia dong. Mestinya udah pastiin semua siap. Lo kira waktu gue gratis?” sinis Venus.
“Iya sih. Udah lo istirahat aja ya,” bujuk Shasa.
Dengan tergesa-gesa dan napas tersengal asisten sutradara menghampiri Venus.
“Permisi mba Venus. Saya bisa minta tolong?” ucap asisten sutradara memohon.
“Apaan?” Venus menjawab tanpa menatap asisten sutradara, hanya sibuk memainkan handphone-nya.
“Gini…stuntman buat Carlos berhalangan hari ini. Terus saya dapat informasi bahwa pria di sana adalah bodyguard nona Venus. Apa bisa kami minta tolong untuk dia menjadi stuntman hari ini daripada syuting ditunda.”
“Serius!? Mars yang lo maksud?” Venus menoleh ke arah Mars, yang pastinya tidak mengerti menjadi bahan pembicaraan.
“Iya mba,” asisten sutradara mengangguk mantap.
“Ehm ya udah, nanti aku yang ngomong deh,” jawab Shasa mengambil alih keputusan.
“Iya mba, aku mohon banget, Mas Galih udah murka nih,” pintanya.
“Iya, gue bantuin.”
Carlos Monte tidak bisa beladiri, pantas saja dia membutuhkan stuntman untuk adegan action, begitulah kalau artis pemeran utama hanya modal tampang saja.
“Mars, kamu mau gak jadi stuntman?” tanya Shasa membuat Mars mengernyitkan alis.
“Setahu saya hal itu tidak ada di surat perjanjian kita,” jawab Mars.
“Iya aku tahu kok. Tapi gini, syuting terancam ditunda karena stuntman buat Carlos gak dateng. Badan lo dan Carlos kan rada-rada mirip.”
“Terus, kalau saya menolak?”
“Apa sih susahnya bilang iya. Kapan lagi lo bisa dapet duit halal. Selama ini lo hanya mampu ilangin nyawa orang,” cerocos Venus sambil bersedekap.
Ucapan frontal Venus, menusuk hati Mars. Kata “halal” menjadi sesuatu yang tidak lazim dalam kehidupannya. Perkataan Venus benar.
“Baiklah, saya terima. Hanya hari ini saja,” Mars menyetujui permintaan Venus dan manajernya.
“Nah gitu dong ganteng. Ih jadi pengen peluk deh” ucap Shasa genit, Venus mencubit lengan Shasa sambil melotot.
Mars menjalankan perannya dengan baik. Ia tenang karena wajahnya tidak terekam kamera.
“Okey sekarang kamu gendong Venus ke ujung, lewatin ledakan. Di sana nanti digantiin Carlos,” sutradara mengarahkan Mars.
Saat Mars menggendongnya, hati Venus merasakan debaran aneh. Tubuh mereka bersentuhan, Venus mengamati lekuk wajah Mars. Rahangnya tegas, Venus bisa merasakan deru nafas Mars, ia bahkan nyaris saja menyeka peluh yang mengucur di dahi Mars.
Sialan, gue kenapa sih! umpat Venus dalam hati.
Mars menurunkan tubuh Venus perlahan. Venus gengsi dan menjauh sebelum Mars menyadari ia salah tingkah.
Syuting hari pertama, selesai scene demi scene berjalan lancar tanpa hambatan, sutradara tersenyum saat melihat hasil pengambilan gambar.
“Terima kasih nona Venus. You’re did a great job today,” puji sutradara menghampiri Venus sesaat mereka akan berpisah.
“Terima kasih juga mas Galih. Mohon bimbingannya,” ucap Venus sopan, yah baru kali ini ucapan Venus enak didengar.
“Oh tentu saja,” sutradara menepuk tangan Venus saat berjabat tangan.
Venus, Shasa, dan Mars bergegas menuju mobil.
“Sha, malam ini gue clubbing dulu yah. Syutingnya lusa kan?” Venus melepaskan satu persatu high heels yang melekat di kakinya.
“Iya princess. Gue gak bisa ikutan yah, mau ngurusin anak baru. Gak masalah kan?”
“Iya gak masalah,” Venus bersandar di jok mobil dan menaikkan kakinya ke paha Shasa. Shasa memijat pelan betis Venus.
“Mars, lo pulang aja. Di tempat clubbing semuanya aman, gue yakin stalker gue gak akan berani ke tempat itu,” ucap Venus ke arah Mars yang fokus mengemudi.
“Tidak masalah nona. Saya tetap akan mengawasi nona Venus dari jauh.”
“Terserah lo deh. Yang penting lo jaga jarak dari gue. Gue gak mau diledekin gara-gara dijagain bodyguard,” Mars hanya mengangguk dan mengarahkan mobil ke tujuan mereka.
Mars meyakini dirinya tidak boleh lengah, pengancam itu bisa saja muncul kapan dan di mana saja.
Sesuai rencana, Mars menemani Venus clubbing malam ini. “Kamu minum aja, nanti tagihannya aku yang bayar,” ucap Venus melenggang ke lantai dansa. “Maaf saya tidak minum.” “Oh yah. Terserah kamu, soalnya susu stroberi gak ada disini,” sindir Venus mengenai kebiasaan Mars. Venus meliukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik, sambil sesekali menenggak minuman beralkohol rendah, dia tidak ingin mabuk malam ini, sekedar menghilangkan penat. Gerakan tubuhnya terhenti saat sebuah tangan menyentuh pinggang Venus. “Alexis!!!” pekik Venus menatap tajam Alexis, percuma, karena lampu klub ya
“Hai princess siap buat syuting hari ini?” sapa Shasa saat Venus membuka pintu apartemennya. Venus bersiap untuk syuting hari ini. Cukup kemarin ia merutuki kesalahannya. “Hei Sha!!! kok dia di sini. Lo gak denger gue kemarin!!!” ucap Venus melihat kehadiran Mars. “Duduk dulu cyin, gue jelasin,” Shasa mengiba. “Menurut kontrak kerja, gue gak bisa membatalkan kontrak secara sepihak. Gue bisa didenda 10x lipat artinya 10 miliar!” “What!!! lo bayar dia 1M, gila lo Sha,” ucap Venus tidak percaya. “Demi lo princess. Lo berharga banget buat gue.” “Tapi…” Shasa ragu. “Tapi…” balas Venus tak sabar. “Tapi, perjanjiannya cuman 3 bulan kok. Dalam 3 bulan dia gak dapet si stalker, perjanjiannya selesai, dan dia kena denda 500 juta. Jadi please, tahan sampai 3 bulan, lagian udah berjalan dua minggu kan. Sabar ya.” “Okey, gue turutin mau lo. Gue kas
Venus merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar sambil mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. Merasa bosan, sambil berguling ia meraih handphone jadul, “Mars, ke sini sekarang,” Venus menguji ucapan Mars. “Ada apa?” Venus nyaris melompat, Mars sudah berada di belakangnya. “Astaga, lo tahu kode apartemen gue,” heran Venus. “Tentu saja. Ada apa kamu menelpon?” Mars mulai membiasakan diri berbicara santai saat mereka berdua. “Beliin makanan, gue laper” perintah Venus, Mars menggelengkan kepalanya. “Kamu pengen makan apa?” tanya Mars. “Terserah.” “Tidak ada makanan terserah. Tentukan atau aku pergi sekarang.” “Ya udah, aku pengen makan steak, tenderloin medium rare.” “Baik. Tunggu sebentar.” Sepuluh menit menunggu, Mars sudah kembali. “Steaknya mana?” tanya Venus saat melihat Mars membawa kantongan kecil. “Aku yang masak. Ini
Venus menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Siapa sangka, syuting hari ini beradegan sedih dan menguras air mata, sehingga bisa dipastikan aktingnya terlihat lebih natural. “Mata lo bengkak kenapa?” tanya Shasa yang duduk di samping Venus. “Gue nonton film romantis dan baper. Buat latihan dan referensi adegan hari ini,” kilah Venus. Mars hanya menatap datar Venus melalui kaca spion. Mars menjadi stuntman tetap dikarenakan stuntman untuk peran Carlos berhenti. Selain menjadi stuntman dia juga ditunjuk menjadi peran figuran sebagai anggota geng yang akan menghabisi Carlos. “Hei itu yang disana, kamu akan membuat fokus penonton terpecah. Kamu terlalu ganteng. Astrada!!! Pakein dia topeng atau apalah, untuk menutupi wajahnya,” ucap Sutradara menegur Mars. Dia khawatir hal itu akan menenggelamkan pesona Carlos. Syuting kembali dilanjutkan setelah Mars memakai masker. Namun tak dinyana, ke
Hubungan Mars dan Venus semakin membaik akibat kejadian di parkiran dan beberapa kejadian belakangan ini. Dret…dret...dret Ponsel Venus berbunyi, terlalu pagi baginya saat manajernya menghubunginya. “Halo, Are you ready for tonight?” “Apaan?” Venus masih memejamkan matanya. “Astaga lo lupa, nanti malam lo kan janjian makan malam dengan Adrian,” ucap Shasa mengingatkan Venus terhadap janjinya. “Bisa dicancel gak. Gue males keluar,” alasan Venus. Alasan sebenarnya adalah saat ini dia tidak tertarik pada pria manapun. Dunianya hanya berputar pada pria lain yang posesif dan tak tahu bagaimana bersikap lembut pada wanita . “Eh lo bercanda, Senin ini lo punya jadwal pemotretan dan iklan untuk produk milik Adrian. Jangan sampai lo melewatkan kesempatan ini” ucap Shasa mengingatkan. “Iya okey.” “Gitu dong sampai ketemu sebentar malam”
Pemotretan produk dan syuting iklan untuk perusahaan Adrian berlangsung lancar dan tidak ada hambatan. Adrian bahkan sengaja meluangkan waktunya yang sibuk untuk mengawasi pemotretan Venus Sikap Venus yang menjaga jarak membuat Adrian semakin penasaran dan ingin merebut perhatian Venus. Venus adalah gadis yang sangat berbeda menurutnya, tidak silau harta dan jabatan. Padahal banyak model di luaran sana tidak akan melewatkan kesempatan untuk dekat dengan dirinya. “Terima kasih, terima kasih,” ucap Venus tersenyum dan membungkuk hormat kepada semua tim dan kru yang membantunya hari ini. “Hai, ini untuk kamu,” sodor Adrian dengan sebuah buket bunga mawar merah. “Thank you,” ucap Venus singkat. “Kamu ada waktu luang hari ini?” tanya Adrian sembari melihat arloji mahal di tangannya. Setidaknya dia ada waktu hingga jam makan siang sebelum kembali ke kantor untuk mengurusi pekerjaannya yang tertunda. “Oh maaf, aku ada syuting b
“Mars, Shasa gak kesini katanya. Kita ketemu di lokasi syuting,” Venus berbicara dengan Mars dari pantulan cermin di hadapannya. Tangannya dengan lincah merias diri. Make up sederhana hanya untuk menuju lokasi syuting, nanti saat dirinya tiba di lokasi syuting seorang make up professional sudah tersedia untuknya “Hmm…,” Mars mengecup leher Venus yang sibuk berdandan. “Mars, aku udah rapi loh. Jangan rusak make-up ku hari ini. Kita sudah telat, bahkan demi menghemat waktu Shasa gak jemput aku,” Venus memperingatkan Mars tapi tidak menghindari kecupan demi kecupan yang dilayangkan Mars. “Okey, malam ini kamu gak punya alasan lagi,” peringati Mars. “Iya, aku udah gak bisa nolak lagi,” Venus tersenyum sembari menggeleng geli. Mars memeluk tubuh langsing Venus dan mendekapnya erat. “Oh iya Mars, syuting hari ini hampir aja selesai, menuju ending. Di script akan ada adegan ranjang dan ciuman panas dengan Carlos. A
Syuting yang berjalan lebih dari dua bulan akhirnya selesai juga. Venus menjadi sangat ketergantungan dengan pria yang bernama Mars ini. Satu hal yang selalu ditunggunya, Mars tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Venus. Malahan dirinya yang selalu mengatakan, I need you, I like you tapi Mars hanya membalasnya dengan menciumnya. Ciuman yang meluluhkan tubuh dan perasaannya dan bisa dipastikan berlanjut pada permainan ranjang Mars. Sejak kapan seorang Venus harus bersabar menunggu pernyataan seorang pria. Pria ini benar-benar membuatnya kehilangan jati dirinya. Hubungan keduanya masih dirahasiakan dari semua orang di sekitar termasuk Shasa, orang kepercayaannya. Venus menunggu hingga Mars dapat segera menemukan stalker tersebut dan kontrak mereka akan berakhir. Tapi satu sisi saking terlenanya dengan hubungan pribadi keduanya, Venus bahkan melupakan tugas Mars untuk menemukan stalker yang sering mengancamnya. Anehnya belakangan ini V
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera
“Bang, apa polisi sudah menemukan jasad Mars?” tanya Venus. Ya, sejak dua hari yang lalu pertanyaan ini selalu terucap di bibir Venus, pagi, siang hingga malam. Marvel serasa ingin berteriak bosan tetapi hanya mampu menghela napas, bukankah dia juga turut andil dalam kematian Mars. Andaikan dia tidak mengikuti hasutan Alexis, Mars dan Venus akan kembali bersama.Mengenai keberadaan Alexis, pria itu sangat pandai bersembunyi. Marvel tidak bisa melaporkannya ke pihak kepolisian karena mungkin saja akan bersangkut pautan dengan dirinya. Namun, dia telah membayar orang untuk melacak keberadaan Alexis guna membalas dendam terhadap kematian Mars.“Dek, abang kan sudah berkali-kali ngasih tahu kamu, anak buah abang akan selalu melaporkan perkembangan kasus ini,” jawab Marvel sabar.“Kamu tahu kan sangat sulit menemukan jasad Mars yang ikut tenggelam bersama mobil itu. Kondisi itu akan membuat jasadnya lebih cepat turun ke dasar lautan,&rdq
Marvel menghampiri Alexis “Gue gak pernah nyuruh lo ngelakuin ini,” geram Marvel menarik kerah bajunya. Sontak ketegangan terjadi, pengawal Alexis dan Marvel saling beradu pandang bersiap pertarungan. “Brengsek lo Alexis,” umpat Marvel saat tersadar akan tindakan Alexis di luar dugaannya. Alexis mencoba melepaskan cengkeraman tangan di baju Marvel. Tetapi Marvel melayangkan tinjunya, Alexis menahannya dan balik memukul wajah Marvel. Kali ini dia tidak akan segan-segan lagi ke Marvel. Dia sudah tidak takut lagi setelah kepergian Mars, orang yang selama ini paling berbahaya menurutnya. Hanya karena dia khawatir dengan Venus, Mars bisa menyerah dan lengah. Bahkan pengawal terbaiknya saja mampu dilumpuhkan oleh Mars. Pertarungan keduanya terjadi, Venus menyingkir dan menyaksikan dengan khawatir. Kali ini dia takut kehilangan abangnya. Saat Alexis melihat posisinya terpojok, buktinya pengawalnya mampu dikalahkan oleh pengawal Marvel. “Stop!!!” ancam Alexis
Hari saat Venus menghilang,Marvel yang kehilangan Venus sejak semalam, membuatnya sulit tidur dan resah tak menentu. Selain memikirkan keadaan Venus dirinya juga memikirkan bagaimana cara memberitahukan masalah ini kepada orangtuanya.Bagaikan berpacu dengan waktu, langit yang gelap berubah menjadi cerah. Setelah kedatangan Adrian di pagi hari, ada secercah harapan di dirinya. Adrian bersedia membantunya untuk mencari tahu keberadaan Venus setelah terlebih dahulu meminta bantuan kepada Alexis. Ya, pria itulah yang bersedia dimintai tolong untuk melacak keberadaan Venus.Dret…dret….dret…Ponsel Marvel berbunyi. Nama Alexis tertera di layar ponselnya.“Halo bang, Venus udah gue temukan,” suara Alexis terdengar senang.“Good job, gue ternyata bisa andelin lo,” ucap Marvel bahagia. Dia bahkan sontak bangkit dari tempat duduknya dan merasa beban di pundaknya sedikit ringan.