Damian terbangun dengan sekujur tubuh terasa remuk redam. Matanya baru saja terbuka saat kilasan kejadian semalam malah membayang di benaknya. Seketika, pria itu bangkit dari berbaring dan menatap sekeliling."Aku ngapain semalam?!" tanya pria itu panik apalagi begitu menemukan tubuhnya yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Duda tampan itu segera bangkit berdiri kemudian memakai pakaiannya yang berserakan di lantai. Berikutnya, Damian mulai berlari mencari Anyelir di segala sudut kamar.Tapi, pria itu tidak berhasil menemukan apapun selain bercak darah di seprei Anyelir. Berlari lagi menuju luar kamar, Damian bertanya pada Bi Wati juga satpam rumah sekaligus meminta mereka membantu mencari perempuan itu di setiap penjuru ruangan."Bibi nggak tau, Tuan. Semalam habis isya dan sholat soalnya langsung kembali ke kamar terus tidur," jelas Bi Wati sehabis ditanyai Damian di dapur. Pria itu kini berlari menuju pos satpam dan segera bertanya pada Pak Herman. Tapi, jawaban pria itu pun
"ANYE!" Damian segera berlari dan menarik tubuh perempuan itu cepat. Kemudian, keduanya terjatuh menghantam lantai keramik balkon keras."KAMU SADAR APA YANG KAMU LAKUIN?!" tanya Damian meninggikan suara begitu mampu mengendalikan diri.Anyelir diam. Perempuan itu beringsut mundur. Tubuhnya meringkuk ketakutan dan gemetar. Damian yang melihat itu, seketika kehabisan suara.Tadi, Anyelir sudah hampir melompat ke lantai bawah dari pembatas balkon kalau saja Damian tidak segera menarik tubuhnya. Perempuan itu ... berniat menghilangkan nyawanya. "Jangan deket-deket! P-pergi!" lirih perempuan itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Anye ...." Damian memanggil lagi. Tapi, perempuan itu semakin menjauhkan tubuh."Maaf, tolong jangan kabur lagi. Aku beneran minta maaf," mohon Damian sambil mendekat perlahan pada perempuan itu.Anyelir yang tidak tahu lagi harus kabur kemana akhirnya diam saja di tempat. Matanya menyorot Damian waspada apalagi begitu pria itu perlahan memeluk tubuhnya."L
Sedari perjalanan menuju rumah Damian, yang terjadi antara keduanya hanya hening. Anyelir tidak pernah mau membuka suara lebih dulu kecuali saat Damian mengajaknya berbicara atau sekedar bertanya.Begitu sampai rumah, hal yang perempuan itu lakukan pun hanya langsung naik ke tangga guna masuk ke kamar. Tapi, sebelum itu, tangannya segera mengangkat tubuh kucing kesayangannya."Sudah makan, Mama?" tanya Anyelir pada Dolly sambil mengecup puncak kepala kucing itu gemas."Meow." Kucing tersebut menjawab dengan kalimat yang sama seperti hari-hari biasa Damian mendengarnya."Kenapa nggak makan? Ish kamu ini!" omel Anyelir sambil mengusap-usap hidungnya pada telinga kucing tiga warna itu."Meow meow," jawab kucing tersebut lagi yang sama sekali tidak dimengerti Damian.Tapi, begitu pandangan tajam Anyelir tertuju padanya, duda tampan itu mengernyit bingung."Mentang-mentang aku nggak di rumah, Om berhak gitu, nggak kasih sarapan adekmu?!" tanya Anyelir murka.Damian gelagapan. "Sudah, kok.
Pagi ini, Ima sudah ngacir pulang dengan alasan membersihkan cucian kotor di kost-an. Maklum, anak kuliahan di hari minggu begini memang baiknya membersihkan kost-an dan segala jenis hal yang mereka buat berantakan selama hari-hari sibuk. Tak terkecuali anak jurusan sastra kayak Ima.Padahal, Anyelir berharap perempuan itu tinggal lebih lama di sini. Biar dia tidak terlalu kelihatan gugup dan takut saat berhadapan dengan Damian. Biar dia tidak berdua berhadapan di meja makan pagi ini. Tapi, ia lumayan memaklumi Ima sih.Terakhir berkunjung ke kost-an perempuan itu di jam sibuk kuliah, Anyelir menemukan tempat itu lebih parah dari kapal pecah. Berbagai jenis baju dan bungkus snack berceceran di setiap sudut kamar. Jangan lupakan kalau sahabat sekaligus mantan teman sebangkunya semasa SMA dulu adalah anak manja dan mageran. Jadi, wajar saja kalau sekarang untuk mengurus kost-an saja perempuan itu kuwalahan."Anye ... ayo sarapan!" ajak Damian yang rupanya berdiri di ambang pintu kamar y
"Ayo ... ayo nikahi aku, Om!"Ucapan Anyelir membuat Damian seketika melotot kaget. Pria itu menyorot perempuan itu seolah tidak percaya."A-apa?! Nikah?!" tanya Damian tidak santai. Mencoba memperjelas pendengarannya.Anyelir mengangguk dengan wajah menunduk malu. Kalau saja tidak karena saran Ima, mungkin dia tidak akan berani mengatakan ini."Kamu serius, Anye? K-kenapa mau nikah sama aku?" tanya Damian malah ikutan gugup."Disuruh sama Ima, Om. Katanya karena Om ngelakuin itu sama aku, Om harus tanggung jawab," jawab Anyelir kelewat jujur.Damian menggaruk kepalanya bingung. Memang benar sih. Seharusnya dia bertanggung jawab. Kalau bukan karena Ima, mungkin ia lupa akan apa yang telah ia lakukan malam itu.Bisa-bisanya dia merasa setenang ini sekarang. Padahal, dia sudah melakukan perbuatan kurang ajar pada anak orang yang sangat dihormatinya. Anyelir juga terlalu penurut dan cepat memaafkan seperti anak kecil. Jika bukan karena sahabatnya, mungkin perempuan itu tidak bakal perna
Hari ini, Damian merealisasikan ajakannya. Tiga hari setelah mengajak Anyelir menikah, pria itu menyiapkan perhelatan megah dengan tamu undangan yang lumayan banyak. siapa sangka tiga hari merupakan waktu yang cukup untuk membuat acara semeriah ini.Anyelir bahkan tidak percaya bahwa sekarang dia bakal menjadi istri dari seorang Damian Narendra. Pemilik perusahaan raksasa yang bergerak di bidang pertambangan dan pariwisata tersebut, bakal jadi suaminya. Saking tidak percaya dengan pernikahan mereka yang berlangsung secepat dan semendadak ini, ia bahkan sampai lupa mengundang sahabat-sahabatnya untuk menghadiri pernikahannya.“Aku yang mau mengucapkan ijab qabul tapi kenapa wajahmu yang tegang begitu?” tanya Damian dari ambang pintu kamar Anyelir.Perempuan yang hari ini nampak manis serta elegan dengan balutan gaun putih susu tersebut, menoleh kikuk sambil tersenyum cengengesan ke arah Damian. Wajahnya tampak takut dan kaku. Untuk pertama kalinya duda tampan itu melihat sisi kalem dan
Anyelir baru saja hendak terlelap saat sebuah bantal mendarat tepat di kepalanya dengan keras. Seketika, perempuan itu terbangun dan mendengkus murka. Siapa yang berani mengganggu tidur cantiknya setelah seharian lelah berdiri dan tebar senyum sana sini pada tamu undangan?Begitu menemukan keberadaan Damian di ujung ranjang yang tengah berkacak pinggang tanpa dosa, Anyelir segera membaalas lemparan bantal dengan sekuat tenaga. Sayangnya, belum sempat menyentuh wajah jelek duda, ralat, suaminya tersebut, pria itu sudah lebih dulu menangkap bantal dengan tangan.“Ngapain sih, Om? Aku mau tidur ini loh!’’ kesal Anyelir sambil bersedekap dada dengan pipi mengembung sebal.Damian memutar bola mata malas. “Begini cara kamu memperlakukan seorang suami? Kalau mau tidur ya tidur aja, tapi sama aku. Kamu lupa, sekarang kita suami istri?’’ tanya Damian sambil menyorot Anyelir menantang.‘’Terus kalau suami istri, harus tidur sekamar gitu? Males ah, Om Damian pasti tidurnya nggak bisa diem, ngga
Anyelir terbangun begitu merasakan perutnya meronta lapar. Tumben sekali semalam dia tidak terbangun sama sekali untuk makan tengah malam. Lalu, seingatnya, semalam dia juga tidak terlelap di sini. Siapa yang memindahkannya?‘’Heh anak kecil, bangun! Temanmu dateng itu,’’ panggil Damian dari ambang pintu kamar dengan tangan memegang spatula berukuran mini.Kebetulan kamar lantai bawah yang mereka tempati semalam memang dekat dengan dapur. Jadi, mungkin pria itu dapat cahaya Ilahi untuk masak pagi-pagi begini.Anyelir mengernyit heran. Tumben sekali Ima berkunjung tanpa diundang dahulu. Biasanya, makhluk sok sibuk itu bahkan menolak ajakannya dengan alasan sibuk kuliah dan rebahan di kostan.‘’Sana cepetan basuh muka! Nggak baik bikin tamu lama nunggu,’’ tegur Damian begitu mendapati istrinya yang masih sibuk planga-plongo di atas kasur.Anyelir memutar bola mata malas. ‘’Ima kan bukan tamu, Om. Dia temen aku,” jawab Anyelir sambil bangkit dari kasur.‘’Mau temen kek mau keluarga, yang
"Pokoknya nggak mau tau! Nggak mau makan kalau nggak diseduhin mie instan!" Teriakan cempreng dari sang putri bungsu, membuat Anyelir berkacak pinggang. Perempuan itu mendengkus kesal sebelum kemudian beralih ke dapur."Azura! Jangan bikin Mama marah! Kata Papa, Mama lagi mode singa betina," bisik Elynca---sang putri sulung yang sayangnya tidak mirip bisikan. Karena Anyelir bahkan mampu mendengar 'bisikan' gadis kelas 1 SMP itu. Azura menoleh pada sang kakak kemudian memasang wajah memelas."Mintain mie instan ke Papa kalau gitu. Sana teleponin Papa, Kak Elyn!" Azura meminta sambil menarik-narik ujung baju kakaknya. Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD tersebut bahkan hampir menangis hanya karena sebungkus mie instan."Lagian kamu sih! Makan mie mulu, dimarahin Papa tau rasa deh," omel Elynca membuat Azura menggeleng protes."Aku nggak makan mie banyak kok sekarang. Cuma 2 kali sehari," cerita Azura yang dibalas dengusan sebal Elynca."Itu banyak namanya, Zuraaa! Papa aja
"Hei, Anak kecil! Makan dulu baru main! Ya Ampun, kok susah banget nurutnya sih?!" omel Anyelir pada gadis berambut sebahu yang berlari keluar dari dapur.Meninggalkan sang Ibu yang kini sudah berkacak pinggang di pintu utama rumah. Elynca menyengir lebar begitu melihat kekesalan yang terpeta di wajah awet muda sang Mama. Tapi, bukannya takut, gadis 5 tahun itu justru semakin berlari hendak keluar gerbang kalau saja tidak menubruk tubuh seseorang.Bruk ...."Aduuh ...." Elynca meringis sambil mengusap-usap keningnya tengan tangan mungilnya.Tapi, begitu mengenali celana orang yang ditabraknya, perempuan itu mendongak antusias dan menemukan wajah Damian tengah tersenyum sama sepertinya."Hei, Nona Adisthy kecil. Kamu ngapain Mamamu lagi sekarang sampai dia semarah itu, hm?" tanya Damian sambil menggendong sang putri dengan begitu ringan.Anyelir yang melihat kepulangan suaminya, semakin mendengkus kesal. "Oh ... inget rumah ternyata? Kirain lupa alamat terus nggak tau mau pulang lewat
Anyelir duduk berpangku tangan serius sambil memandangi pria di depannya yang memasak wajah ngeri. Berbanding terbalik dengan wajah sang suami di sampingnya yang sudah seperti hendak menerkam orang."Dia nggak bisa itu, Nye! Mending kamu liat aku makan pedes aja daripada dia. Dia mah cemen!" saran Damian masih tak mau menyerah membujuk istrinya.Anyelir mendesis kesal. Merasa fokusnya memandang wajah Angga terganggu oleh rengekan Damian."Ish, diem dulu, Om! Lagi serius ini!" kesal Anyelir begitu melihat Angga mulai membuka cup mie instan pedas yang dibelikan Anyelir khusus untuknya.Meski disuruh diam, Damian tetap mendumel sebal. Masih tidak terima karena Anyelir lebih tertarik pada wajah kepedasan Angga daripada wajah cool-nya."Apa hebatnya sih liat wajah Angga makan pedes dariapa liat wajah ganteng suami kamu ini?!" tanya Damian masih tidak mengerti."Kalau Om kan bisa makan pedes, dia mah nggak bisa. Jadi ya lucu aja ekspresinya gitu," jawab Anyelir sambil cekikikan geli.Damian
Anyelir berbaring telentang di lantai keramik dingin ruang tengah. Tanpa alas, tanpa bantal, juga tanpa niat bangkit meski Damian sudah menyorotnya tajam dari lantai atas tepat di ujung tangga."Woi!" teriak Damian yang ditanggapi Anyelir dengan tatapan malas.Melihat Anyelir yang tidak berpindah posisi sama sekali, Damian kontan berlari turun tangga. Anyelor yang melihatnya, menggeleng-geleng."Jangan lari-lari di tangga! Dasar anak kecil!" peringat Anyelir menirukan kalimat sang suami saat mengomelinya.Damian mendengkus sebal. Tanpa berucap apapun, pria itu mendekat pada Anyelir yang terlihat seperti paus terdampar. Damian mengangkat tubuh sang istri santai. Seolah tidak keberatan padahal perut Anyelir mulai terlihat lebih menonjol karena kehamilannya yang menginjak usia 5 bulan."Jangan rebahan di lantai tanpa alas! Dasar anak kecil!" balas Damian sambil membaringkan perempuan itu di sofa panjang ruang tengah.Anyelir menghela napas berat. Seolah habis melakukan kegiatan melelahka
"Om?" Anyelir terpaku melihat Damian berdiri di sampingnya dengan payung yang bahkan belum tertutup. Pria itu menyorotnya dengan pandangan tak terbaca. Seperti ... sorot kecewa?"Tadi niatnya mau jemput kamu, mau perbaikin hubungan kita juga. Tapi, kayaknya nggak guna. Kamu udah punya Angga."Selesai mengatakan hal itu, Damian melangkah meninggalkan Anyelir menuju mobilnya yang entah pria itu parkir dimana. Menyadari kesalah pahaman yang terjadi, Anyelir bangkit berdiri dan berlari menembus hujan mengejar Damian.Tapi, langkah lebar dan cepat Damian tidak berhasil membuatnya mengejar pria itu. Anyelir yang lincah dalam hal berlari tidak menyerah tentu saja.Sedangkan Angga, memperhatikan dalam diam di kursi depan minimarket. Sejenak, senyum getir menghiasi wajah pria tampan itu. Menyadari kesempatannya yang sudah nihil juga Anyelir yang sepertinya terlihat begitu mencintai suaminya."Om! Tunggu dulu!" teriak Anyelir begitu berhasil menarik ujung jaket sang suami yang kontan ikut basa
Anyelir mendelik begitu menemukan dua garis merah dari benda di genggamannya. Perempuan itu menggigit bibir bawah gusar. Masih tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini.Dia hamil. Anyelir akan menjadi seorang Ibu. Rasanya ... terlalu cepat dan tiba-tiba.“Masak aku hamil sih?” tanya Anyelir pada dirinya sendiri.Perempuan itu hanya menggigit bibir bawah gelisah. Tidak mengerti harus menanggapi hal ini dengan reaksi apa. Dia ... masiih terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu kan, ya?Mengabaikan test pack di tangannya, Anyelir segera keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tengah, hendak pulang. Tadi, sehabis mampir ke apotek, dia memang memilih pulang ke sini, ke rumah Papa. Rencananya ingin membuat Damian panik dan akhirnya mencarinya ke sini, lebih tepatnya cari perhatian. Tapi, hingga pukul 8 malam, pria itu bahkan tidak mencarinya sama sekali.Dalam hati, Anyelir merasa sedikit kecewa. Dia pikir Damian bakal peduli padanya. Tapi, jangankan mencari, pria itu ba
Karena merasa bersalah dan sudah cukup bermain marah-marahan, siang ini, Anyelir sudah menyiapkan sekotak makanan untuk makan siang Damian. Rencananya, perempuan pendek itu akan datang ke kantor Damian dengan modus mengantar makan siang sekalian minta maaf atas sikap menyebalkannya selama ini.Sedari pagi tadi, beberapa kali ketika berbicara dengan Lisa, perempuan cantik itu mengungkit-ungkit tentang ‘tidak baik istri mendiamkan suami terlalu lama’ membuat Anyelir akhhirnya sedikit mendapat hidayah. Maka dari itu, begitu Lisa berjalan keluar rumah dengan alasan pergi menemui temannya, Anyelir berlari mengejar.“Kak Lisa! Jadi mau pergi?” tanya Anyelir sambir berdiri di samping Lisa yang sudah hendak memasuki mobil merahnya. Perempuan itu terlihat ngos-ngosan sehabis berlari dari lantai dua hingga halaman rumah.“Nggak usah lari-lari aelah, Nye! Emangnya kenapa?” peringat dan tanya Lisa sambil terkekeh geli melihat tingkah kekanakan istri sepupunya tersebut.“Ehehe ... maaf, Kak. Habis
Sudah terhitung 3 hari sejak Anyelir dan Damian main marah-marahan. Atau ... bisa juga disebut bertengkar sih. Damian sebelumnya ingin minta maaf lebih dulu meski merasa tidak melakukan kesalahan. Tapi, melihat sikap Anyelir yang sinis serta seolah tidak menganggap keberadaannya di rumahnya sendiri, pria itu memilih mengurungkan niatnya.Entah harus mengatakan Anyelir atau Damian yang kekanakan, yang jelas Lisa tidak berani ikut campur. Perempuan itu hanya bersikap seperti biasa. Sesekali mengajak bicara Damian kemudian sesekali berbicara dengan Anyelir yang auranya sama-sama mencekam.Seperti malam ini ...."Nye ... kok kamu makannya dikit banget sih?" tanya Lisa heran begitu melihat isi piring Anyelir.Perempuan itu hanya menyendokkan nasi yang bagi Lisa bisa dimakan sekali suapan serta lauk sayur asam. Anyelir menyengir."Lagi diet."Damian melirik piring sang istri. Beberapa detik kemudian, berdehem guna menahan tawa. Ingat! Dia masih marah pada perempuan itu."Badan kerempeng git
Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.