Anyelir terbangun begitu merasakan perutnya meronta lapar. Tumben sekali semalam dia tidak terbangun sama sekali untuk makan tengah malam. Lalu, seingatnya, semalam dia juga tidak terlelap di sini. Siapa yang memindahkannya?‘’Heh anak kecil, bangun! Temanmu dateng itu,’’ panggil Damian dari ambang pintu kamar dengan tangan memegang spatula berukuran mini.Kebetulan kamar lantai bawah yang mereka tempati semalam memang dekat dengan dapur. Jadi, mungkin pria itu dapat cahaya Ilahi untuk masak pagi-pagi begini.Anyelir mengernyit heran. Tumben sekali Ima berkunjung tanpa diundang dahulu. Biasanya, makhluk sok sibuk itu bahkan menolak ajakannya dengan alasan sibuk kuliah dan rebahan di kostan.‘’Sana cepetan basuh muka! Nggak baik bikin tamu lama nunggu,’’ tegur Damian begitu mendapati istrinya yang masih sibuk planga-plongo di atas kasur.Anyelir memutar bola mata malas. ‘’Ima kan bukan tamu, Om. Dia temen aku,” jawab Anyelir sambil bangkit dari kasur.‘’Mau temen kek mau keluarga, yang
Pukul lima pagi. Damian sudah tidak menemukan Anyelir di sampingnya. Setelah memberinya pelajaran perempuan itu kali ini. Awalnya, dia masih bisa bersantai kalau saja tidak mendengar suara ribut dari lantai atas.Begitu Damian menyadari perempuan tersebut yang malah naik ke lantai atas padahal sudah berjanji padanya, Damian segera bangkit dan berlari menyusul ke sana. Karena pintu kamar yang terbuka, pria itu segera masuk dan memandang Anyelir murka.“Ngapain kamu naik ke lantai atas, Anyelir?!” tanya Damian pada perempuan yang tengah memakan mie instan cup di atas kasurnya tersebut.Menyadari kehadiran Damian, Anyelir menghentikan makannya dan segera berdiri. Perempuan itu meletakkan cup mie di atas nakas dan segera berlari menuju pintu kamar. Dengan sekuat tenaga, tanpa mau mengucapkan sepatah kata pun, Anyelir menutup pintu di depan wajah Damian dengan bantingan lumayan keras.“Ngapain pintunya kamu tutup, Bodoh?! Keluar cepat, jangan di lanta atas!” peringat Damian yang dibalas A
Pagi ini, Anyelir sudah repot-repot menyiapkan sarapan sejak pukul lima pagi. Bahkan, perempuan itu juga membantu Bi Wati untuk membersihkan rumah. Entah dirasuki jin istri baik macam apa, istrinya malah jadi serajin itu.“Tumben kamu jam segini udah bangun mana bantu Bi Wati bersih-bersih,” komentar Damian sambil memandangi seisi rumah yang sudah rapi juga meja makan yang sudah menguarkan aroma lezat sarapan.“Iyadong, Om. Cita-citaku sekarang kan mau jadi istri yang baik, ehe.” Anyelir menjawab sambil menyengir lebar.Damian melongo. Sejak kapan pemikiran Anyelir bisa selurus itu? Bagaimana bisa sosok anak kecil di depannya menjadi istri dengan pemikiran dewasa dalam sekejap?“Kamu kerasukan atau gimana, Anye?” tanya Damian masih tidak percaya.“Ish ... pas rajin dikatain tumben, pas nggak ngapa-ngapain dikatain pemalas. Jadi kapan aku bisa keliatan cukup baik di mata Om?!” tanya Anyelir ngegas begitu mendapati respon suaminya.‘’Aneh aja gitu, Nye. Biasanya kan kamu jam segini masi
Damian mengernyit heran begitu pria itu masuk ke kantornya. Beberapa rekan kerja memandangnya dengan senyum aneh. Pria yang terkenal dengan sebutan ‘Bos Galak’ di kalangan pekerjanya tersebut, kontan melotot tajam membuat oorang-orang yang memandangnya mengalihkan pandangan. Dia paling tidak suka orang memandangnya seperti itu tanpa alasan yang jelas.“Mereka kenapa sih?” tanya Damian kesal sendiri sambil membuka pintu ruangannya dengan kunci.“Owalah ... ini tempat kerjanya Om?” tanya seseorang dari belakangnya membuat Damian terlonjak kaget.“Loh ... kok kamu bisa ada di sini?” tanya Damian tidak santai begitu berbalik dan menemukan keberadaan Anyelir di depannya.Perempuan itu bahkan masih mengenakan piyama dan belum mandi tentu saja. Sehabis memasak dan membersihkan rumah, Damian pikir sang istri kembali tidur ke kamarnya. Tapi, entah dengan cara apa perempuan banyak akal itu malah bisa berdiri di sini dengan cengiran paling lebarnya.“Hai, Om!” sapa Anyelir tidak berdosa sambil m
Untuk pertama kalinya, Damian merasa pikirannya terlalu berantakan untuk bekerja. Akhirnya, di jam dua siang, pria itu memilih pulang ke rumah. Bahkan, pria itu menyetir dengan kecepatan lumayan tinggi. “Si makhluk bodoh itu! Lagian siapa suruh malah ganggu pekerjaanku? Kena marah kan jadinya.” Damian menggumam sambil memukul setir mobil sendiri.Seharusnya dia juga mengantar pulang perempuan itu tadi. Kenapa dengan santainya malah membiarkan Anyelir pulang sendiri. Terlebih, Damian tidak yakin istri menyebalkannya itu membawa uang untuk ongkos taksi.Akhirnya, begitu sampai rumah, Damian langsung berlari guna mengecek keberadaan Anyelir entah dengan alasan apa. Seharusnya dia memang tidak sekhawatir ini kan? Perempuan itu sudah besar dan bisa mengurus diri sendiri meski banyak kali bertingkah layaknya anak kecil.“Anye ... kamu di dalam?” tanya Damian sambil mengetuk pintu kamar Anyelir begitu pria galak itu sampai rumah.Tidak ada sahutan. Damian mencoba membuka pintu dan terbuka.
Anyelir baru saja akan masuk kamar setelah menemani---lebih tepatnya merecoki Bi Wati menyapu di halaman kalau saja tidak menemukan Damian tertidur di sofaruang tengah. Perempuan itu mengernyit heran. Tumben sekali suaminya tertidur di sofa begitu. Biasanya selelah atau sengantuk apapun, pria itu pasti sempat untuk kembali ke kamarnya jika memang sudah mengantuk.Dengan mengalahkan segenap gengsinya, Anyelir berjalan mendekat dan berdiri di depan sang suami yang tengah tertidur di atas sofa panjang tersebut. Dia malas bersikap sok kalem dan tidak kekanakan sebenarnya. Tapi, perkataan Damian tempo hari sukses menampar Anyelir.Dia seharusnya ingat kalau Damian bukan Papa. Dia tidak bisa menggendong Anyelir ketika pulang kerja. Pria itu tidak bisa terus tersenyum sabar meski Anyelir menghancurkan pekerjaannya. Suaminya tidak bisa memberinya hadiah setiap pulang kerja. Damian ... tidak akan pernah bisa seperti Papa.Dia seharusnya cukup sadar posisinya sejak awal di rumah ini. Dia cuma
Sudah dua hari semenjak Damian sembuh dari demamnya. Hubungan keduanya tentu saja sudah cukup membaik. Masih sering berdebat dan sesekali main ngambek-ngambekan. Juga masih sering diisi rengekan Anyelir serta sikap masa bodoh Damian."Beneran nggak dibolehin ikut ke kantor nih, Om?" tanya Anyelir memastikan lagi.Perempuan itu duduk bersila di lantai kamar suaminya. Menganggurkan kursi malang di dekat lemari Damian. "Kalau saya bilang nggak ya enggak. Sekali enggak ya tetap enggak. Kapan anak kecil seperti kamu mau ngerti?" tanya Damian sambil memasang kemejanya tanpa malu di hadapan Anyelir.Anyelir menghela napas kecewa. Perempuan yang hari ini seperti biasa masih mengenakan piyama di jam 7 pagi, berbaring telentang di lantai keramik yang dingin. Damian yang melihat kelakuannya, kontan menggeram kesal."Sudah berapa kali saya ingatkan jangan suka berbaring di lantai tanpa alas gitu, Anye?! saya nhgak pernah punya cukup waktu kalau sampai kamu kena tipes lagi kayak waktu itu," perin
Acara makan malam berlangsung aneh dan terlalu kalem untuk ukuran makhluk heboh macam Anyelir. Perempuan yang merasa asing dan tidak mengerti dengan gaya berinteraksi orang dewasa itu akhirnya cuma bisa berpangku tangan sambil sesekali memasukkan makanan ke dalam mulut.Damian yang menyadari ketidak senangan Istrinya, kontan merangkul perempuan itu membuat Anyelir mendongak kaget. Bingung sendiri dengan alasan suaminya melakukan itu."Om---""Saya juga merasa demikian, Pak Raherja juga banyak sekali berkontribusi di awal-awal. Jika tidak begitu, mungkin saya dan yang lain tidak bisa menyelesaikannya sampai akhir." Belum sempat Anyelir menyelesaikan panggilannya, pria itu lebih dulu berbicara kepada orang-orang di depannya.Anyelir cemberut lagi. Tangannya dengan perlahan melepaskan lengan Damian yang melingkari punggungnya. Dia tidak suka tempat dan suasana seperti ini. Damian terlalu sibuk berbicara entah apa dengan rekan kerjanya sampai mengabaikan Anyelir yang dari tadi sudah hampi
"Pokoknya nggak mau tau! Nggak mau makan kalau nggak diseduhin mie instan!" Teriakan cempreng dari sang putri bungsu, membuat Anyelir berkacak pinggang. Perempuan itu mendengkus kesal sebelum kemudian beralih ke dapur."Azura! Jangan bikin Mama marah! Kata Papa, Mama lagi mode singa betina," bisik Elynca---sang putri sulung yang sayangnya tidak mirip bisikan. Karena Anyelir bahkan mampu mendengar 'bisikan' gadis kelas 1 SMP itu. Azura menoleh pada sang kakak kemudian memasang wajah memelas."Mintain mie instan ke Papa kalau gitu. Sana teleponin Papa, Kak Elyn!" Azura meminta sambil menarik-narik ujung baju kakaknya. Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD tersebut bahkan hampir menangis hanya karena sebungkus mie instan."Lagian kamu sih! Makan mie mulu, dimarahin Papa tau rasa deh," omel Elynca membuat Azura menggeleng protes."Aku nggak makan mie banyak kok sekarang. Cuma 2 kali sehari," cerita Azura yang dibalas dengusan sebal Elynca."Itu banyak namanya, Zuraaa! Papa aja
"Hei, Anak kecil! Makan dulu baru main! Ya Ampun, kok susah banget nurutnya sih?!" omel Anyelir pada gadis berambut sebahu yang berlari keluar dari dapur.Meninggalkan sang Ibu yang kini sudah berkacak pinggang di pintu utama rumah. Elynca menyengir lebar begitu melihat kekesalan yang terpeta di wajah awet muda sang Mama. Tapi, bukannya takut, gadis 5 tahun itu justru semakin berlari hendak keluar gerbang kalau saja tidak menubruk tubuh seseorang.Bruk ...."Aduuh ...." Elynca meringis sambil mengusap-usap keningnya tengan tangan mungilnya.Tapi, begitu mengenali celana orang yang ditabraknya, perempuan itu mendongak antusias dan menemukan wajah Damian tengah tersenyum sama sepertinya."Hei, Nona Adisthy kecil. Kamu ngapain Mamamu lagi sekarang sampai dia semarah itu, hm?" tanya Damian sambil menggendong sang putri dengan begitu ringan.Anyelir yang melihat kepulangan suaminya, semakin mendengkus kesal. "Oh ... inget rumah ternyata? Kirain lupa alamat terus nggak tau mau pulang lewat
Anyelir duduk berpangku tangan serius sambil memandangi pria di depannya yang memasak wajah ngeri. Berbanding terbalik dengan wajah sang suami di sampingnya yang sudah seperti hendak menerkam orang."Dia nggak bisa itu, Nye! Mending kamu liat aku makan pedes aja daripada dia. Dia mah cemen!" saran Damian masih tak mau menyerah membujuk istrinya.Anyelir mendesis kesal. Merasa fokusnya memandang wajah Angga terganggu oleh rengekan Damian."Ish, diem dulu, Om! Lagi serius ini!" kesal Anyelir begitu melihat Angga mulai membuka cup mie instan pedas yang dibelikan Anyelir khusus untuknya.Meski disuruh diam, Damian tetap mendumel sebal. Masih tidak terima karena Anyelir lebih tertarik pada wajah kepedasan Angga daripada wajah cool-nya."Apa hebatnya sih liat wajah Angga makan pedes dariapa liat wajah ganteng suami kamu ini?!" tanya Damian masih tidak mengerti."Kalau Om kan bisa makan pedes, dia mah nggak bisa. Jadi ya lucu aja ekspresinya gitu," jawab Anyelir sambil cekikikan geli.Damian
Anyelir berbaring telentang di lantai keramik dingin ruang tengah. Tanpa alas, tanpa bantal, juga tanpa niat bangkit meski Damian sudah menyorotnya tajam dari lantai atas tepat di ujung tangga."Woi!" teriak Damian yang ditanggapi Anyelir dengan tatapan malas.Melihat Anyelir yang tidak berpindah posisi sama sekali, Damian kontan berlari turun tangga. Anyelor yang melihatnya, menggeleng-geleng."Jangan lari-lari di tangga! Dasar anak kecil!" peringat Anyelir menirukan kalimat sang suami saat mengomelinya.Damian mendengkus sebal. Tanpa berucap apapun, pria itu mendekat pada Anyelir yang terlihat seperti paus terdampar. Damian mengangkat tubuh sang istri santai. Seolah tidak keberatan padahal perut Anyelir mulai terlihat lebih menonjol karena kehamilannya yang menginjak usia 5 bulan."Jangan rebahan di lantai tanpa alas! Dasar anak kecil!" balas Damian sambil membaringkan perempuan itu di sofa panjang ruang tengah.Anyelir menghela napas berat. Seolah habis melakukan kegiatan melelahka
"Om?" Anyelir terpaku melihat Damian berdiri di sampingnya dengan payung yang bahkan belum tertutup. Pria itu menyorotnya dengan pandangan tak terbaca. Seperti ... sorot kecewa?"Tadi niatnya mau jemput kamu, mau perbaikin hubungan kita juga. Tapi, kayaknya nggak guna. Kamu udah punya Angga."Selesai mengatakan hal itu, Damian melangkah meninggalkan Anyelir menuju mobilnya yang entah pria itu parkir dimana. Menyadari kesalah pahaman yang terjadi, Anyelir bangkit berdiri dan berlari menembus hujan mengejar Damian.Tapi, langkah lebar dan cepat Damian tidak berhasil membuatnya mengejar pria itu. Anyelir yang lincah dalam hal berlari tidak menyerah tentu saja.Sedangkan Angga, memperhatikan dalam diam di kursi depan minimarket. Sejenak, senyum getir menghiasi wajah pria tampan itu. Menyadari kesempatannya yang sudah nihil juga Anyelir yang sepertinya terlihat begitu mencintai suaminya."Om! Tunggu dulu!" teriak Anyelir begitu berhasil menarik ujung jaket sang suami yang kontan ikut basa
Anyelir mendelik begitu menemukan dua garis merah dari benda di genggamannya. Perempuan itu menggigit bibir bawah gusar. Masih tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini.Dia hamil. Anyelir akan menjadi seorang Ibu. Rasanya ... terlalu cepat dan tiba-tiba.“Masak aku hamil sih?” tanya Anyelir pada dirinya sendiri.Perempuan itu hanya menggigit bibir bawah gelisah. Tidak mengerti harus menanggapi hal ini dengan reaksi apa. Dia ... masiih terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu kan, ya?Mengabaikan test pack di tangannya, Anyelir segera keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tengah, hendak pulang. Tadi, sehabis mampir ke apotek, dia memang memilih pulang ke sini, ke rumah Papa. Rencananya ingin membuat Damian panik dan akhirnya mencarinya ke sini, lebih tepatnya cari perhatian. Tapi, hingga pukul 8 malam, pria itu bahkan tidak mencarinya sama sekali.Dalam hati, Anyelir merasa sedikit kecewa. Dia pikir Damian bakal peduli padanya. Tapi, jangankan mencari, pria itu ba
Karena merasa bersalah dan sudah cukup bermain marah-marahan, siang ini, Anyelir sudah menyiapkan sekotak makanan untuk makan siang Damian. Rencananya, perempuan pendek itu akan datang ke kantor Damian dengan modus mengantar makan siang sekalian minta maaf atas sikap menyebalkannya selama ini.Sedari pagi tadi, beberapa kali ketika berbicara dengan Lisa, perempuan cantik itu mengungkit-ungkit tentang ‘tidak baik istri mendiamkan suami terlalu lama’ membuat Anyelir akhhirnya sedikit mendapat hidayah. Maka dari itu, begitu Lisa berjalan keluar rumah dengan alasan pergi menemui temannya, Anyelir berlari mengejar.“Kak Lisa! Jadi mau pergi?” tanya Anyelir sambir berdiri di samping Lisa yang sudah hendak memasuki mobil merahnya. Perempuan itu terlihat ngos-ngosan sehabis berlari dari lantai dua hingga halaman rumah.“Nggak usah lari-lari aelah, Nye! Emangnya kenapa?” peringat dan tanya Lisa sambil terkekeh geli melihat tingkah kekanakan istri sepupunya tersebut.“Ehehe ... maaf, Kak. Habis
Sudah terhitung 3 hari sejak Anyelir dan Damian main marah-marahan. Atau ... bisa juga disebut bertengkar sih. Damian sebelumnya ingin minta maaf lebih dulu meski merasa tidak melakukan kesalahan. Tapi, melihat sikap Anyelir yang sinis serta seolah tidak menganggap keberadaannya di rumahnya sendiri, pria itu memilih mengurungkan niatnya.Entah harus mengatakan Anyelir atau Damian yang kekanakan, yang jelas Lisa tidak berani ikut campur. Perempuan itu hanya bersikap seperti biasa. Sesekali mengajak bicara Damian kemudian sesekali berbicara dengan Anyelir yang auranya sama-sama mencekam.Seperti malam ini ...."Nye ... kok kamu makannya dikit banget sih?" tanya Lisa heran begitu melihat isi piring Anyelir.Perempuan itu hanya menyendokkan nasi yang bagi Lisa bisa dimakan sekali suapan serta lauk sayur asam. Anyelir menyengir."Lagi diet."Damian melirik piring sang istri. Beberapa detik kemudian, berdehem guna menahan tawa. Ingat! Dia masih marah pada perempuan itu."Badan kerempeng git
Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.