Acara makan malam berlangsung aneh dan terlalu kalem untuk ukuran makhluk heboh macam Anyelir. Perempuan yang merasa asing dan tidak mengerti dengan gaya berinteraksi orang dewasa itu akhirnya cuma bisa berpangku tangan sambil sesekali memasukkan makanan ke dalam mulut.Damian yang menyadari ketidak senangan Istrinya, kontan merangkul perempuan itu membuat Anyelir mendongak kaget. Bingung sendiri dengan alasan suaminya melakukan itu."Om---""Saya juga merasa demikian, Pak Raherja juga banyak sekali berkontribusi di awal-awal. Jika tidak begitu, mungkin saya dan yang lain tidak bisa menyelesaikannya sampai akhir." Belum sempat Anyelir menyelesaikan panggilannya, pria itu lebih dulu berbicara kepada orang-orang di depannya.Anyelir cemberut lagi. Tangannya dengan perlahan melepaskan lengan Damian yang melingkari punggungnya. Dia tidak suka tempat dan suasana seperti ini. Damian terlalu sibuk berbicara entah apa dengan rekan kerjanya sampai mengabaikan Anyelir yang dari tadi sudah hampi
Pagi-pagi sekitar jam 7, Damian sudah bangun dan sarapan pagi seperti biasa. Hari ini tentu saja dia akan berangkat kerja. Tapi, ada yang aneh. Anyelir tidak ada di meja makan. Perempuan itu bahkan tidak nampak berkeliaran bak kuntilanak di dapur semalam. Padahal, Damian beberapa kali keluar sekitar pukul 3 untuk mencari minum."Mana si Anye, Bi?" tanya Damian pada Bi Wati yang tengah menghidangkan sarapan pagi ini."Nggak tau, Tuan. Mungkin masih tidur. Eh, tapi aneh ya, biasanya jam segini dia udah ngasih makan Dolly," jawab Bi Wati sambil mengernyit heran."Coba deh cek sana! Kalau belum bangun, congkel aja matanya!" suruh Damian tidak berperasaan.Bi Wati mengangguk sambil terkekeh geli. Perempuan itu menaiki tangga dan mengetuk pintu kamar Anyelir pelan. Semalam, Anyelir memang tidak mau tidur bersama Damian dengan alasan masih kesal. Pria itu membiarkan tentu saja. Tidak mau repot mengurusi kekesalan Anyelir yang memang selalu tidak pada tempatnya."Anye nggak mau buka pintu kam
Karena ditelepon oleh Bi Wati dengan nada suara kelewat panik, akhirnya, sore ini Damian sudah pulang ke rumah dengan terburu-buru. Katanya Anyelir tidak bisa berhenti menangis di kamarnya. Perempuan itu juga meronta kesakitan dengan tangan memeluk perut erat.Damian yang khawatir kontan langsung masuk ke kamar perempuan itu guna mengecek keadaannya. Dan, benar saja. Di atas kasurnya, perempuan itu berguling-guling dengan tangan menekan perutnya yang nyeri."Kamu kenapa, Anye?" tanya Damian khawatir sambil duduk di samping perempuan itu.Melihat wajah cemas suaminya, Anyelir menghentikan tangis. Perempuan itu bangkit duduk dengan wajah cemberut. Tangannya masih sibuk menekan bagian perut yang nyeri tentu saja."Kenapa? Hm? Mau apa? Dibeliin sayap lagi?" tanya Damian sambil mengusap puncak kepala sang istri lembut.Perempuan itu menggeleng keras. "Perutku sakit, Om." Anyelir mengadu dengan wajah kembali memias."Terus aku harus apa? Emang ada obat buat datang bulan?" tanya Damian kebin
Sudah pukul 9 malam dan Anyelir merengek minta di antar ke minimarket. Kemudian, meski dengan dumelan sebal, Damian yang sedang mode baik sedikit, segera mengantar sebelum perempuan itu merengek lebih panjang dan banyak."Mau beli apa sih? Kenapa harus jam segini? Kenapa nggak besok aja?" tanya Damian sambil berjalan dari parkiran minimarket menuju pintu kaca.Anyelir menyejajarkan langkah dengan sang suami begitu selesai meresleting jaket merah muda hingga dagu. Malam ini terasa begitu dingin baginya. Tapi, entah kenapa perempuan aneh itu ingin belanja sekarang.Tiba-tiba, Damian memegang tangan dingin dan mungil Anyelir sebelum perempuan itu masuk dari pintu kaca minimarket. Anyelir mendongak bingung dengan perlakuan suaminya. Wajah perempuan itu yang seolah bertanya 'kenapa' akhirnya dijawab Damian spontan."Jangan gampang baper, aku bukan suami di novel yang kamu baca tadi. Cuma megang biar nggak hilang, kamu kan kecil, jadi susah keliatan dan mudah diculik kalau jalan sendiri." D
Pukul 3 malam. Seperti biasa, Anyelir tengah duduk anteng di meja makan sambil memakan sepanci mie instan. Lebih tepatnya, hanya pancinya saja. Karena isinya sudah ludes dan berpindah ke perutnya yang kata Damian tidak kunjung buncit padahal sudah dijejalkan banyak macam makanan. Begitu selesai dengan makanannya, Anyelir mengangkat hp dan segera memfoto bekas makanannya kemudian dikirimkan kepada nomor WA Damian. Dasar kurang kerjaan!“Kok nggak ngantuk, ya?” tanya Anyelir heran begitu selesai membersihkan bekas makannya dan kembali duduk di meja makan.Drrt ... Drrt ... Drrt ....Dering ponselnya seketika membuat perempuan yang tengah sibuk mengelus perut karena tterlalu kekenyangan tersebut, mengallihkan atensi. Segera mengangkat panggilan Whats-App dari seseorang yang tidak terdaftar di kontaknya, Anyelir seketika melotot kaget begitu mengenali suara sang pemanggil.“Halo, Adisthy Anyelir.” “A-Angga ....” Anyelir menyahut gelagapan. Tangan perempuan yang tengah memegang ponsel it
Pagi ini, Damian menemukan mata sembab juga kantung mata hitam bak panda Anyelir begitu pria itu duduk di meja makan. Tapi, ia berusaha untuk pura-pura tidak menyadari hal tersebut dan memilih segera menyantap sarapannya.Sesekali, Damian bakal melirik Anyelir yang tengah sibuk mengaduk-aduk nasi di piringnya dengan tidak berminat. Sesekali juga, Anyelir bakal melirik Damian yang seperti biasa makan dengan anteng dan kalem.Tidak ada suara lain kecuali denting sendok yang beradu dengan piring kali ini. Entah kenapa, Damian juga tidak mempermasalahkan hal tersebut dan terlalu peduli pada perubahan sikap Anyelir."Om, tunggu!" cegah Anyelir akhirnya membuka suara begitu sang suami hampir saja beranjak berdiri guna berangkat kerja.Pria itu menoleh dengan raut seolah bertanya 'kenapa?' Anyelir menggigit bibir bawahnya gusar, bingung harus memberikan alasan apa."Aku lagi sibuk dan buru-buru mau berangkat kerja, jadi kalau mau ngomong mending cepetan!" titah Damian datar sambil membenarka
Anyelir tidak langsung kembali ke rumah begitu meninggalkan kafe beberapa jam lalu. Perempuan itu memilih berkunjung ke rumah lamanya lebih dulu.Begitu membuka gembok gerbang dengan kunci yang senantiasa ia bawa kemana-mana, hal pertama yang mampu Anyelir tangkap adalah pemandangan rumah yang bersih meski sepi. Sejenak, perempuan itu mengernyit bingung. Siapa yang membersihkan tempat ini? Bukankah Anyelir terakhir ke sini saat pulang dari rumah sakit dulu?Mengabaikan keanehan yang dirasakannya, Anyelir memilih segera masuk dan duduk di akar timbul pohon besar yang dia lupa namanya. Di depannya ada lapangan basket beserta ring yang terpasang di atas kepalanya---tepat di batang pohon.Tidak tahu kenapa, Anyelir sekarang hanya sedang ingin di sini. Dia ingin bercerita tapi tidak tahu kepada siapa. Dia hanya butuh teman berbagi keluh kesah di saat-saat segelisah ini.Tapi, kenapa sekarang dia malah merasa sendiri meski tinggal bersama Damian? Apa karena pria itu tidak pernah terlalu ped
Anyelir memilih tidur di kamarnya sebelum menikah dengan Damian malam ini. Meski merasakan perutnya yang masih meronta minta diisi, perempuan itu keukeuh untuk tidak memasak dan memilih menahan lapar saja. Mengabaikan fakta bahwa dia punya penyakit anemia dan maag yang bisa kambuh kapan saja.Di kamar, perempuan itu berbaring telentang sambil memandang langit-langit kamar nyalang. Kepalanya dihinggapi banyak pertanyaan hingga membuat Anyelir pusing sendiri. Seperti ... keputusannya untuk meninggalkan Angga sudah benar atau bukan? Atau ... kenapa Damian mengetahui bahwa Anyelir bertemu dengan mantannya tadi pagi? Lalu ... apa alasan sang suami terlihat semarah itu padanya sampai tidak berniat mengajak Anyelir bicara?Pertanyaan-pertanyaan itu seketika harus menguap bersamaan dengan ketukan di pintu kamar yang membuat konsentrasinya buyar. Begitu membuka pintu, wajah datar Damian adalah hal pertama yang mampu ditangkapnya."Nih ... tas kamu ketinggalan di dapur. Selingkuhan kamu nelepon
"Pokoknya nggak mau tau! Nggak mau makan kalau nggak diseduhin mie instan!" Teriakan cempreng dari sang putri bungsu, membuat Anyelir berkacak pinggang. Perempuan itu mendengkus kesal sebelum kemudian beralih ke dapur."Azura! Jangan bikin Mama marah! Kata Papa, Mama lagi mode singa betina," bisik Elynca---sang putri sulung yang sayangnya tidak mirip bisikan. Karena Anyelir bahkan mampu mendengar 'bisikan' gadis kelas 1 SMP itu. Azura menoleh pada sang kakak kemudian memasang wajah memelas."Mintain mie instan ke Papa kalau gitu. Sana teleponin Papa, Kak Elyn!" Azura meminta sambil menarik-narik ujung baju kakaknya. Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD tersebut bahkan hampir menangis hanya karena sebungkus mie instan."Lagian kamu sih! Makan mie mulu, dimarahin Papa tau rasa deh," omel Elynca membuat Azura menggeleng protes."Aku nggak makan mie banyak kok sekarang. Cuma 2 kali sehari," cerita Azura yang dibalas dengusan sebal Elynca."Itu banyak namanya, Zuraaa! Papa aja
"Hei, Anak kecil! Makan dulu baru main! Ya Ampun, kok susah banget nurutnya sih?!" omel Anyelir pada gadis berambut sebahu yang berlari keluar dari dapur.Meninggalkan sang Ibu yang kini sudah berkacak pinggang di pintu utama rumah. Elynca menyengir lebar begitu melihat kekesalan yang terpeta di wajah awet muda sang Mama. Tapi, bukannya takut, gadis 5 tahun itu justru semakin berlari hendak keluar gerbang kalau saja tidak menubruk tubuh seseorang.Bruk ...."Aduuh ...." Elynca meringis sambil mengusap-usap keningnya tengan tangan mungilnya.Tapi, begitu mengenali celana orang yang ditabraknya, perempuan itu mendongak antusias dan menemukan wajah Damian tengah tersenyum sama sepertinya."Hei, Nona Adisthy kecil. Kamu ngapain Mamamu lagi sekarang sampai dia semarah itu, hm?" tanya Damian sambil menggendong sang putri dengan begitu ringan.Anyelir yang melihat kepulangan suaminya, semakin mendengkus kesal. "Oh ... inget rumah ternyata? Kirain lupa alamat terus nggak tau mau pulang lewat
Anyelir duduk berpangku tangan serius sambil memandangi pria di depannya yang memasak wajah ngeri. Berbanding terbalik dengan wajah sang suami di sampingnya yang sudah seperti hendak menerkam orang."Dia nggak bisa itu, Nye! Mending kamu liat aku makan pedes aja daripada dia. Dia mah cemen!" saran Damian masih tak mau menyerah membujuk istrinya.Anyelir mendesis kesal. Merasa fokusnya memandang wajah Angga terganggu oleh rengekan Damian."Ish, diem dulu, Om! Lagi serius ini!" kesal Anyelir begitu melihat Angga mulai membuka cup mie instan pedas yang dibelikan Anyelir khusus untuknya.Meski disuruh diam, Damian tetap mendumel sebal. Masih tidak terima karena Anyelir lebih tertarik pada wajah kepedasan Angga daripada wajah cool-nya."Apa hebatnya sih liat wajah Angga makan pedes dariapa liat wajah ganteng suami kamu ini?!" tanya Damian masih tidak mengerti."Kalau Om kan bisa makan pedes, dia mah nggak bisa. Jadi ya lucu aja ekspresinya gitu," jawab Anyelir sambil cekikikan geli.Damian
Anyelir berbaring telentang di lantai keramik dingin ruang tengah. Tanpa alas, tanpa bantal, juga tanpa niat bangkit meski Damian sudah menyorotnya tajam dari lantai atas tepat di ujung tangga."Woi!" teriak Damian yang ditanggapi Anyelir dengan tatapan malas.Melihat Anyelir yang tidak berpindah posisi sama sekali, Damian kontan berlari turun tangga. Anyelor yang melihatnya, menggeleng-geleng."Jangan lari-lari di tangga! Dasar anak kecil!" peringat Anyelir menirukan kalimat sang suami saat mengomelinya.Damian mendengkus sebal. Tanpa berucap apapun, pria itu mendekat pada Anyelir yang terlihat seperti paus terdampar. Damian mengangkat tubuh sang istri santai. Seolah tidak keberatan padahal perut Anyelir mulai terlihat lebih menonjol karena kehamilannya yang menginjak usia 5 bulan."Jangan rebahan di lantai tanpa alas! Dasar anak kecil!" balas Damian sambil membaringkan perempuan itu di sofa panjang ruang tengah.Anyelir menghela napas berat. Seolah habis melakukan kegiatan melelahka
"Om?" Anyelir terpaku melihat Damian berdiri di sampingnya dengan payung yang bahkan belum tertutup. Pria itu menyorotnya dengan pandangan tak terbaca. Seperti ... sorot kecewa?"Tadi niatnya mau jemput kamu, mau perbaikin hubungan kita juga. Tapi, kayaknya nggak guna. Kamu udah punya Angga."Selesai mengatakan hal itu, Damian melangkah meninggalkan Anyelir menuju mobilnya yang entah pria itu parkir dimana. Menyadari kesalah pahaman yang terjadi, Anyelir bangkit berdiri dan berlari menembus hujan mengejar Damian.Tapi, langkah lebar dan cepat Damian tidak berhasil membuatnya mengejar pria itu. Anyelir yang lincah dalam hal berlari tidak menyerah tentu saja.Sedangkan Angga, memperhatikan dalam diam di kursi depan minimarket. Sejenak, senyum getir menghiasi wajah pria tampan itu. Menyadari kesempatannya yang sudah nihil juga Anyelir yang sepertinya terlihat begitu mencintai suaminya."Om! Tunggu dulu!" teriak Anyelir begitu berhasil menarik ujung jaket sang suami yang kontan ikut basa
Anyelir mendelik begitu menemukan dua garis merah dari benda di genggamannya. Perempuan itu menggigit bibir bawah gusar. Masih tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini.Dia hamil. Anyelir akan menjadi seorang Ibu. Rasanya ... terlalu cepat dan tiba-tiba.“Masak aku hamil sih?” tanya Anyelir pada dirinya sendiri.Perempuan itu hanya menggigit bibir bawah gelisah. Tidak mengerti harus menanggapi hal ini dengan reaksi apa. Dia ... masiih terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu kan, ya?Mengabaikan test pack di tangannya, Anyelir segera keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tengah, hendak pulang. Tadi, sehabis mampir ke apotek, dia memang memilih pulang ke sini, ke rumah Papa. Rencananya ingin membuat Damian panik dan akhirnya mencarinya ke sini, lebih tepatnya cari perhatian. Tapi, hingga pukul 8 malam, pria itu bahkan tidak mencarinya sama sekali.Dalam hati, Anyelir merasa sedikit kecewa. Dia pikir Damian bakal peduli padanya. Tapi, jangankan mencari, pria itu ba
Karena merasa bersalah dan sudah cukup bermain marah-marahan, siang ini, Anyelir sudah menyiapkan sekotak makanan untuk makan siang Damian. Rencananya, perempuan pendek itu akan datang ke kantor Damian dengan modus mengantar makan siang sekalian minta maaf atas sikap menyebalkannya selama ini.Sedari pagi tadi, beberapa kali ketika berbicara dengan Lisa, perempuan cantik itu mengungkit-ungkit tentang ‘tidak baik istri mendiamkan suami terlalu lama’ membuat Anyelir akhhirnya sedikit mendapat hidayah. Maka dari itu, begitu Lisa berjalan keluar rumah dengan alasan pergi menemui temannya, Anyelir berlari mengejar.“Kak Lisa! Jadi mau pergi?” tanya Anyelir sambir berdiri di samping Lisa yang sudah hendak memasuki mobil merahnya. Perempuan itu terlihat ngos-ngosan sehabis berlari dari lantai dua hingga halaman rumah.“Nggak usah lari-lari aelah, Nye! Emangnya kenapa?” peringat dan tanya Lisa sambil terkekeh geli melihat tingkah kekanakan istri sepupunya tersebut.“Ehehe ... maaf, Kak. Habis
Sudah terhitung 3 hari sejak Anyelir dan Damian main marah-marahan. Atau ... bisa juga disebut bertengkar sih. Damian sebelumnya ingin minta maaf lebih dulu meski merasa tidak melakukan kesalahan. Tapi, melihat sikap Anyelir yang sinis serta seolah tidak menganggap keberadaannya di rumahnya sendiri, pria itu memilih mengurungkan niatnya.Entah harus mengatakan Anyelir atau Damian yang kekanakan, yang jelas Lisa tidak berani ikut campur. Perempuan itu hanya bersikap seperti biasa. Sesekali mengajak bicara Damian kemudian sesekali berbicara dengan Anyelir yang auranya sama-sama mencekam.Seperti malam ini ...."Nye ... kok kamu makannya dikit banget sih?" tanya Lisa heran begitu melihat isi piring Anyelir.Perempuan itu hanya menyendokkan nasi yang bagi Lisa bisa dimakan sekali suapan serta lauk sayur asam. Anyelir menyengir."Lagi diet."Damian melirik piring sang istri. Beberapa detik kemudian, berdehem guna menahan tawa. Ingat! Dia masih marah pada perempuan itu."Badan kerempeng git
Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.