I don’t like the taste of love, I just like the effect I get from it. Ruby menulis kalimat itu di buku kecilnya, ketika Attar sedang membelikannya kopi. Itu hanya dalih Ruby saja, agar tak berlama-lama dengan pria itu.
Attar tidak bodoh, Ruby selalu mengingatkan dirinya dengan kata-kata itu. Attar pasti curiga mengapa Ruby terlihat pucat pagi ini dan mengapa pesan singkatnya tak dibalas. Ruby menghabiskan malamnya dengan mengepak barangnya, menulis di buku kecilnya, dan membaca artikel tentang sepak terjang keluarga Hardana di internet. Semuanya. Dari Hasyim Hardana yang mendapat penghargaan karena pandai berdagang, penerus generasi yang diduga akan menghancurkan perusahaan-perusahaan yang telah dibangun (baca: Attar Hardana), dugaan beberapa perusahaan Hardana yang terkait dengan kasus pajak, sampai akhirnya Ruby membaca mengenai Anna Hardana, anak kedua Hasyim Hardana yang tak lain ibu Adam, yang tidak tetarik dengan dunia bisnis ayahnya.
Tidak dijelas
“Keponakanku, anak dari adikku. Usianya baru empat tahun. Kalau aku tidak bermain dengannya, ia akan menangis, karena tak ada satupun anggota keluargaku yang mau menemaninya bermain.”“Itu permainan yang menyenangkan. Tapi sejak aku pindah ke New York, aku lebih suka main The Sims, kamu tahu permainan itu?”“Ya, permainan tentang kehidupan rumah tangga. Kenapa? Apakah Adam tidak suka menemanimu bermain Barbie lagi?”Ruby terdiam. Ia teringat pertemuannya semalam dengan Adam. Mengingat itu, ia merasa berdosa. Apakah itu sudah bisa disebut selingkuh? Mungkin. Karena sebelum Ruby masuk ke apartemennya, mereka sempat berciuman, sebentar, bahkan kurang dari dua detik.“Maaf,” kata Attar menyesal. “Sebaiknya kita ke pesawat sekarang, Ruby. Jakarta telah menanti kita.”Pernikahan itu juga telah menanti kita. Ruby menghela napas panjang dan menarik kopornya.***Ruby merindukan kamar
Perjodohan yang tak ia inginkan? Ia sangat menginginkan pernikahan, dan menurutnya Attar sudah masuk ke dalam kriteria yang ia inginkan. Dia tampan, memiliki pekerjaan yang mapan, dan suka anak-anak.Setelah bosan bermain rumah-rumahan, Luna dan Tasia menghambur ke ruang keluarga menemui Attar. Ruby memperhatikan Attar yang mengajak mereka bermain tebak-tebakan. Tampaknya mereka sangat bahagia ketika Attar bertanya, “Hewan apa yang paling aneh?” Dan jawaban mereka, “Rusa!”, “Kucing!”, disertai gelak tawa Attar. Dengan lembut pria itu menjawab, “Kupu-kupu, karena siang makan nasi kalau malam minum susu.”, kemudian sejuta protes dari kedua anak itu terdengar di sekeliling ruang keluarga.Sementara di sudut ruangan itu, kakeknya serta kakek Attar sedang berdiskusi dengan event organizer pernikahannya yang tak lain adalah istri Edo, Mbak Shera. Oh, ya, bagaimana bisa, pikir Ruby. Attar dan aku ada di dalam ruan
Adam hendak bicara lagi, namun cepat-cepat Ruby mengklik tombol end di teleponnya. Masa bodoh amat dengan masa depan pernikahannya. Dan setiap Ruby pura-pura tidak peduli, ia membayangkan kenangannya bersama Adam. Betapa bebasnya ia dulu bersama pria itu.Dan sekarang…. Dia akan menikah. Kebebasannya terenggut. Hidupnya harus diabdikan pada pria tampan yang memiliki sejuta rahasia. Setelah sekian hari dekat dengan Attar, ia belum bisa membaca pikiran pria itu. Entah pria itu sengaja menyembunyikan sesuatu, atau memang tak terbaca. Yang jelas, Ruby ingin sekali menguak siapa Attar Hardana yang sebenarnya.Sentuhan di bagian belakang lengannya mengagetkannya. Ia segera membalikkan tubuhnya. “Attar.”“Telepon dari siapa sih?” sahut Attar menampilkan wajah polos. “Kamu pergi lama sekali.”“Dari teman lama. Sudah sampai mana?”“Teman lama?” Salah satu alis Attar terangkat. &ldqu
“Three..two…one.. shot!”Dan sore itu Ruby hampir tidak mengingat apa yang terjadi padanya. Ia, dengan kebaya putih panjang, bersanding dengan Attar di beberapa tempat di rumahnya yang besar dan mewah itu.Rumahnya yang berkonsep mediterenian ini memiliki tiga lantai, bercat cokelat, dan kebun yang sangat luas. Dan yang paling khas, adalah bau yasmin yang berada di rumah itu. Ah, Ruby tidak bisa membayangkan, akankah dia sering kemari setelah menikah? Ya, meskipun Ruby tidak menyukai rumah ini sepenuhnya, karena tragedi yang terjadi pada ayahnya, tetap saja ini akan menjadi rumah idaman baginya.Ruby dapat merasakan bau maskulin yang ada di tubuh Attar ketika pria itu memeluknya saat pemotretan terakhir di kebun. Ya ampun, untuk pertama kalinya ia mengalami sesak napas, ketika berdekatan dengan pria itu.Sepertinya Attar dapat merasakan ketegangan yang menyerangnya saat itu. Attar meregangkan pelukannya, dan membisikinya, &ldqu
Ruby tidak tahu harus mengatakan apa. Haruskah dia mengatakan, “Terima kasih, telah jujur padaku.” Atau, “Mengapa baru sekarang kamu mengakuinya?”. Ah, sepertinya Attar sama sekali tidak berdusta. Pria itu hanya malu mengatakan yang sebenarnya, yang menunjukkan pria itu tipikal pria matre. Padahal Ruby yakin, sepuluh sampai dua puluh tahun lagi, dengan kemampuan pria itu, Attar sudah bisa meraih semua tawaran kakeknya dengan keringat pria itu sendiri.Pria itu memang mengingikannya. Tetapi bagaimana dengan yang terjadi di masa lalu? Ketika keluarga besar Hardana menipu keluarga Adam? Yang kini di depannya adalah Attar, pria mapan lulusan Stanford dan kini sudah menjadi direktur perusahaan properti. Semua keberhasilan itu berasal dari uang asuransi orang lain, berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari Adam.Untuk yang ini, Ruby tidak bisa bertanya pada Attar, karena mungkin Attar tidak mengetahuinya. Ruby mungkin bukan orang yang baik, tetapi i
“Bagaimana kalau seandainya ia menunggu waktu yang tepat untuk menjadi sukses, barulah ia melamarku?”“Seorang laki-laki bisa menunggu?” Kakek tergelak. Kebetulan saat itu datanglah Attar, duduk di sebelah Ruby. “Bagaimana menurutmu, Attar, ketika pria menunggu untuk menikah? Bukankah pria lebih banyak ingin menikah untuk menghindari zina?”Attar hanya tersenyum simpul. “Zina bukan alasan lelaki untuk menikah, Kek. Pria bisa saja melakukannya tanpa pernikahan. Itu tergantung pada hati. Kalau hati belum sreg, ya tidak akan ada pernikahan.”Tak lama kemudian ibu Ruby datang membawakan sebotol wine yang langsung diprotes oleh Gunawan. “Tari, sudah kubilang, hanya usia kita saja yang bisa minum wine. Tidak baik untuk calon suami-istri ini.”“Saya menemukannya di teras belakang,” jawab ibu Ruby sambil duduk di seberang Ruby. “Paling-paling dari Edo. Dia kan selalu m
Merasa bersalah, Ruby mengulurkan tangannya untuk menyentuhnya, tetapi justru tangannya diraih oleh pria itu dan berakhir di mulut pria itu.Attar mengecup telapak tangannya, dengan cara yang tidak biasa.“Mencium aroma tubuhmu, kurasa sudah membuatku kenyang, Ruby,” bisik pria itu parau.Bisikan yang menggoda itu sekonyong-konyong menyadarkan Ruby. Ia segera menarik tangannya dari bibir pria itu. Sedikit tak enak ketika Attar cemberut melihat respons dirinya.“Tidak boleh.” Begitu alasan Ruby. “Bagaimana kalau dilihat Kakek? Kita akan dihukum, seperti…”“Kakekmu suka menghukum?” potong Attar ragu. “Ia memiliki wajah yang wise. Sepertinya hukuman bukan caranya untuk menyadarkan kita dari kesalahan. Lagipula, kita kan bukan anak remaja lagi.”“Siapa yang bilang?” Ya, siapa yang bilang? Attar kan tidak pernah tinggal dengan kakeknya! “Waktu pertama ka
Attar menganguk. Tanpa berpikir panjang Ruby menghambur keluar, memanggil sopirnya, dan membawa Attar ke rumah sakit terdekat.Di sepanjang perjalanan Attar protes keras pada Ruby. Ia tidak ingin ke rumah sakit. Alerginya pasti sembuh dalam satu hari saja, begitu katanya pada calon istrinya.Terakhir kali Attar ke rumah sakit saat adiknya melahirkan, empat tahun lalu. Setelah itu ia tidak ingin ke rumah sakit ataupun klinik. Bau obat dan perlengkapan dokter sangat menakutkan baginya. Itulah salah satu alasan ia tidak ingin masuk kedokteran. Ia tidak tahan dengan hal-hal yang berbau rumah sakit. Kalau tidak dalam keadaan mendesak, ia enggan berada di rumah sakit lagi.Trauma masa lalu membuatnya tidak ingin ke rumah sakit. Waktu ia kecil, ia pernah disuntik oleh seorang koasisten dokter. Ia merasakan sakit yang luar biasa di tulang jempol tangannya. Rupanya, tak lama kemudian koasisten itu terpaksa dikeluarkan karena gagal praktek. Sejak saat itu ia tidak ada keb
“Bagaimana dengan kontrak itu? Ketika kamu bilang mengenai lamaran itu, aku teringat pada kontrak itu.” “Curse the contract. Kamu tidak akan meninggalkan suamimu yang satu ini, kan?” Attar terus mencium, menggigit, leher serta bahu istrinya. “I will never give up on you, Rubiniaku. You’re the light of my life, I love you so much. Way too much.” “Attar, katakan dulu apa yang terjadi dengan kontrak itu.” Ruby membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh tuntutan. “Apa yang kamu lakukan dengan perjanjian itu?” “Well, aku tidak peduli dengan perjanjian itu. Kakekmu juga sudah tidak ada, bukan? Bahkan notaris yang menyaksikan perjanjian itu sudah pergi juga. Dan aku.” Attar terdiam sejenak. “Aku tidak perlu kontrak atau jaminan apa pun untuk memilikimu dan anak-anak.” “Benarkah?” “Mau taruhan? Sebelumnya, aku ingin tahu apakah aku masih kuat menggendongmu atau tidak.” Dengan tubuhnya yang kekar Attar ma
ItaliaPemuda dengan memakai kemeja kotak-kotak menggandeng gadis kecil berambut panjang. “Papa!” teriak gadis kecil itu.“Miriam!” Attar menghampiri putri kecilnya dan menggendongnya. “Bagaimana jalan-jalannya dengan Kak Eda?”Tujuh tahun berlalu begitu cepat. Attar bersyukur, dengan kesehatannya yang semakin membaik, dan di usianya yang menginjak empat puluh, ia mendapat semuanya—anak-anak yang cantik dan tampan yang pintar—istri yang begitu sabar menghadapinya. Kehidupannya sangat sempurna tujuh tahun terakhir, setelah puluhan tahun sebelumnya ia habiskan dengan kebohongan dan kemarahan yang tak terkendali.Attar menamakan anak keduanya Miriam. Sebagai tanda hormatnya pada sang nenek yang sudah lama pergi. Nenek yang dicintai kakeknya, yang akan selamanya Attar kenang akan kebaikan sang kakek semasa hidupnya.Sebelum meninggalkan Hardana Land dan tinggal di Singapura, Attar melakuk
“Kata Tante Nina, Oom Attar tidak bisa bawa yang berat-berat dulu sejak serangan kayak Kakek.”Anak kecil tidak mungkin berbohong. Agar tidak membahas lebih lanjut, Attar bangkit dan mengajak istrinya untuk ke kamarnya yang berada di lantai yang sama. Sebelumnya ia menitip pesan pada Eda untuk menemani Kakek Malik dan Nenek Lenny di sana.Ketika Attar mendorong kursi roda istrinya ke kamar, sosok Kakek Gun dan keluarga Adiwangsa lainnya muncul. Mereka menjelaskan bahwa di luar macet sekali hingga Kakek Gun harus naik helikopter dari Menara Adiwangsa yang lokasinya tak jauh dari rumah.Kakek Gun meminta Ruby untuk beristirahat dulu sementara keluarga Adiwangsa menjenguk Hasyim. Ruby menolak, namun tak punya pilihan karena Edo dan Shera ikut mengkhawatirkan keadaannya.Begitu sampai kamar Attar membantu istrinya untuk bangun dan berbaring di tempat tidur. Dipastikannya kepala istrinya sudah nyaman dengan bantalnya. Kemudian ia duduk di tepi temp
“Kakek saya tidak pernah terlihat sakit.”“Anda pun juga begitu. Tapi Anda pernah serangan juga, bukan?” Dokter Prapto, dokter yang sama yang menangani Attar ketika ia dirawat. “Sekarang temuilah anggota keluarga yang lain di lorong, Pak Attar.”Dengan lemas Attar keluar dari kamar kakeknya. Di lorong sudah ada semua anggota keluarga Hardana, termasuk dari keluarga menantu. Adam, Fariz, dan sepupu yang lain memeluknya, memberi semangat padanya.Attar menghampiri istrinya yang duduk di atas kursi roda di pojok sebelah ibunya. Sebelumnya Attar memeluk mama-papanya, dan meminta Eda untuk mendoakan kakek buyutnya agar cepat sembuh.Ia duduk di kursi yang paling dekat dengan istrinya. “Bagaimana ceritanya? Kata Pak Mahdi dia serangan di kamarmu.”Ruby mengangguk. “Kakek mengakui semuanya di depanku.”“Apakah kamu menyakitinya?”Mata Ruby menyipit. Apakah suaminya berni
“Kakek Hasyim,” kata Ruby. “Ada perlu apa kemari?” Tidak perlu bertanya sebenarnya. Ia tahu apa yang ingin dikatakan kakek. Mengenai hubungan mereka yang sebenarnya. Tapi Ruby tidak tertarik. Yang diinginkannya adalah menemui Attar, membahas jenis kelamin bayinya.“Apakah Attar belum memberitahu bahwa aku…”“Kakekku? Sudah.”Ketenangan yang ditunjukkan Ruby membuat Hasyim terbelalak. “Kamu tidak marah atau benci padaku, Rubinia…”“Saya tidak punya pilihan, bukan,” jawab Ruby sinis. “Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Attar tidak dipenjara, dan saya telah menikah atas kehendak Anda.”“Ruby, saya tidak menyangka kamu berpikir seperti itu mengenai saya…” Hasyim mengira dirinya sudah baik pada cucunya yang satu ini. Ia telah lama berdiam diri dengan fakta yang ditelannya puluhan tahun. Dan reaksi Ruby adalah beban besar untuk
Armand memiliki temper yang sulit diduga. Ketika Edo masuk usia remaja, sikap Armand berubah pada putranya. Kasih sayang yang dulu disalurkannya pada anak-anaknya sirna begitu saja. Berganti dengan kemarahan karena anak-anaknya tidak ada yang menghargainya sebagai kepala rumah tangga, kebenciannya pada Gunawan yang tak pernah bersikap tegas padanya, bahkan seakan menunjukkan sikap tidak sayang pada anaknya dengan mendukung hubungan Armand dengan Hasyim.Hingga suatu hari Hasyim melakukan kesalahan.Dia tidak bisa mengekang dirinya untuk mengakui Armand. Pada acara open house Lebaran yang diadakan keluarga Adiwangsa, ia memanggil Ruby dengan sebutan yang tak biasa. “Hai, gadis kecil. Tidak salam pada kakekmu?”Ruby menoleh padanya dengan heran. Saat itu ia sudah remaja dan dia bukan cucu Hasyim. “Saya bukan Nina,” kata Ruby kikuk.“Tentu saja. Kamu Rubinia. Cucuku.”Percakapan mereka tidak berlanjut tatka
“Mustahil untuk membuka pintu maafmu,” bisik Attar di lehernya. “Aku insyaf, lelaki yang kini menjadi suamimu lelaki yang serakah, meraup apa yang diinginkannya, dan sekarang kamu menyadarkan aku bahwa malaikat pun tak sanggup memaafkan aku.”“Aku bukan malaikat,” jawab Ruby, masih memunggungi suaminya. “Aku hanya wanita tolol yang mencintaimu.”“Aku tetap suamimu, Nia. It’s my duty to ease your ache, and…” “Berhentilah mengesankan kamu melakukan ini karena statusmu,” bentak Ruby. Ia berbalik menatap suaminya. “Bisakah sekali saja kamu katakan padaku, kamu merawatku, menolongku, karena kamu seorang manusia yang memiliki hati nurani? Seorang suami yang mencintai istrinya?”“Kalau pun aku mengatakannya, kamu tidak akan percaya lagi padaku,” jawab Attar kaku. “Aku tidak perlu membusakan mulutku dengan janji-janji lagi. Aku akan buktika
“Mengapa kamu di sini?”“Mengapa aku di sini?” Suara Attar meninggi mendengar pertanyaan istrinya. “Well, kenapa aku harus di tempat lain di saat istriku sedang dirawat?”“Kamu terbiasa di kantor setiap akhir tahun atau bersama Nina dan yang lainnya berpesta menyambut tahun baru.”“Aku tidak begitu semangat di Hardana Land untuk saat ini. Bagaimana menurutmu jika aku pindah ke perusahaan Stephen? Hm, Stephen ini teman Fariz yang waktu itu kuceritakan. Dia yang menawarkan aku jadi CEO di Osvaldo Property.”Ruby mengernyit tanda tidak setuju. “Itu artinya kita akan tinggal di Singapura?”“Kita bisa berpisah dan aku bisa pulang setiap akhir minggu. Yah, mungkin juga tidak, karena uangku tidak akan sebanyak saat di Hardana Land dan aku tidak bisa memesan pesawat pribadiku sesukaku di sana.”“Aku tidak setuju jika kita harus berpisah. Maksudku, kita
“Mengapa tidak kamu saja yang melakukan proyek ini? Aku yakin kamu bisa menggantikan aku di sini. Kamu lebih berhak.”“Oh, Tara, bahkan aku tidak merasa ada bedanya kamu cucu Kakek atau bukan,” dengus Fariz. “You’re always my leader, cousin. Aku menyesal telah mengantarkan pesan Stephen mengenai tawaran itu. Mereka selalu welcome kapan pun kamu menerima mereka.”“Tidak ada ketegasan sekali. Mengapa tidak mencari CEO lain saja?”“Memang banyak pengusaha properti yang sukses, tapi mereka memilih untuk menjaga perusahaan mereka sendiri. Stephen berpikir dengan anggota keluarga Hardana yang banyak, melepasmu bukanlah masalah besar untuk kita. Tapi nyatanya, itu masalah juga.”“Aku percaya padamu.”“Tidak, Attar,” jawab Fariz tegas. “Aku akan sangat membencimu jika kamu meninggalkan perusahaan ini. Aku tahu passion-ku bukan di sini.