Mungkin sudah saatnya aku mandiri, hibur Ruby pada dirinya sendiri. Sudah saatnya aku kehilangan perhatian keluargaku. Kehilangan perhatian Mami, Kakek, dan Mas Edo. Huh. Mengapa sulit sekali untuk dibayangkan saja? Mengapa rasanya aku ingin pulang ke rumah, meminta Mami untuk memanjakanku di saat seperti ini?
Bukan karena Attar tidak memanjakannya. Tidak perhatian padanya. Setiap malam ia selalu membawakan pesanan istrinya, dari bika ambon, kue putu, sampai yang paling sulit didapat, kue bolu buatan Mami Lestari. Ruby tahu akan sangat sulit untuk Attar meyakinkan ibunya, apalagi setelah pengakuannya. Tapi toh suaminya tetap melaksanakan keinginannya, demi sang calon bayi.
“ Aku sampai mengancam akan bersujud di kaki ibumu kalau ia tidak membuatkanmu kue bolu,” kata Attar letih. Ia baru saja sampai apartemen pukul tiga dini hari. Sebenarnya tidak bermaksud mengeluh, tapi rasanya dadanya terlalu pengap untuk dipendamnya sendiri. “Dan proses pembu
“Aku baru saja bangun. Seharian aku tidur. Justru kamu yang jarang tidur di kamar. Sibuk terus. Belum lahir saja ayahnya sudah sibuk, apalagi nanti.”“Kan untuk anak dan ibunya.”“Ingin kubuatkan susu? Besok pagi kan kamu harus ngantor. Kalau nanti bosnya kesiangan, bagaimana pegawainya?”“Aku sudah biasa insomnia begini, kok.” Memang sejak dulu aku susah tidur. Setiap tidur, ayahmu selalu datang, seolah mengajakku pergi bersamanya.“Dan sejauh ini kamu belum sakit.”“Yah, mau bagaimana lagi? Sejak kuliah aku tidak bisa tidur karena harus belajar nonstop.” Begitu alibinya yang tak sepenuhnya berbohong. Mana ada mahasiswa di uni ternama yang sempat tidur kalau tugas terus mengejar bagai hantu di siang bolong.“Cobalah tidur cepat dari sekarang. Nanti bisa kena kencing manis, lho.”“Mungkin dengan sedikit ciuman, bisa membuatku tidur?” Attar
“Masa sih?” Ruby memperhatikan lengannya yang rupanya hanya menebal dua milimeter. Padahal setiap hari kerjaannya hanya makan, nonton TV, menulis, ke kamar mandi, makan lagi. Makan terus. Heran.“Aduh, anak kita pasti kurus banget.” Attar berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kita memang harus berdamai dengan Mami. Mami kan jago masak. Kamu pasti subur deh kalau sama Mami!”“Jadi kita ke acara ulang tahun Mami?”“Iya, dong. Nggak ada yang bakal curiga, kok, kalau kamu masih cungkring begini.”Ruby membelai kening bagian samping suaminya. “Memang aku kurus banget, ya?” Kalau lagi tidak hamil, mungkin nadanya meninggi karena dibilang cungkring. Demi anak, demi anak, jangan tersulut emosi dengan gampang.Suaminya menggenggam tangannya yang berada di kepalanya. Dibawanya tangannya ke bibir pria itu. Persis seperti yang mereka lakukan di ruang makan waktu itu. “Tang
Untuk menghibur hati istrinya, Attar mengajaknya ke rumah keluarga Hardana. Saat itu tidak ada orang di sana. Pada ke acara ultah mertua Pak Attar, begitu kata pembantunya. Bah. Lucu sekali. Hubungan kedua keluarga itu masih baik-baik saja, di saat ia dan Ruby dimusuhi oleh kedua keluarga itu. Oh, yang benar saja. Pernikahannya dengan Ruby seperti tak ada artinya di mata mereka.Kebetulan. Saat itu ia memang tidak mau diganggu oleh siapapun. Digandengnya Ruby ke efek rumah kaca ibunya yang berada di lantai paling atas. Ibunya sendiri yang membuat efek rumah kaca itu, ibunya juga yang menanam semua bunga yang menghiasi rumah kaca itu.“Waktu aku remedial biologi, aku selalu merenung di sini,” kata Attar dengan tatapan menerawang. “Tempat ini sangat wangi dan menenangkan.”Ya, di sana terdapat banyak bunga. Bunga tulip, mawar, bougenvil, dan segala jenis bunga yang mengeluarkan bau yang semerbak. Bau yang menusuk hidungnya namun menyegarkan
“Kamu sendirian ke sini?”“Iya,” jawab Ruby tenang. “Kamu sendiri?”“Dengan ibuku, tapi dia sedang makan di resto dekat sini. Tidak bersama…suamimu?”“Oh, Attar sedang bekerja.”Mereka diam sejenak. Lalu Adam mulai bicara lagi, “Sudah berapa bulan?” tanyanya sambil melirik ke perutnya.“Mau enam bulan.” Ruby tersenyum. “Kamu kapan nyusul?”“Aku?” Kedua alis Adam terangkat, kemudian ia tertawa. “Punya pacar saja belum, gimana mau nikah! Hahaha... Kamu ada kenalan?”Ruby ikut tertawa, meski hatinya teriris dan berharap bukan karena dirinya pria ini belum menikah sampai sekarang. Ah, bukankah pria ini tidak akan menikah, sebelum dendamnya terpenuhi?“Wah, kepintaranmu tidak bisa menarik hati wanita?” gurau Ruby. Dia jadi teringat pada masa lalu, ketika ia memilih Adam karena cowok itu pin
Ah, andai saja aku tidak hamil, aku tidak akan menyusahkannya! Bukan, mungkin lebih baik aku kabur saja dari pernikahan itu, dan membesarkan bayiku sendiri.Ini semua salahku!Cepat-cepat ia membersihkan mangkoknya dan mengambil mangkok yang baru. Ia mulai fokus memasak. Ia tidak boleh sedih. Tidak boleh menambahi beban suaminya.Menjelang malam, ia menghidangkan chicken cordon blue di meja makan. Ia tidak yakin rasanya akan enak. Tapi toh selama ini Attar selalu menerima makanannya dengan ikhlas.Tapi sampai pukul sebelas Attar belum pulang juga. Ia mencoba menelepon suaminya, tapi tak sekalipun diangkat. Di mana kamu, Attar? Apakah kamu memilih untuk menyimpan ini sendiri, tak ingin berbagi dengan istrimu?Ruby menyimpan makanannya di kulkas. Biarlah nanti dihangatkan lagi di oven. Hatinya tak berhenti mengkhawatirkan suaminya.Sesuatu dalam perutnya bergerak-gerak. Ah, kamu memikirkan ayahmu juga, ya? Tenang, Sayang, Pap
“Ibumu tidak bisa membelamu?”“Mama dan Papa sedang tidak di Jakarta. Mereka lagi honeymoon keliling Eropa. Aku tidak tahu reaksi mereka, kalau tahu aku out dari Hardana Land. Entah kaget atau biasa saja.”“Aku yakin kamu bisa menghadapi ini semua. Anggap saja ini kesempatan yang diberikan Kakek untuk kita…honeymoon juga?” Ngggg… honeymoon? Duh, berduaan denganmu di apartemen ini saja membuatku sakit kepala, apalagi harus pura-pura bermesraan denganmu di sebuah tempat yang romantis!Tampaknya Attar tidak keberatan dengan idenya. “Ya, benar juga. Untuk apa diratapi terus? Aku bisa cari kerja setelah kita bulan madu. Toh kita belum bulan madu juga kan.” Senyumnya makin lebar. Ia sudah selesai menyantap sarapannya. “Mention the place, Darling.”Ngg….tidak. Aku mungkin bisa menyembunyikan apa yang aku ketahui, tapi aku tidak bisa membo
Cerai? Oh, tidak. Kasihan sekali anakku. Dia akan kecewa jika memiliki ibu sepertiku!Tapi aku harus bagaimana? Berpura-pura ceria di depannya? Sampai kapan? Sampai kita tua? Ah, rasanya dadanya sudah terlalu penuh dengan kemarahan serta kesedihan. Tapi dia harus kuat!“Dia senang disapa olehmu,” katanya ketika dirasakannya ada yang bergerak di perutnya.“Aku tidak bisa mengekspresikan kebahagiaanku.” Attar kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Sayang.”“Untuk apa?”“Untuk menjadi istri serta ibu yang kuat dan… chicken cordon blue-nya. By the way, aku baru tahu kamu bisa masak itu. Kamu pasti melihat resepnya dari majalah.”Hmmm… haruskah dia memberitahu bahwa Adam-lah yang memberikan resepnya? Eksnya juga yang memilihkan bahan-bahan makanannya. Tidak, tidak boleh. Attar sedang berada di titik labil. Kalau ia sampai tahu istrinya be
“Fariz mengancam akan melaporkan Attar ke polisi jika dia tidak memimpin perusahaan properti kami,” lanjut Kakek Hasyim. “Demi Tuhan, Ruby, Attar adalah cucu kesayangan saya, seperti kamu di mata kakekmu. Saya tidak peduli saya harus kehilangan Adam bahkan Fariz sekalipun, selama Attar masih menjadi cucu saya. Dan saya melakukan ini semua untuk suamimu dan kamu.”“Fariz mengancam akan melaporkan Attar atas tuduhan pembunuhan ayah saya?”“Ya, dan dia tidak sendiri.”“Dia bersama Adam.”“Karena itu saya mengundangmu kemari, Ruby. Saya minta tolong. Kita tahu kamu eksnya Adam, dan tidak sulit…”“Untuk mengubah pikirannya? Mengapa bukan Kakek saja yang melakukannya? Menurutku alasan Kakek tidak membiayai pengobatan ayahnya cukup rasional.”“Dia tidak akan percaya. Dari dulu ibunya memang membenci saya.” Lalu wajah yang tenang itu berubah muram.