'Dari mana Diandra mengenal semua orang orang ini?' Pikir Zaid.
"Siapa pria tampan ini Di?" Tanya Ibu itu."Ini Mas Zaid, Bu. Kenalin Bu, suami Diandra."Ibu itu terdiam mendengar penjelasan Diandra."Suami?" Tanya Ibu itu."Iya, Diandra baru saja menikah kemarin," Jelas Diandra."Alhamdulillah, ini berita yang sangat baik. Ibu akan memberi tahu semua orang." Ibu itu segera memanggil orang orang."Bapak Bapak, Ibu, Ibu.. Keluar! Diandra datang setelah sekian lama."Beberapa orang mulai keluar dan mendatangi Diandra. Ada beberapa perawat yang juga membantu mendorong wanita tua yang lagi sakit sakitan."Diandra," Seorang Bapak tua menghampiri dan langsung memeluk Diandra.'Siapa lagi Bapak ini? Kenapa Dia memeluk istriku seenaknya saja?' Batin Zaid."Permisi Pak, Bapak ini siapa ya?" Tanya Zaid. Bapak itu menatap ke arah Zaid dan tersenyum."Ini suami kamu Di?""Iya benar Pak," Jawab Diandra. Bapak itu melepaskan pelukannya"Kamu gak bilang kemana semaleman. Telepon dari Diandra juga gak di jawab, dan kamu cuma bilang hati hati!""Oh itu. Maaf Di, ponsel Mas lowbet.""Kan bisa dicharge dulu Mas. Kasih kabar setidaknya. Oh iya, Diandra lupa kalau kita cuma pasangan kontrak.""Di, kamu marah?" Tanya Zaid. "Enggak Mas, gak akan pernah. Ya udah ya, gak usah dibahas lagi. Diandra mau berangkat kerja dulu, ojolnya udah sampe.""Kamu mau pergi padahal kita belum selesai bicara Di?""Diandra sudah selesai bicara Mas. Gak enak sama Mas ojolnya udah nungguin lama. Assalamualaikum," Diandra pamit. "Kenapa sekarang Mas yang jadi marah ya Di. Pergilah, kalau kamu sudah ditungguin!"Setibanya di kantor, perasaan Diandra makin buruk. Ia tidak tahu mengapa ia harus memiliki perasaan seperti itu terhadap Zaid. Sebagai seorang yang telah menjadi istri Zaid, walaupun istri kontrak, Diandra tetap merasakan Zaid seharusnya mengabari dirinya agar tidak khawatir. "Astaghfirullah, D
"Siapa yang pake emosi? Kayaknya salah paham doang Di. Gak usah dibesar besarin deh.""Siapa yang ngebesar besarin. Kamu sendiri tadi yang pulang bikin kehebohan Mas.""Bikin heboh gimana?""Iya dateng dateng udah bikin heboh satu rumah yang isinya cuma kita berdua.""Gak heboh itu namanya Di. Mas cuma khawatir.""Khawatir apa?""Khawatir kamu kenapa napalah.""Emangnya Diandra kenapa Mas?""Kata Jojo kamu kurang enak badan, makanya pulang duluan.""Oh itu, iya tadi. Sampai rumah Diandra langsung minum obat kok Mas. Ini lagi mau cari apa yang bisa dimakan.""Kamu udah gak marah kan Di?""Siapa yang marah sih Mas. Diandra bilang gak bakalan marah untuk hal yang gak penting.""Kabar dari Mas itu penting ya?" Tanya Zaid lagi. "Enggak, udah tau masih nanya lagi! Udah ah Mas. Gak usah bahas yg gak penting. Yang penting sekarang adalah gimana caranya Diandra bisa kenyang.""Mau Mas masakin?" Tanya Zaid. "Enggak, bisa sendiri kok. Diandra pesan aja lagi," Ucap Diandra. "Biar Mas masakin
"Almarhum Bapak punya pribadi yang hangat dan juga sabar banget Mas. Jadi kehilangan sosok Almarhum Bapak semuanya jadi sangat sulit." Diandra berusaha mengatur pernapasan yang sudah tidak teratur. "Setelah itu, bangkit dari rasa kehilangan itu juga gak mudah Mas.""Lalu, sekarang gimana?" Tanya Zaid. "Tempat Almarhum Bapak di hati Diandra masih sama. Menempati tempat yang sangat spesial, Mas. Kehadiran Bapak dan kepergian Bapak sama sama membekas di dalam sini!" Diandra memegang dadanya. "Mas tahu. Kehilangan sosok Bapak pasti merubah cara kamu melihat dunia," Zaid berusaha sangat keras agar tidak salah bicara. "Pasti mah itu Mas. Setelah Bapak pergi untuk selamanya, tirai tirai impian yang ingin sekali Diandra buka, harus menjadi sekedar masa lalu.""Kamu punya impian apa yang belum terpenuhi Di?""Kamu punya impian apa yang belum terpenuhi Di?""Hemm.. Itu," Ucap Diandra. "Itu apa?""Itu hanya impian lama Mas. Diandra tidak punya waktu untuk mewujudkannya sekarang. Rasanya bu
"Kita harus mempersiapkan semuanya dulu. Kita tidak boleh mengulang kesalahan yang sama.""Baik Bu." Jojo langsung melajukan mobilnya mereka menuju kantor. Setibanya mereka di kantor, Diandra dan Jojo sudah disambut oleh kedua rekan lainnya."Ada apa Bu? Kenapa dengan presentasi tadi Bu?""Mereka sangat kecewa dengan presentasi tadi. Katanya konsep dari kita sudah terlalu biasa dan gak ada inovasi.""Wah.. Keterlaluan banget mulut mereka ngomong gitu.""Iya memang gitu," Jawab Jojo. "Selain itu juga ada JS Company, disana tadi.""Kebetulan seperti apa itu?" Ucap Bianca. "Mereka memang suka mencuri klien klien perusahaan lain, keterlaluan.""Hemm," Ucap Diandra. "Mari kita kembali bekerja!" Ajak Diandra."Baik Bu," Ucap ketiganya. Mereka sadar bahwa mood Diandra kelihatan tidak baik baik saja, karena itu mereka kembali diam. Mereka kembali duduk di kursinya masing-masing. "Cari ide lain untuk perusahaan mereka, ya guys!""Baik Bu."Setelah itu, Diandra kembali fokus ke laptopnya
"Apa Pak?" Tanya Zaid. "Jantung saya berdegup kencang dan udaranya terasa lebih panas. Bisa kamu turunkan suhu AC nya gak?""Saya gak kepanasan kok Pak. Aneh Bapak ya," Ucap Diandra. "Mungkin karena kepala saya lagi bekerja Diandra. Karena itu, proses mikir jadi lebih rumit dan bikin panas.""No sense banget Pak. Ada ada aja!""Hemm, buruan Di. Udah panas banget loh ini!"Sementara itu dari kaca pintu ruangan Zaid, Bianca mengintip kedekatan keduanya. 'Dasar pasangan baru, pengennya mesra-mesra berduaan. Pekerjaan cuma jadi dalih aja,' pikir Bianca. "Tok.. Tok.." "Pak," Ucap Bianca dari luar. "Masuk!" Zaid mengangguk. Diandra segera menjauh dari posisinya. "Pak, ini proposal yang Bapak minta tadi." "Oh iya, letakkin aja disini Bi.""Baik Pak," Ucap Bianca. "Kamu boleh keluar," Ucap Zaid."Kalau gitu saya keluar dulu Pak."***Beberapa hari berlalu, Diandra dan Jojo kembali bertemu dengan Pak Sebastian.
"Pilihan Pak Sebastian memang sangat tidak terduga. Kami merasa terlalu berlebihan untuk makan siang," ucap Pak Tio. "Kami juga jadi kurang nyaman Pak, apa ini gak berlebihan?" Tanya Jojo. Jojo yang tadinya gak banyak bicara akhirnya angkat bicara. Jojo tidak ingin makn siang menjadi acara bisnis lanjutan dan jadi sakit perut karena tidak bisa makan dengan tenang. "Enggak lah Mas Jojo. Kita hanya makan siang, saya ingin menjamu kedua perwakilan perusahaan. Kami sungkan jika hanya menjamu di tempat biasa.""Hemm.. Kesempatan kami untuk makan dengan nyaman berarti ya Pak?" Jojo ingin mempertegas ketidakinginannya membicarakan bisnis di luar kantor. "Tenanglah Jo, di kantor kita rival tapi kalau di luar kita teman bukan, Pak Sebastian, Pak Tio?""Iya benar Bu," Jawab Pak Tio. Mereka pun akhirnya bisa lebih relaks dan tertawa bersama. "Kalau begitu kita sudsh boleh masuk kan Pak Sebastian?" "Tentu. Ayo kita masuk!""Dret... Dret..." Panggilan ma
"Maafkan saya sedikit kasar tadi ya," Ucap Zaid."Tidak apa Pak Zaid. Kamu sudah sering mendengar perihal negatif tentang kami," Ucap Pak Tio. "Saya juga hampir salah paham jika tidak bertemu langsung dengan Pak Tio. Gosip di luar sana bercerita semua tentang hal miring. Semuanya!""Biasa namanya juga gosip Pak Zaid, hanya sedikit membicarakan fakta. Selebihnya belum tentu benar informasinya.""Ya, mungkin benar," Jawab Zaid pendek. "Sepertinya pesanan kita sebentar lagi datang Pak Zaid. Maaf, kita semua harus menunggu sedikit lebih lama.""Oh tidak apa. Mari kita lanjutkan pembicaraan pentingnya," Ucap Zaid. ***Pembicaraan sekitar satu jam membuahkan hasil yang sangat baik. Zaid maupun Pak Tio tertarik dengan perencanaan yang dimaksud Pak Sebastian. Sebagai Manager kreatif di sebuah perusahaan besar, kemampuan Pak Sebastian memang tidak diragukan lagi. Beliau bekerja dengan tepat dan cepat. "Terimakasih, Pak Zaid, Pak Tio, Diandra, dan
Uncle, denger gosipnya dari mana Uncle? Hot banget, saya gak pernah tahu ada gosip seperti itu." Zaid sudah terbiasa mendengarkan gosip gosip dari Uncle, tapi yang satu ini sangat aneh."Banyak yang membicarakan loh Zaid. Katanya CEO itu punya wajah tampan dan karismatik. Uncle sangat penasaran dengan pemuda itu. Penasaran apa gosip itu benar atau engga.""Iya iya. Nanti bakal ketahuan benar atau engga gosipnya Uncle. Oh iya gimana menurut Uncle?" Zaid menanyakan penampilannya. "Seperti biasa, sangat gagah dan pas banget di kamu, Zaid."Mendengar pujian dari Uncle, Zaid tersenyum. "Mas, gimana yang ini?" Diandra muncul dari ruang fitting. Zaid melihat ke arah Diandra dan mengagumi kecantikan Diandra yang alami. "Apapun yang dipakai oleh Diandra sangat bagus, Uncle tidak salah mengusulkan untuk mencoba gaun ini.""Jadi gimana Mas?"Diandra belum juga mendapat jawaban. "Mas Zaid!" Panggil Diandra lagi. "I.. I..ya.""Iya apanya?""Kita sewa yang ini aja Di. Bagus di kamu, bajunya."