"Apa Pak?" Tanya Zaid. "Jantung saya berdegup kencang dan udaranya terasa lebih panas. Bisa kamu turunkan suhu AC nya gak?""Saya gak kepanasan kok Pak. Aneh Bapak ya," Ucap Diandra. "Mungkin karena kepala saya lagi bekerja Diandra. Karena itu, proses mikir jadi lebih rumit dan bikin panas.""No sense banget Pak. Ada ada aja!""Hemm, buruan Di. Udah panas banget loh ini!"Sementara itu dari kaca pintu ruangan Zaid, Bianca mengintip kedekatan keduanya. 'Dasar pasangan baru, pengennya mesra-mesra berduaan. Pekerjaan cuma jadi dalih aja,' pikir Bianca. "Tok.. Tok.." "Pak," Ucap Bianca dari luar. "Masuk!" Zaid mengangguk. Diandra segera menjauh dari posisinya. "Pak, ini proposal yang Bapak minta tadi." "Oh iya, letakkin aja disini Bi.""Baik Pak," Ucap Bianca. "Kamu boleh keluar," Ucap Zaid."Kalau gitu saya keluar dulu Pak."***Beberapa hari berlalu, Diandra dan Jojo kembali bertemu dengan Pak Sebastian.
"Pilihan Pak Sebastian memang sangat tidak terduga. Kami merasa terlalu berlebihan untuk makan siang," ucap Pak Tio. "Kami juga jadi kurang nyaman Pak, apa ini gak berlebihan?" Tanya Jojo. Jojo yang tadinya gak banyak bicara akhirnya angkat bicara. Jojo tidak ingin makn siang menjadi acara bisnis lanjutan dan jadi sakit perut karena tidak bisa makan dengan tenang. "Enggak lah Mas Jojo. Kita hanya makan siang, saya ingin menjamu kedua perwakilan perusahaan. Kami sungkan jika hanya menjamu di tempat biasa.""Hemm.. Kesempatan kami untuk makan dengan nyaman berarti ya Pak?" Jojo ingin mempertegas ketidakinginannya membicarakan bisnis di luar kantor. "Tenanglah Jo, di kantor kita rival tapi kalau di luar kita teman bukan, Pak Sebastian, Pak Tio?""Iya benar Bu," Jawab Pak Tio. Mereka pun akhirnya bisa lebih relaks dan tertawa bersama. "Kalau begitu kita sudsh boleh masuk kan Pak Sebastian?" "Tentu. Ayo kita masuk!""Dret... Dret..." Panggilan ma
"Maafkan saya sedikit kasar tadi ya," Ucap Zaid."Tidak apa Pak Zaid. Kamu sudah sering mendengar perihal negatif tentang kami," Ucap Pak Tio. "Saya juga hampir salah paham jika tidak bertemu langsung dengan Pak Tio. Gosip di luar sana bercerita semua tentang hal miring. Semuanya!""Biasa namanya juga gosip Pak Zaid, hanya sedikit membicarakan fakta. Selebihnya belum tentu benar informasinya.""Ya, mungkin benar," Jawab Zaid pendek. "Sepertinya pesanan kita sebentar lagi datang Pak Zaid. Maaf, kita semua harus menunggu sedikit lebih lama.""Oh tidak apa. Mari kita lanjutkan pembicaraan pentingnya," Ucap Zaid. ***Pembicaraan sekitar satu jam membuahkan hasil yang sangat baik. Zaid maupun Pak Tio tertarik dengan perencanaan yang dimaksud Pak Sebastian. Sebagai Manager kreatif di sebuah perusahaan besar, kemampuan Pak Sebastian memang tidak diragukan lagi. Beliau bekerja dengan tepat dan cepat. "Terimakasih, Pak Zaid, Pak Tio, Diandra, dan
Uncle, denger gosipnya dari mana Uncle? Hot banget, saya gak pernah tahu ada gosip seperti itu." Zaid sudah terbiasa mendengarkan gosip gosip dari Uncle, tapi yang satu ini sangat aneh."Banyak yang membicarakan loh Zaid. Katanya CEO itu punya wajah tampan dan karismatik. Uncle sangat penasaran dengan pemuda itu. Penasaran apa gosip itu benar atau engga.""Iya iya. Nanti bakal ketahuan benar atau engga gosipnya Uncle. Oh iya gimana menurut Uncle?" Zaid menanyakan penampilannya. "Seperti biasa, sangat gagah dan pas banget di kamu, Zaid."Mendengar pujian dari Uncle, Zaid tersenyum. "Mas, gimana yang ini?" Diandra muncul dari ruang fitting. Zaid melihat ke arah Diandra dan mengagumi kecantikan Diandra yang alami. "Apapun yang dipakai oleh Diandra sangat bagus, Uncle tidak salah mengusulkan untuk mencoba gaun ini.""Jadi gimana Mas?"Diandra belum juga mendapat jawaban. "Mas Zaid!" Panggil Diandra lagi. "I.. I..ya.""Iya apanya?""Kita sewa yang ini aja Di. Bagus di kamu, bajunya."
"Mas, Mas Zaid! Kok lama banget sih Mas. Ribet banget deh, Diandra udah selesai dari tadi. Sekarang malah Mas Zaid yang belum selesai juga!" Teriak Diandra di depan pintu kamar mandi. Zaid sudah tiga kali bolak balik toilet karena sakit perut. "Sabar Di! Bentar!""Dari tadi ngomongnya gitu terus Mas. Kalau kamu sakit perut, kita tunda aja ke rumah Mamanya, ya?""Tunggu bentar Di! Mas masih mules. Bentar lagi hilang kok mulesnya.""Iya, bentar doang lagi kan Mas?" "Iya"Setelah mendengar ucapan Zaid, Diandra segera menunggu di luar rumah. Ia berusaha bersabar, lagian tidak mungkin membatalkan janji temu dengan dengan Mama mertuanya itu. Sedikit terlambat tidak masalah dari pada tidak jadi datang. Lima menit menunggu akhirnya Zaid menghampiri Diandra. Wajahnya sangat pucat dan terlihat sangat tidak sehat. "Kamu beneran gak papa Mas?" Tanya Diandra. "Gak papa Di. Cuman mules aja.""Oh iya iya Mas. Diandra aja yang bawa mobilnya ya Mas.
"Suntik aja Dok. Takut gak takut, tetap suntik. Kondisi Mas Zaid udah mengkhawatirkan banget!""Baiklah Bu. Kalau gitu disuntik ya Pak!"Mau tidak mau, Zaid manut saja. Semuanya juga demi kebaikan dirinya. Setelah urusan di rumah sakit selesai, Diandra dan Zaid segera menuju rumah Mama Zaid. "Mas, gimana? Udah enakan belum?" Tanya Diandra. "Hemm.. Udah lebih baik Di.""Yakin?" "Iya.""Oke, bentar lagi kita sampai ya Mas.""Iya iya. Selow Diandra. Santai," Jawab Zaid."Belok kiri!""Iya iya. Diandra inget kok jalan ke rumah Mas Zaid. Berkesan banget, gak akan lupa Diandra tu Mas. ""Kok bisa?""Biasalah, waktu itukan gak sengaja ikut Mas Zaid ke rumah Mas Zaid. Eh taunya sampai di rumah Mas Zaid rame banget, ada acara keluarga. Dan disana juga Diandra pertama kali ketemu Maya. Dia udah keliatan gak suka aja sama Diandra, Mas!""Gitu ya?""Hemm.. Pake ditanyain lagi gak tuh!""Iya maaf Di. Kita udah sampai nih. Rumah yang di depan itu, Di.""Oke, kita sampai." Diandra menyetir mobil
"Mas, Diandra jadi susah napas." "Masa sih Di?""Iya beneran. Mas modus ya mau meluk meluk Diandra?""Astaghfirullah, siapa yang dikatain modus? Kamu tadi yang meluk Mas duluan," Protes Zaid. "Hahaha iya sih. Ya udah meluknya jangan kenceng kenceng. Diandra juga meluk Mas karena Mas kedinginan. Gak ada maksud apa apa loh.""Iya Mas tahu kok. Sekarang jadi hangat dan nyaman. Nyaman banget Di.""Emang gitu?" Tanya Diandra. "Iya, istri itu tempat ternyaman bagi suaminya kalau kata orang orang Di.""Ohh" Diandra hanya mengatakan satu kata. Ia sudah sangat mengantuk dan menutup kedua matanya. "Diandra, kamu udah tidur ya?" Tanya Zaid. Diandra belum sepenuhnya tertidur, tapi ia sudah tidak mau menjawab pertanyaan Zaid. Zaid pasti akan terus terusan mengajaknya mengobrol karena Zaid pasti tidaknl bisa tidur, sedangkan dirinya sudah harus beristirahat. "Diandra," Panggil Zaid lagi. Zaid memeluk Diandra dari arah yang berlawanan. Wajah
"Jatuh cintalah pada Mas, suamimu ini Diandra!" Zaid mengatakannya sangat serius. "Hah?" Diandra terperangah. "Jatuh cintalah pada Mas!" Zaid mengulang ucapannya. "Gimana caranya? Apa mungkin bisa?" Diandra bingung. "Jatuh cintalah dengan cara apapun!""Hahaha.. Kok kamu serius banget Mas. Diandra jadi gagal paham Mas.""Mas jatuh cinta sama kamu, makan jatuh cintalah pada Mas. Mari kita hidup dan membangun rumah tangga seperti pasangan lainnya.""Wush!! ngawur ya Mas? Ini bukan drama romantis seperti di film film. Kisah dan hubungan kita sangat rumit Mas.""Kita buat mudah dong Diandra.""Mana bisa!""Engga bisa gimana?""Ya engga aja Mas. Diandra jatih cinta sama kamu gitu maksudnya?" Tanya DiandraZaid mengangguk. "Gimana caranya? Karena apa Diandra jatuh sama kamu, Mas?""Karena pesona Mas, kebaikan, dan lain lainnya dong Di. Karena sikap dan kharismatik Mas." Zaid sangat percaya diri apa yang dimilikinya akan membuat Diandra jatuh cinta. "Cinta itu datangnya dari hari yang