"Mas, Diandra jadi susah napas."
"Masa sih Di?""Iya beneran. Mas modus ya mau meluk meluk Diandra?""Astaghfirullah, siapa yang dikatain modus? Kamu tadi yang meluk Mas duluan," Protes Zaid."Hahaha iya sih. Ya udah meluknya jangan kenceng kenceng. Diandra juga meluk Mas karena Mas kedinginan. Gak ada maksud apa apa loh.""Iya Mas tahu kok. Sekarang jadi hangat dan nyaman. Nyaman banget Di.""Emang gitu?" Tanya Diandra."Iya, istri itu tempat ternyaman bagi suaminya kalau kata orang orang Di.""Ohh" Diandra hanya mengatakan satu kata. Ia sudah sangat mengantuk dan menutup kedua matanya."Diandra, kamu udah tidur ya?" Tanya Zaid.Diandra belum sepenuhnya tertidur, tapi ia sudah tidak mau menjawab pertanyaan Zaid. Zaid pasti akan terus terusan mengajaknya mengobrol karena Zaid pasti tidaknl bisa tidur, sedangkan dirinya sudah harus beristirahat."Diandra," Panggil Zaid lagi.Zaid memeluk Diandra dari arah yang berlawanan. Wajah"Jatuh cintalah pada Mas, suamimu ini Diandra!" Zaid mengatakannya sangat serius. "Hah?" Diandra terperangah. "Jatuh cintalah pada Mas!" Zaid mengulang ucapannya. "Gimana caranya? Apa mungkin bisa?" Diandra bingung. "Jatuh cintalah dengan cara apapun!""Hahaha.. Kok kamu serius banget Mas. Diandra jadi gagal paham Mas.""Mas jatuh cinta sama kamu, makan jatuh cintalah pada Mas. Mari kita hidup dan membangun rumah tangga seperti pasangan lainnya.""Wush!! ngawur ya Mas? Ini bukan drama romantis seperti di film film. Kisah dan hubungan kita sangat rumit Mas.""Kita buat mudah dong Diandra.""Mana bisa!""Engga bisa gimana?""Ya engga aja Mas. Diandra jatih cinta sama kamu gitu maksudnya?" Tanya DiandraZaid mengangguk. "Gimana caranya? Karena apa Diandra jatuh sama kamu, Mas?""Karena pesona Mas, kebaikan, dan lain lainnya dong Di. Karena sikap dan kharismatik Mas." Zaid sangat percaya diri apa yang dimilikinya akan membuat Diandra jatuh cinta. "Cinta itu datangnya dari hari yang
"Kamu ngapain aja? Kan kamu tiba sejam lebih cepat?""Gak ada, cuman ngobrol aja.""Ngobrol sampe sejam lebih gitu?""Hem.." "Serius?""Iya loh Mas. Kamu kok tiba tiba kayak detektif?"Diandra dan Zaid seolah mengabaikan kehadiran Farid diantara mereka. "Mas nanya doang kok. Ngapain aja, lama loh itu sejam!""Kan Mmas Farid itu temen kecil Diandra dulu Mas. Kami ngobrolin masa lalu dan ini itulah. Kenapa kamu kepo banget Mas?""Gimana gak kepo, kamu keliatan akrab banget gitu. Mas aja jadi salah paham ngeliat keakraban kalian tadi.""Oh.. Cemburu toh?""Enggak. Ngapain juga cemburu? Cemburu sama kamu juga gak mungkin lah." Zaid tidak senang mendengar Diandra mengatakan dirinya cemburu. "Yakin?" Goda Diandra. "Yakinlah, ngapain juga Mas cemburu sama kamu. Pak Farid itu juga gak perlu dicemburuin. Senior Mas itu kok. Mas juga kenal, orangnya gak aneh aneh.""Oh ya udah," Jawab Diandra santai. ***Setelah rapat Diandra dan Zaid mengobrol masih di ruangan rapat. Mereka membahas hal h
Di, kamu serius gak ada hubungan apa apa sama Mas Farid?" Pertanyaan itu keluar lagi dari mulut Zaid. "Uhukk.. Uhukk.." "Kenapa Di? Minum dulu!" Zaid memberikan segelas air. Diandra meminumnya sambil terus melirik ke arah Zaid. "Hahh" "Gimana, udah enakan?" Tanya Zaid. "Mas, kamu kenapa nanyain Mas Farid terus sih?" Tanya Diandra. Diandra sedikit terganggu dengan perilaku Zaid. "Kan kamu udah dari kecil kenal, emang gak pernah ada rasa saling suka gitu?""Kalau pernah emang kenapa Mas?""Ohhh.." Sahut panjang Zaid. Zaid mengangguk-angguk. Seolah mendapatkan jawaban atas pertanyaan sejak tadi. "Oh apa Mas? Kamu udah berhasil mendengar apa yang pengen kamu dengar ya?""Iya," Jawab singkat Zaid. "Kamu cemburu ya Mas?" Tanya Diandra. Zaid mengangguk. "Cemburu ya, berarti Mas suka sama Diandra?""Udah dibilang emang iya. Suka, tertarik, sayang.""Hahah.. Jangan bercanda ah Mas! Kelihatan natural banget tuh ngomong
Drett.. Drett... Drett.." Ada telepon masuk di ponsel Diandra. "Mas.. Bantu saya ke rumah Sakit X. Saya harus segera tiba disana," Ucap Diandra lirih. "Mba memang harus ke rumah sakit. Kami akan bantu Mba. Kita ke rumah sakit terdekat aja Mba.""Kita harus ke rumah sakit itu Mas. Ibu saya sedang tidak sadarkan diri, saya harus segera tiba disana.""Oh iya iya Mba. Ayo kami bantu."Salah satu Pemuda itu menumpangi Diandra ke rumah sakit. Pemuda itu tidak bertanya apapun dan mengebut. Kondisi Diandra cukup memperihatinkan. Sekitar 10 menit, mereka udah sampai di tujuan. "Mba.. Mba... Ini kenapa?" Tanya seorang Perawat begitu Diandra tiba disana. "Pasien atas nama Bu Rina ada dimana, Sus?" Diandra mendekat ke Perawat itu. "Dokter Dokter!" Teriak Perawat itu. Keriwehan di UGD bertambah dengan kehadiran Diandra. Mendengar suara Perawat yang panik, Rinal langsung melihat ke sumber suara. Sudah lebih 15 menit Rinal mencoba menghubungi Diandra
"Tenanglah Zaid, Diandra pasti segera sadar," Ucap Bu Rina. Bu Rina sudah sepenuhnya sadar kemarin sore."Iya Bu, . Zaid udah berusaha, tapi tetap khawatir." Hati Zaid tentu tidak akan bisa tenang dalam kondisi seperti ini. "Ibu tahu Zaid, kamu harus percaya Diandra akan segera sadar.""Iya Bu," Jawab Zaid. Hingga sore menjelang magrib, Diandra masih juga belum menunjukkan tanda tanda akak segera sadar. Zaid yang hanya tinggal sendiri menjaga Diandra duduk di samping Diandra. Digenggamnya tangan istrinya itu. "Diandra, maafkan Mas. Mas gai tahu kalau hal seperti ini akan menimpa kamu dan membuat kamu kesakitan. Mas memang terlalu egois dan tidak memikirkan kamu, Di." Dielus-elus Zaid punggung tangan istrinya itu. "Srekk" Pintu kamar terbuka. "Zaid, pergilah sholat magrib dulu. Biar Ibu yang menjaga Diandra disini.""Iya Bu," Zaid segera bangkit dan beranjak. Setelah itu, Bu Rinalah yang menggantikan Zaid duduk di kursi yang tadinya
Setelah selesai melakukan apa yang ingin dilakukannya, Zaid segera kembali ke ruangan Diandra. "Mas, kamu kemana sih?" Tanya Zaid. "Mas, baru aja nelpon Ibu, Di. Ibu sangat seneng tahu kamu udah sadar.""Apa yang sebenarnya terjadi Mas? Diandra gak inget apa apa. Seingat Diandra, Diandra berada dalam perjalanan ke rumah sakit waktu itu. Terus, kamu kapan pulang Mas?""Kamu gak ingat apa yang terjadi Di?""Kepala Diandra pusing Mas," Diandra memegangi kepalanya. "Apanya yang sakit Di? Jangan pingsan atau gak sadarkan lagi, Di. Mas gak bisa tenang selama berhari-hari.""Diandra udah gak sadar berapa lama emang, Mas?""4 hari Diandra," Jawab Zaid. "Sekarang hari apa Mas?""Rabu," Jawab Diandra. "Astaghfirullah, ulang tahun Ibu?" "Ulang tahun Ibu kata kamu?" Tanya Zaid. "Iya Mas, bantu Diandra duduk Mas!""Kamu masih bisa mikirin ulang tahun Ibu setelah semua yang terjadi?" Zaid menaikkan suaranya. "Emang kenapa Mas? Ada yang salah ya Mas?""Udahlah, gak usah dipikirkan lagi. Oh i
"Pekerjaan gimana Mba? Apa masih sesibuk dulu?"" Ohh.. Jadi makin banyak Ri.""Iya bener. Perusahaan sedang sibuk sibuknya. Mas Zaid bahkan tidak cukup istirahat, apalagi sekarang sering tidak masuk. Pekerjaan Mas Zaid jadi tambah banyak, begitu juga rekan rekan kerja Mba. Kasian mereka!""Oh iya juga ya Mba. Rinal lupa kalau dulu Mas Zaid sangat merepotkan Mba.""Hemm.. Begitulah.""Udah jangan ngobrol mulu, ayo makan!" Ucap Ibu. "Iya Bu," Jawab Keduanya. ***Malam harinya, Ibu dan Rinal sudah pamit pulang. Diandra tinggal seorang diri di rumah. Tanda tanda kehadiran Zaid belum terlihat. "Sudah jam 11 tapi Mas Zaid belum pulang juga. Aku ngapain ya?" Diandra duduk di dekat kolam renang. Ia termenung dan sesekali terpikirkan tentang ucapan Zaid saat mereka di rumah sakit. 'Kenapa Mas Zaid sangat marah padaku? Aku hanya teringat tentang ulang tahun Ibu yang terlewat karena aku tidak sadarkan diri. Apa karena itu dia marah dan tidak mengun
"Hohh.. Gitu. Kenapa gak bilang kalau gitu? Kenapa gengsi buat ngomong kalau kamu perlu komunikasi yang seperti sama Mas. Oh apa karena kamu menganggap ini pernikahan palsu aja?" "Loh, kok Mas malah nyalahin Diandra. Diandra salah dimana Mas?" "Oke oke, kalau dilanjutkan ini cuma jadi pertengkaran doang. Kamu juga bilang pernikahan kita cuma pernikahan palsu. Gak perlu menjalankan kewajiban dan hak suami istri sebagaimana mestinya kan?""Cuma komunikasi yang lancar aja Mas. Itu aja loh. Diandra gak biasa tinggal sendirian, di rumah biasanya ada Ibu. Tapi setelah sama Mas, Diandra biasain. Mas gak ngabarin juga Diandra coba ngertiin. Iya emang salah Diandra sih ini!""Udah Di. Mas gak ada energi buat berantem sama kamu. Kita udahin aja berantemnya.""Oh.. Okey." Diandra segera bangkit dari posisi. "Diandra, mau kemana kamu? Mas belum selesai bicara loh!""Kata Mas suruh akhiri pembicaraannya kita. Ya udah, Diandra mau tidur aja Mas. Sakit kepala Diandra dari tadi nungguin Mas. Gak p