Diandra begitu lelah melihat layar komputer dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dilihatnya keadaan sekitar, semua ruangan sudah padam. Hanya ruangannya dan ruangan musuhnya, yang masih menyala.'Apa yang dilakukannya di dalam sana ya?' Pikir Diandra. Diandra tidak ingin mencari tahu lebih lanjut, dan meneruskan saja pekerjaannya. Hingga pukul 8 malam, Diandra sudah tidak fokus bekerja dan memilih pulang saja. "Alhamdulillah, setidaknya tumpukan proposal dan berkas berkas ini sudah berkurang. Aku bisa lebih santai besok. Huhhh" Diandra mengeluhkan napasnya. Ia segera beranjak dari tempat duduknya dan perhatiannya fokus ke ruangan Zaid. Perlahan, kakinya terdorong untuk memeriksa ke dekat ruangan Zaid. "Tokk.. Tokk" Diandra tidak melupakan sopan santunnya. Diandra menunggu ada respon dari sang pemilik ruangan "Tokk.. Tokk" Coba Diandra lagi. "Ada apa?" Teriak Zaid dari dalam ruangan. "Ini Diandra, Bapak apa masih mau lanjut
"Kamu udah sadar dimana salah kamu?" Tanya Zaid. "Hem," Diandra mengangguk. "Jangan gitu lagi ya Di. Walaupun saya gak peka, setidaknya kamu harus terus mengingatkan saya. Maaf gak ngangkat telepon kamu. Maaf karena Mas, kamu mengalami kecelakaan seperti kemarin. Mas gak peduli sama mobilnya asal kamu baik baik aja.""Berarti kamu memang marah karena itu Mas?" Diandra akan segera bangkit, tapi Zaid menahannya. "Hemm, kamu membuat Mas berada dalam perasaan yang tidak nyaman. Gak tahu kapan kamu akan sadar, semuanya baik baik aja tapi belum juga bangun. Berhari-hari perasaan itu bersarang di dalam sini Diandra," Zaid memegang dadanya. "Pikiran Mas juga jadi gak karuan Di. Dikta sampai mendatangkan Dokter kenalannya untuk memeriksa apa operasi kamu tidak berjalan baik atau apa ada yang salah. Semuanya mengatakan hasil operasinya baik baik aja. Tinggal menunggu kamu sadar, dan harus menunggu entah sampai kapan.""Lalu saat kamu sadar, apa yang kamu khawatir?
Selesai rapat, Diandra terpaksa tinggal karena permintaan Zaid. Tidak lain tidak bukan, Zaid pasti mencari gara gara dengan Diandra. "Kamu mau apa, Mas?""Mas pikir semuanya udah membaik, tapi kenapa kamu gak bangunin Mas sih Di. Hampir aja pertemuan hari ini bermasalah.""Kan buktinya engga Mas. Semuanya baik baik aja pun.""Jadi kamu emang sengaja gak bangunin Mas ya Di?" Tanya Diandra. "Udah Diandra bangunin cuma Mas Zaid gak mau bangun. Udah dipanggil panggil juga. Udah digoyang goyang juga, tetap gak mau bangun.""Ah masa? Mas gak ada ngerasa pun.""Nah itu kan, dibilangin gak percaya sih Mas. Emang bener Mas. Perlu bukti atau gimana?""Emang ada buktinya?" Tanya Zaid. "Tunggu bentar!" Diandra mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ia menunjukkan video yang ia rekam pagi tadi. Video itu menunjukkan bagaimana Zaid sangat sulit dibangunkan. Dalam video juga ditunjukkan Zaid berulang kali mencegah Diandra untuk bangun dan memeluk Diandra era
Dari pada ngebahas yang engga engga lebih baik kamu bantuin Mas ngebaca ini nih! Kalau ada saran kasih tahu Mas.""Iya iya."Maya akhirnya tutup mulut, dan mengambil sebuah proposal yang dimaksud oleh Zaid. "Nah gitu dong, bantuin Mas. Itung itung uji coba sebelum kerja beneran.""Iya baiklah Pak Bos. Siap, laksanakan."Seusai makan siang, Diandra ingin menemui Zaid karena ada pekerjaan yang perlu ia bahas dengan Zaid. "Tok.. Tok.." Diandra mengetuk pintu ruangan Kerja Zaid. "Masuk!"Zaid dan Maya sama sama terlihat sibuk membaca proposal kerja. 'Huahh.. Tumben banget ni. Bisa kerja tu orang?' Batin Diandra. "Pak, saya mau membicarakan perihal kerjasama kita dengan M Group. Apa Bapak ada waktu?"Maya terlihat tidak peduli dengan Diandra. Jika bekerja, Maya memang all out. "Sekarang aja," Jawab Zaid. "Serius Pak? Sekarang? Disini?""Iya, emang kenapa? Ayo duduk!"Diandra mengikuti arahan dari Zaid. Mereka mulai membahas pekerjaan yang dimaksud oleh Diandra. 'Bagaimana aku mau m
"Dari mana Diandra?" Zaid muncul tiba-tiba. "Astaghfirullah," Diandra sangat kaget. Zaid menatap Diandra dengan intens. "Dari mana Diandra?" Tanya Zaid kembali. "Dari luar Mas. Cari udara seger. Diandra sakit kepala.""Terus kenapa gak jawab telepon Mas?" Tanya Zaid. "Gak denger Mas.""Masa iya gak denger? Mas nelpon sampe belasan kali Diandra. Kamu sengaja gak mau angkat teleponnya ya?" "Ih.. Suudzon sama Diandra.""Lah bukan suudzon Diandra. Mana mungkin kamu gak denger.""Diandra capek Mas. Diandra mau mandi dulu ya!" Diandra berjalan melewati Zaid. Zaid sangat kesal dengan sikap Diandra sekarang, namun ia mencoba menahannya. ***"Ah.. Rasanya nyaman sekali," Ucap Diandra. Setelah hari yang panjang dan melelahkan, akhirnya Diandra bisa beristirahat. Tapi istirahatnya tidak berlangsung lama, Zaid kembali menganggunya. "Diandra," Panggil Zaid. "Kamu udah makan?""Hemm..""Hemm apa?""Udah," Jawab
"Lama lagi gak Di?"'Astaghfirullah,' batin Diandra."Di? tidur ya?" celoteh Zaid lagi. Dari pada menjawab pertanyaan Zaid, Diandra lanjut memasak. Tidak mendapat jawaban dari Diandra, Zaid menghampiri Dian Diandra. Dari tadi, Dian Diandra memang membelakangi Zaid. Arah kompor dan juga mini bar yang ada di dapur memang berlawanan. Dari belakang Zaid merangkulkan lengannya di perut Diandra. "Kamu tidur ya Di?" Bisik Diandra. "Jangan sentuh Diandra, Mas!" Jawab Diandra. Zaid tidak terganggu dengan perkataan Diandra dan tetap menggangu Diandra. "Lepas! Giliran Diandra yang nyentuh Mas Zaid, Mas gak suka."Mendengar Diandra bicara, Zaid melepaskan rangkulannya. "Maaf Di," Ucap Zaid. Zaid langsung pergi dari sana. Zaid kembali ke tempatnya semula. Ia menunggu tanpa kata. 'Ternyata apa yang aku lakukan tadi sangat salah. Aku tidak menyangka tindakanku menyebabkan masalah seperti ini.' Zaid larut dalam lamunannya. Ia merasa bersalah pada Diandra. 15 menit berlalu, makanan sudah sel
"Mas Zaid! Diandra gak bisa napas Mas.""Sebentar lagi aja Di. Satu menit lagi aja."Diandra membiarkan Zaid melakukan apa yang ia ingin lakukan. 'Kenapa Mas Zaid aneh sekali ya. Kayak punya kepribadian ganda? Aku jadi khawatir.' Diandra mengusap usap punggung Zaid dengan lembut. "Mas.. Mas.." Diandra berusaha menyadarkan Zaid."Mas Zaid," Panggil Diandra lembut. "Diandra, jangan pergi kemana mana ya," bisik Zaid. "Maksudnya Mas?" Diandra mengangkat kepalanya melihat ke arah Zaid. "Mas mencintaimu," Zaid mengecup kening Diandra. Suhu tubuh keduanya sudah sama sama rendah. Mereka kedinginan. 'Yang bener aja, mencintaiku? Aku gak percaya.' "Kita masuk ke dlasm yuk Di. Dingin banget loh ini!" Aja Zaid. "Iya Mas, ayo buruan!"Zaid menggandeng tangan Diandra masuk ke rumah. Mereka berdua sama sama masuk ke kamar mandi yang berada di dapur. "Mas duluan loh Di!""Ihh enggak. Jelas jelas Diandra duluan tadi.""Oh ya u
Brukkk!!" "Auuu.." Diandra menengadah ke atas. "Apa apaan kamu, May?" Tanya Diandra. Diandra kesulitan bangkit, pinggangnya terasa sangat sakit. "Hahah.. Itu karena kamu terlalu lancang Diandra. Bisa bisanya membuat saya kesal.""Kejam, jahat!" Ucap Diandra. Sementara itu, Zaid langsung berlari ke arah dapur mendengar suara seperti orang yang sedang terjatuh. "Astaghfirullah, kamu kenapa sayang?" Zaid membantu Diandra. "Diandra tadi kepeleset Mas. Maya baru aja mau ngebantuin, udah keduluan sama Mas.""Iya sayang?" Tanya Diandra. Diandra menggangguk saja. "Mas, pinggang Diandra sakit banget, gimana kalau Diandra kenapa napa Mas.""Kita ke rumah sakit aja yuk Sayang!" Ajak Zaid. "Iya Mas. Beneran sakit banget." Diandra memasang topengnya. Rasa sakitnya tidak sesakit itu. "Ayo sayang," Zaid memapah Diandra. Wajah Maya merah padam melihat kemesraan keduanya. Dadanya terasa sangat panas bagai air yang mendidih. 'Da
Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D
iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M
Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh
115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat
Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid
"Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki
"Belinya dalam rangka apa ya Mas? Ulang tahun atau anniversary?""Ulang tahu istri saya Mba.""Oh tunggu sebentar ya Mas, kami punya koleksi terbaru.""Oh iya Mba." Zaid sabar menanti. Tidak lama pegawai toko itu datang dengan membawa beberapa koleksi perhiasan yang sangat elegan. Ada kalung, gelang dan juga cincin. "Yang ini edisi terbatas Pak. Hanya ada tiga di Asia. Buatan desainer terkenal Eropa.""Beauty," Sahut Zaid. Kalau yang ini buatan lokal Pak, tapi sangat cantik.""Ohh gitu Mba.""Saya suka yang ini sama yang ini!" Tunjuk Zaid ke dua pilihan yang ia maksud. "Bapak mau keduanya?""Iya, yang ini dan yang ini. Jangan lama lama ya Mba. Bungkus dan saya akan bayar.""Baiklah Pak."Zaid menyelesaikan urusannya xi toko perhiasan itu. Setelahnya, Zaid menghubungi sang Mama untuk membatalkan pertemuan di rumah sang Mama dan berkumpul di restoran yang sudah ia pesan untuk merayakan pesta ulang tahun Diandra. ***Dian
"Wah.. Harum banget Di. Masih lama gak? Mas jadi tambah lapar karena aromanya.""Sabar, lima belas menit lagi Mas.""Benarkah?" Zaid bangkit dari tempat duduknya. Zaid meletakkan ponsel yang tadi digenggamannya di atas meja. Kemudian ia berjalan menuju Diandra. "Ada yang bisa Mas bantu gak sayang?""Bantu aduk ini Mas! Diandra mau bikin bumbu mienya.""Baiklah." Zaid segera mengambil alih tempat Diandra. "Kita makan nasi apa makan mie sayang?""Makan nasi boleh Mas, makan mie juga boleh.""Oh.. Banyak banget loh ini Di.""Gak papa Mas. Kan mau kita bawa ke rumah Mama. Selama ini kita selalu bawa makanan yang kita beli, sekali ini gak papa dong kalau kita bawain makanan yang kita masak sendiri.""Iya bener sih sayang, tapi beneran kamu gak capek?""Capek Mas, tapi capek aja. Gak pake capek banget kok Mas!""Udah nih, Mas. Kamu geser lagi ya Mas!""Oh oke, oke. Mas bisa bantu apa lagi Di?""Bantu makan aja Mas. Mas Zaid udah sering banget masakin buat Diandra, hari ini tugas Mas Zaid
"Mas, bisa gak gak gangguin Diandra. Diandra lagi nyetir nih Mas.""Iya iya, lihatin jalannya Di. Awas nabrak entar loh!""Iya iya Mas, bisa gak kalau gak ngerecokin Diandra!" "Hahahaha gak asik kalau gak ngerecokin kamu Di.""Ada ya terniat banget gitu gangguin istrinya?""Adalah sayang." "Mas laper gak sih?""Banget, tapi Mas gak mau makan makanan dari luar. Masakin ya sayang.""Masakin? Capek loh Mas.""Yang gampang aja sayang, telur ceplok juga gak papa. Mas makan kok.""Bener ya?""Iya sayang.""Oke ya udah. Kita langsung pulang aja.""Iya sayang. Hati hati nyetirnya sayang.""Iya iya. Gak percayaan banget sih Mas.""Hemm, percaya kok sayang. Cuma ngingetin aja kok.""Ya udah, ini Diandra bakal lebih hati hati lagi Mas.""Oke sayang."***Setibanya di rumah, sepasang suami istri ini bukannya sarapan, Mereka justru memilih tidur lebih dahulu. Mereka tidur sambil berpelukan satu sama lain. Sangat n